Sengaja pagi ini aku bersama anak dan suami meluangkan waktu berolah raga di lapangan milik desa yang kini makin cantik. Semenjak wabah covid melanda negeri ini, masyarakat makin giat berolah raga murah seperti lari pagi atau sekedar jalan santai mengitari lapangan itu. Beberapa sudut telah dibenahi, sehingga berolah raga pagi di lapangan itu menjadi lebih nyaman. Menjelang siang, pengunjung juga makin banyak.
Lapangan desa tersebut bagian tepi diberi lintasan selebar kurang lebih tiga meter untuk pejalan kaki atau lari pagi. Lapangan masih basah oleh embun pagi. Tetes embun bersinar karena terkena cahaya matahari yang mulai menampakkan diri. Aku hanya berjalan santai saja bersama suami. Napas tuaku sudah tidak mau diajak kompromi bila harus berlari mengitari lapangan.
Di salah satu sudut lapangan, tiba-tiba kudengar suara anak kucing yang meronta-ronta. Naluriku pun segera mengajak mendekati sumber suara. Kupanggil beberapa kali anak kucing tersebut, karena kasihan jika sampai kelaparan atau terlindas kendaraan.
"Pus ... pus ...."
Setiap kali kupanggil kudengar sahutannya. Kucari di dekat got yang berair, di sekitar tepi lapangan, tidak kutemukan anak kucing itu. Hanya suaranya saja yang setia mengeong. Aku terpaksa berjalan agak jauh untuk mendekati sumber suara anak kucing. Sekali lagi kupanggil anak kucing tersebut.
"Pus ... pus ...."
Kucing itu pun kembali menyahut seakan sudah kenal dengan suaraku.
Kali ini kuperhatikan lebih seksama. Kupasang telingaku, kupanggil sekali lagi.
Dia pun tidak lelah menyahut.
Rasa penasaranku pun mengajak untuk segera mencari sumber suara. Aku yakin suara anak kucing itu tidak berada di dalam lapangan. Aku segera keluar lapangan dan pada sisi luar lapangan terdapat pohon besar. Sekali lagi kupanggil kucing tersebut. Di dekat pohon terdapat seekor kucing besar yang tampak agak ketakutan melihat kedatanganku. Mungkin dia adalah induknya. Di sekitar lapangan desa memang sering digunakan untuk membuang kucing serta induknya. Kasihan sebenarnya. Kucing-kucing itu pun berubah menjadi kucing liar.
Induk kucing tersebut melarikan diri karena ketakutan. Namun aku belum menemukan anak kucing yang sedari tadi menjerit-jerit seakan minta pertolongan. Kuamati pohon besar tersebut, sambil kupanggil anak kucing itu. Dan ... setelah kulihat bagian atas , ternyata anak kucing itu memanjat tinggi di pohon besar tersebut.
Kubujuk anak kucing tersebut untuk segera turun. Suaranya makin keras, mungkin ada sedikit rasa takut. Kutarik dahan yang agak besar agar aku dapat meraihnya, tapi anak kucing tersebut malah makin tinggi.
Beberapa anak laki-laki yang sedang lewat akhirnya mau membantuku mengambil anak kucing tersebut. Dengan sedikit susah payah mereka berhasil menurunkan anak kucing itu. Kini anak kucing yang bulunya berwarna abu-abu itu sudah ada di tanganku.
Kembali aku mencari induknya yang tadi lari karena ketakutan saat melihat kedatanganku. Induk kucing ternyata bersembunyi di balik batu besar. Anak kucing kedekatkan padanya, tidak berapa lama kemudian induknya mendekati. Anak kucing itu pun berhenti mengeong, mungkin bergembira karena bertemu lagi dengan induknya. Induk kucing akhirnya menjilati anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H