"Pak, minta wedang rondenya semangkuk, ya?"
Penjual tidak menjawab hanya mengangguk.
Secepat kilat disajikan wedang ronde pesananku. Namun ... betapa terkejutnya diriku, penjual wedang ronde itu wajahnya penuh dengan darah dan tidak jelas.
Secepat itu juga aku berlari dan minta tolong. Entah penduduk sekitar mendengar atau tidak, aku pun terus berlari hingga sampai gang menuju dusunku.
Di gang ada seseorang yang masih terjaga. Dia menanyaiku mengapa berlari-lari.
"Ada apa sih, Mas kok lari-lari sampai terengah-engah?"
"Itu di sana ada penjual wedang ronde tapi sungguh menakutkan wajahnya," jawabku polos.
"Seperti ini, ya Mas?" tanya laki-laki itu sambil menunjukkan wajahnya yang sama persis dengan penjual ronde itu.
Aku tidak tahu harsus bagaimana menghadapinya, dan tahu-tahu, matahari sudah bersinar terang.
Masyarakat pun ramai mengerubungiku yang tertidur di gang tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H