Pagi yang sangat dingin. Sejak awal bulan nampaknya musim kemarau mulai menyapa. Siang terasa menyengat, malam pun sedingin air yang keluar dari lemari pendingin. Â
Dengan berjaket tebal, dan tas punggung yang siap diangkat Sri, pagi itu masih tersisa sekitar dua puluh lima menit sebelum batas waktu presensi, tetapi dari pintu depan  terdengar suara seorang perempuan mengucapkan kula nuwun.
"Huh, siapa sih pagi-pagi kok bertamu? Bisa terlambat nih ke kantornya," gerutu Sri dalam hati.
Nurani dan rasional sungguh tidak sinkron, tetapi mau tak mau Sri harus tetap membukakan pintu.
Kembali suara seorang perempuan terdengar, kali ini sebuah salam diucapkan.
Dari dalam rumah, Sri menjawab dengan suara keras.
"Waalaikum salam warahmatullah...."
Seorang perempuan berkerudung, Â berperawakan gemuk, dengan kaki yang agak diseret ketika berjalan, akhirnya dipersilakan masuk.
"Semoga tidak lama," batin Sri berucap.
"Mangga pinarak nglebet," ajakku pada perempuan itu yang ternyata temanku waktu SD, tetapi sekarang banyak perubahan pada fisiknya.
"Nyuwun pangapunten ngganggu penjenengan, Mbak. Tasih tepang kalih kula boten, nggih?" sapanya ketika kupersilakan duduk.