Mohon tunggu...
Fz
Fz Mohon Tunggu... Buruh - Adventurer

The greatest pleasure in life is doing something that people say you can't do it, believe in yourself and Allah because we're who we chose to be.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia Langka

10 Oktober 2016   17:23 Diperbarui: 10 Oktober 2016   17:36 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kupeluk Ibu dengan erat, yang terdengar hanyalah isak tangisku. Seakan memahami apa yang terjadi padaku, Ibupun tidak melontarkan satu pertanyaanpun. Membiarkan anaknya hanyut dalam dekapannya, membiarkan long dress warna birunya basah karena bulir air mata anaknya. Yang pasti aku merasakan hangatnya dekapan seorang Ibu lengkap dengan lembutnya belaian nan penuh kasih sayang. Tangispun mulai mereda, sedikit demi sedikit aku mulai melepaskan pelukanku. Sembari mengusap air mataku, lamat – lamat aku mulai membuka rongga mulut dan bertanya kepada Ibuku.

Ibu, apakah Ibu bangga punya anak sepertiku?” tanyaku

Ibu menatapku dalam – dalam, dengan senyum dan wajah teduhnya seraya berkata

Sayang, memangnya apa yang harus membuat Ibu tidak bangga punya anak sepertimu? Kamu adalah kebanggaan Ibu

Tanpa menimpali lagi perkataan Ibu, aku memeluknya kembali. Tangisku memang belum mereda, namun setidaknya hatiku lega mendengar jawaban Ibuku. Memang benar jika ada yang bilang “the best place to cry is on a mother’s arms”. Bukan hanya kenyamanan, ketenangan, dan kedamaian, namun juga sebuah perasaan keberuntungan, setidaknya selalu ada seseorang yang menyayangi dan mengasihi kita sepenuh hati, dan dialah Ibu.***

Kumandang adzan mulai terdengar dari surau, sayup – sayup di pergantian sore menuju malam. Aku dan teman – teman sepermainan di kampungku mulai menyudahi permainan gobak sodor kami, bergegas melaksanakan sholat magrib di surau.

Oh ya, perkenalkan namaku Lindra Pratiwi, panggil saja Lindra. Meskipun terlahir di sebuah perkampungan kecil, bukan berarti aku mengeyam pendidikan ala kadarnya. Usai lulus Sekolah Dasar di kampungku, berbekal nilai NEM dengan rata – rata 7,9 dari lima mata pelajaran yang diujikan dalam EBTANAS, aku melanjutkan sekolah menengah pertamaku di kota bersama 3 orang teman SD ku yang lain. Percayalah, bukan karena aku pintar, prestasiku biasa saja, namun semangatlah yang mengantarku bisa diterima di SMP Harapan Negeri, sebuah sekolah yang terbilang paling favorit di daerahku. Setidaknya, aku harus selalu bersemangat menempuh jarak belasan kilometer untuk bisa menimba ilmu di kota setiap harinya.

Usai menunaikan sholat magrib dan mengaji di surau, seperti biasanya aku mulai berkutat dengan buku – buku sekolah, Fisika, Matematika, dan Bahasa Indonesia untuk malam ini. Mengerjakan PR dan membaca – baca materi yang akan diajarkan esok hari menjadi aktivitas rutinku di malam hari.

ting, tung, ting, tung” Bunyi khas handphoneN3310 sebagai pertanda adanya SMS masuk sedikit mengganggu konsentrasiku. Perlahan – lahan aku membukanya seakan ragu untuk membaca pesan apakah gerangan, dan seolah firasatku mengiyakan, aku kembali mendapat message itu. Ibuku yang sedari tadi menemani adikku belajar menatapku dengan tatapan aneh. Aku menghampiri Ibuku dan menyerahkan handphone itu lengkap dengan message yang belum kututup.

“Ibu, kenapa Allah harus menciptakanku dengan kulit hitam dan rambut kriting ini?”

Ibuku masih terdiam selepas membaca SMS dari salah seorang guru Matematika ku di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun