Mohon tunggu...
zulkifli
zulkifli Mohon Tunggu... Lainnya - PNS Kemenkeu

Seorang abdi negara yang mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Keseimbangan Kehidupan-Kerja (Work Life Balance) Antara Teori dan Praktik: Sebuah Perspektif

11 Desember 2020   07:16 Diperbarui: 11 Desember 2020   07:20 2268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memiliki kehidupan yang seimbang antara urusan pekerjaan dan urusan keluarga (pribadi) adalah dambaan setiap karyawan. Pekerjaan seyogyanya dibutuhkan dalam rangka menopang kehidupan pribadi karyawan. Namun demikian, prioritas kehidupan tidak melulu terpaku pada kehidupan pekerjaan karena bagaimana pun karyawan juga membutuhkan kehidupan sosial. 

Porsi waktu pekerjaan yang terlalu besar bebannya menyebabkan seorang karyawan kehilangan waktu untuk kehidupan pribadinya. Untuk jangka pendek mungkin hal ini dapat ditoleransi dalam artian kepentingan untuk menyelesaikan pekerjaan sifatnya mendesak dan tidak dilakukan setiap saat. 

Namun demikian, setiap karyawan juga memiliki hak untuk tetap menjaga keseimbangan waktunya antara pekerjaan dan pribadi atau yang disebut dengan keseimbangan kehidupan-kerja (work life balance). Work-life balance (WLB) ini telah digaungkan sendiri oleh Ibu Menteri Keuangan melalui Intruksi Menteri Keuangan nomor IMK-346/IMK.01/2017 tentang Gerakan Efisiensi sebagai Penguatan Budaya Kementerian Keuangan. 

Salah satu wujud dari gerakan WLB ini adalah pemanfaatan jam kerja efektif dan meminimalkan jam lembur dengan memperhatikan tanggung jawab dan penyelesaian tugas. Gerakan WLB ini patut kita apreasiasi sebagai perwujudan atas realisasi gerakan efisiensi jam kerja dan di sisi lain sebagai pemenuhan jam sosial yang merupakan hak asasi setiap karyawan untuk tetap memerhatikan kehidupan pribadinya terlebih selama masa pandemi covid-19 yang telah dialami sejak awal Maret tahun ini.   

Teori Work-Life Balance

WLB atau keseimbangan kehidupan-kerja adalah suatu keadaan dimana individu mampu mengatur dan membagi antara tanggung jawab pekerjaan, kehidupan keluarga dan tanggung jawab lainnya sehingga tidak terjadi konflik antara kehidupan keluarga dengan karir pekerjaan serta adanya peningkatan motivasi, produktivitas dan loyalitas terhadap pekerjaan (Riadi: 2017). 

Istilah WLB ini kali pertama dikenalkan di Inggris pada tahun 1970-an. Kesadaran akan pentingnya WLB dewasa ini mulai diperhatikan oleh di dunia industri, salah satu bentuk WLB ini adalah dengan memberikan adanya kegiatan refreshing di luar kantor dalam bentuk outbound atau kegiatan tur bersama.

Beberapa teori mengenai WLB yang penulis sarikan dari berbagai sumber:

  • WLB adalah suatu keadaan seimbang pada dua tuntutan di mana pekerjaan dan kehidupan seorang individu adalah sama. Di mana WLB menurut pandangan pegawai adalah pilihan mengelola kewajiban kerja dan pribadi (tanggung jawab kepada keluarga) sedangkan pandangan perusahaan terhadap WLB adalah tantangan untuk menciptakan budaya yang mendukung di perusahaan di mana pegawai dapat focus pada pekerjaan mereka ketika berada di tempat kerja (Lockwood: 2003). Lockwood juga memperkenalkan konsep family-friendly benefits yaitu manfaat yang ditawarkan kepada pegawai untuk mengatasi masalah pribadi dan komitmen pada keluarga dan pekerjaan tanpa harus mengabaikan tanggung jawab karyawan.
  • Menurut Clark dalam Fapohunda (2014), WLB memiliki konten yang baik dalam pekerjaaan dan di luar pekerjaan dengan minimalnya konflik. WLB ini tentang bagaimana seseorang mencari keseimbangan dan juga kenyamanan dalam pekerjaan dan di luar pekerjaannya. 

Dari beberapa teori WLB di atas, WLB secara umum berkaitan dengan waktu kerja, fleksibilitas, kesejahteraan, keluarga, demografi, migrasi, waktu luang dan sebagainya atau secara harfiah dapat dikatakan bahwa WLB adalah suatu keadaan ekuilibrium atau keseimbangan antara tuntutan dan kepuasan terhadap karir dan kehidupan rumah tangganya.

Aspek WLB

Setidaknya terdapat tiga aspek yang berperan peran dalam terciptanya WLB menurut Greenhaus (2003). Ketiga aspek tersebut adalah 1) keseimbangan waktu yang mengacu pada kesetaraan waktu antara karir dan keluarga; 2) keseimbangan peran di mana keterlibatan psikologis dalam karir dan kehidupan pribadi sehingga potensi konflik dapat diminimalkan; dan 3) keseimbangan kepuasan yang mengacu pada tingkat kepuasan yang seimbang seseorang antara karir dan keluarga. Sedangkan menurut Hudson (2005), WLB meliputi beberapa aspek berikut:

  • keseimbangan waktu (time balance) yakni terkait dengan jumlah waktu yang diberikan baik untuk bekerja dan untuk keluarga. Sebagai contoh, seorang pegawai selain bekerja juga membutuhkan waktu untuk rekreasi, berkumpul Bersama teman dan juga menyediakan waktu untuk keluarga.
  • Keseimbangan keterlibatan (involvement balance) yaitu menyangkut keterlibatan tingkat psikologis atau komitmen untuk bekerja dan di luar pekerjaan. Keseimbangan ini melibatkan tingkat stress dalam bekerja dan kehidupan keluarga pegawai.
  • Keseimbangan kepuasan (satisfaction balance) yaitu tingkat kepuasan yang dirasakan pegawai baik di dalam pekerjaannya maupun dalam kehidupan pribadi pegawai tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi WLB

Menurut Scharbracq, dkk (2003) terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi WLB pegawai yang bersumber dari karakteristik berikut:

  • Kepribadian

Kepribadian pegawai berpengaruh terhadap kehidupan baik di dalam dan di luar pekerjaan di mana pegawai yang memiliki secure attachment (Summer: 2013) mengalami positive spillover dibandingkan dengan pegawai dengan insecure attachment.

  • Keluarga

Harmonisnya tidaknya hubungan karyawan di keluarga mempengaruhi ada tidaknya konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

  • Pekerjaan

Pola kerja, beban kerja dan jumlah waktu yang digunakan pegawai dalam bekerja dapat memicu terjadinya konflik baik di dalam urusan pekerjaan maupun kehidupa pribadi karyawan.

  • Sikap  

Perwujudan dari penilaian pegawai terhadap berbagai aspek dari dunia sosial di mana penilaiannya ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, perasaan-perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi WLB pegawai.  Kecerdasan emosi memiliki pengaruh signifikan atas hal-hal yang dialami dan dirasakan pegawai ketika menjalankan pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Manfaat WLB

Menurut Martinez (2009) WLB dapat mempengaruhi kehidupan pegawai secara positif yang tercipta dengan adanya: pengurangan jam kehadiran, pengurangan turnover, peningkatan produktivitas, mengurangi biaya lembur dan mempertahankan klien. Beberapa manfaat WLB di antaranya membuat kerja pegawai menjadi lebih produktif, kreativitas pegawai dapat ditingkatkan, hidup dapat lebih harmonis dan membaiknya hubungan pegawai baik di dalam maupun di luar kantor.

Praktik WLB di lingkup Tempat Kerja Penulis

Untuk melihat berjalan tidaknya program WLB kiranya penulis perlu memberikan tinjauan atas praktik WLB yang ada di lingkup Kementerian Keuangan umumnya dan lingkup KPPN khususnya sebagai bagian dari unit Kementerian Keuangan.

Beberapa praktik WLB yang ada pada tempat kerja penulis:

  • Pengurangan jam lembur

Efisiensi jam kerja benar-benar terjadi di KPPN kami dan lembur hampir jarang dilakukan kecuali oleh beberapa pegawai yang merasa perlu untuk bekerja di luar jam kerja. Sebagian besar dari pegawai memilih untuk pulang tepat waktu setelah jam kerja untuk kehidupan pribadi mereka. Pemanfaatan jam lembur terjadi lebih disebabkan karena masih adanya anggaran dana taktis untuk lembur. 

Mungkin praktik lembur ini bisa berbeda jika anggaran untuk lembur tidak ada. Sebagai informasi, kadang kala lembur dilakukan pegawai KPPN tidak hanya dalam rangka mengerjakan tugas sehari-hari dan masalah penyerapan anggaran akan tetapi juga dalam mencari kesibukan pada akhir pekan karena memang penulis akui bagi pegawai yang jauh dari keluarga alternatif mengisi waktu luang kadang digunakan untuk lembur di kantor. Terlebih selama masa pandemi covid-19 ini lembur benar-benar ditiadakan dan kalaupun kami lembur itupun karena sifatnya sukarela dan tidak dibayar.

  • Jumat krida

Salah satu program WLB yang penulis nilai baik adalah pelaksanaan jumat berolahraga. Ini merupakan salah satu program WLB yang cukup efektif dalam meningkatkan soliditas dan kebersamaan antar pegawai pada saat jam kerja. Jumat krida ini juga banyak dilakukan tidak hanya di lingkup KPPN saja akan tetapi banyak juga kantor pemerintahan yang melaksanakan jumat krida yang berdampak positif terhadap psikologis pegawai. 

Sayangnya kegiatan olahraga bersama terpaksa dikurangi untuk yang sifatnya di luar ruangan seperti bola voli, sepak bola dan sebagainya selama masa pandemi ini. Namun demikian, kami masih ada kegiatan jalan bersama dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan sebagai pengganti jenis kegiatan olahraga sebelum masa pandemi.

  • Pelaksanaan kegiatan bersama capacity building tahunan

program capacity building diadakan satu kali dalam satu tahun ini baik dampaknya bagi para pegawai namun demikian penulis berharap program ini bisa dilaksanakan minimal dua kali dalam satu tahun. Memang anggaran menjadi kendala untuk pelaksanaan kegiatan ini akan tetapi ada beberapa kegiatan capacity building yang berbujet murah yang belum dilaksanakan oleh KPPN. 

Kegiatan ini penulis nilai adalah sebuah kebutuhan dasar bagi pegawai agar mereka tidak melulu disibukkan dengan urusan pekerjaan belaka dan juga sebagai sarana refreshing dari suasana kantor. Sehubungan dengan adanya pandemi corona, kegiatan di tahun ini masih ditunda hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan dengan alasan masalah kesehatan.

  • Waktu untuk kehidupan pribadi/keluarga pegawai

Komposisi pegawai di KPPN Masohi terdiri dari 20% pegawai lokal dan sisanya 80% adalah pendatang. Sebagian besar pegawai yang berasal dari luar kota Masohi adalah tidak membawa keluarga ketika memilih mengabdi dan bekerja di KPPN dikarenakan faktor fasilitas pendidikan, kesehatan dan faktor lainnya seperti masalah pekerjaan istri pegawai KPPN yang tidak bisa ditinggalkan (commuter marriage). 

Karena hidup jauh dari keluarga menyebabkan para pegawai pendatang kurang memiliki waktu untuk kehidupan keluarga mereka. Mahalnya harga tiket juga menjadi kendala bagi para pegawai pendatang untuk bisa sering menemui keluarga ditambah dengan adanya masa pandemi sebagian besar dari pegawai pendatang kesulitan untuk pulang menemui keluarga bahkan penulis sendiri baru bisa pulang ke tempat tinggal setelah tujuh bulan lamanya. S

arana meluangkan waktu luang lebih banyak dipraktikkan dalam bentuk video call, telepon dan sistem pesan online (whatsapp atau sms). Ini yang penulis tinjau kurang baik untuk psikologis pegawai.

WLB adalah sebuah keniscayaan bagi para pegawai karena hidup mereka tidak melulu berkutat pada masalah pekerjaan. Sejauh ini program WLB berjalan cukup baik namun berpotensi terjadinya friksi bagi pegawai dengan commuter marriage.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun