Ucapan tegas bayang putih itu menjadi timer pengingat, bahwa wanita yang baru saja menjawab segala tanya di sampingku adalah bidadari yang tak boleh aku merasa kecewa, kehadirannya harus menjadi simbol keagungan dan kesucian cinta yang selama ini aku damba dan tuliskan lewat bait-bait puisi juga cerita-cerita imajinasiku yang liar.
"Dik, terima kasih. Waktu yang kau beri tak akan sia-sia, kesempatan yang kau beri tak akan terbuang percuma" aku coba menjawab, sembari memastikan niatku sangat kokoh.
Niatku memang dari awal sudah kokoh, bagaimana aku mendapatkan kokohnya niat itu sangat ghoib. Prosesnya tak jelas, namun semakin hari kian terasa.
"Akan ku pastikan, sejak saat ini, aku akan menjadi manusia pertama yang berdiri tepat di belakangmu sebagai pendorong, berdiri lurus di depanmu sebagai penuntun, tanganmu akan ku genggam kuat, ku tarik dan ku bawa terbang menemukan puing-puing indahnya hidup dengan saling berbagi kasih" aku menjawab, membathin dalam hati.
Oh iya, tiga tahun sebelum ini, aku adalah orang yang putus asa, aku adalah laki-laki pengecut yang dengan sadar terinjak-injak harga dirinya, yang dengan terang ternodai marwahnya sebagai seorang laki-laki.
Oh iya, tiga tahun sebelum ini, aku hanyalah pria yang menunggu waktu tanpa tahu apa yang sedang ditunggu. Aku hanya pria yang berjalan tanpa tahu hendak kemana.
Oh iya, tiga tahun sebelum ini, aku hanya seorang manusia yang hatinya membeku keras, dingin dan tak berbentuk.
Tiga tahun sebelum ini, aku tenggelam oleh keinginan yang asburd, keinginan yang selalu melahirkan luka. Luka yang parah, yang setiap waktu hanya kian parah.
Tapi tahu-kah? Jawaban wanita pemilik senyum yang menawan di sampingku ini seketika menjelma menjadi obat dari segala kegundahan, keraguan dan keputusasaan.
Luka-luka itu secepat kilat tertutup, sembuh dan tak berbekas. Aku menikmati momen dimana jawaban dari wanita yang suaranya merdu saat melantunkan ayat-ayat Allah itu membelai seluruh luka yang tiga tahun sebelum ini mustahil rasanya sembuh.
Karena itu, aku merasa aku sudah ditemukan oleh penyihir putih yang santun. Yang entah bagaimana tatapannya memancarkan magnet kuat agar mendekat, yang tatapannya menyinari jalan agar tak tersesat, yang tatapannya menjadi tangga untuk menjadi lebih mulia.