Seorang guru sekaligus wali kelas di SD Negeri 23 Tanete Kabupaten Soppeng Kecamatan Lalabata, tidak menyangka bahwa dirinya akan dilaporkan oleh orang tua muridnya atas tuduhan penganiayaan. Seperti yang diberitakan oleh kanal berita online, dua orang siswa kelas 6 yakni AP dan AS diduga mengalami penganiayaan oleh wali kelasnya ID setelah keduanya terlibat dalam aksi saling lempar mangga di mushollah (makassarterkini.id, (01/10). Meski sang guru sudah membantah tuduhan tersebut, laporan atasnya tetap bergulir di Kepolisian. Hingga tulisan ini dibuat, belum ada perkembangan berita mengenai kejadian ini.
Nasib serupa juga dialami oleh seorang guru SDN 231 Balangpesoang Kabupaten Sinjai Kecamatan Tellulimpoe. AS dilaporkan ke kepolisian setempat setelah menampar pipi sebelah kiri seorang muridnya. Kejadiannya bermula (01/09), saat  di dalam kelas saat anak terlihat berjalan meninggalkan tempat duduknya untuk mengambil pulpen yang dipinjamkan kepada temannya. Namun, belum sempat pulpen diambil, pelaku yang datang dari luar kelas menghampiri dan langsung menampar korban. Kasus berakhir dengan putusan hukuman penjara 6 bulan kepada sang guru dengan masa percobaan 1 tahun (suarajelata.com, (13/09))
Dikutip dari laman BBC.com, dari Januari hingga 28 September 2024, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada 36 kasus kekerasan "kategori berat" di berbagai satuan pendidikan---termasuk yang terkait kekerasan fisik, seksual, dan psikis serta kebijakan yang mengandung kekerasan. Dari 36 kasus itu, ada 48 pelaku dan 144 korban anak. Tujuh di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Adapun penyebabnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji, mengatakan pada artikel yang sama, maraknya kekerasan anak di sekolah disebabkan oleh adanya guru yang masih "memegang teguh model mental feodal". Hal ini menciptakan relasi antara guru dengan murid seperti atasan dan bawahan.(BBC.com, (6/10))
Benarkah hal ini menjadi penyebab utama adanya kekerasan guru terhadap murid?
Kompleksitas Penyebab Kekerasan Guru
Jika ingin mengetahui penyebab secara komprehensif, Setidaknya ada 4 aspek yang mempengaruhi insiden ini, Pertama, berasal dari murid itu sendiri seperti adanya sikap tidak disiplin, tidak mematuhi aturan sekolah, tidak menghormati guru, dan lainnya dan faktor ini berkaitan langsung dengan pola asuh orang tua di rumah atau si anak terpapar oleh tontonan tidak mendidik. Kedua, faktor yang berasal dari dalam diri sang guru seperti inkompetensi guru menghadapi murid yang tidak disiplin sehingga melakukan aksi instan berupa ancaman dan pukulan, Hingga kondisi kelelahan (burn out) akibat beratnya beban guru yang berbanding terbalik dengan upah dan penghargaan yang diterima. Ketiga Faktor struktural sistem pendidikan yang menempatkan guru dengan murid layaknya atasan dan bawahan dan Keempat adanya faktor kultural budaya masyarakat yang masih membenarkan aksi kekerasan guru terhadap murid (psikologmalang.com, 2023).
Berdasarkan referensi ini, pihak-pihak yang mengambil kesimpulan bahwa penyebab kekerasan karena adanya prinsip feodal pada guru saja, bisa dianggap menyudutkan guru. Peran guru pun dalam mendisiplinkan murid menjadi dilematis. Jika anak diberikan hukuman fisik, guru bisa tertuduh melakukan kekerasan. Sementara saat murid dibiarkan, ia menjadi tak disiplin hingga melakukan hal seenaknya saja.Â
Guruku sayang Guruku Malang
Meski Peringatan hari guru sedunia sudah berlalu yakni sejak tanggal 5 Oktober lalu. Namun perlu menilik tema yang diambil UNESCO untuk  Peringatan kali ini, "Valuing teacher voices: Towards a new social contract for education" (menghargai suara guru: menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan). Tema ini menekankan pada pentingnya peran guru dalam membentuk masa depan serta menjadi kebutuhan mendesak memasukkan suara(perspektif) mereka ke dalam kebijakan pendidikan dan proses pengambilan keputusan tentunya demi mewujudkan pendidikan yang berkualitas (Tirto.id, (05/10)
Tema ini bisa jadi angin segar bagi guru. Mereka bisa menjadikan tema ini sebagai momentum untuk menyuarakan isi hati mereka. Mengungkapkan masalah-masalah yang membelit mereka. Mulai dari jaminan kesejahteraan atas guru, kurikulum pendidikan yang menyibukkan guru dalam persoalan administrasi, kurangnya penghargaan sehingga guru rentan dilaporkan atas kasus kekerasan terhadap murid, hingga tingginya tekanan hidup yang menghilangkan jati diri guru sebagai pendidik yang berujung pada kekerasan yang menyebabkan murid meregang nyawa atau kekerasan seksual.
Seperti yang dikutip dari laman detik.com, Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada mei 2024 melakukan survei terhadap 403 guru di 25 Provinsi di Indonesia terkait upah yang mereka dapat. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 74% responden mendapatkan gaji di bawah Rp2 juta dan sebagian lagi di bawah Rp500rb. Ini menunjukkan gaji guru honorer masih di bawah Upah Minimum Kabupaten Kota 2024 terendah.