Mohon tunggu...
Zulfaa Safinatun
Zulfaa Safinatun Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Maa Fii Qalbi Ghairullah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berdamai dengan Kehidupan

24 Februari 2021   21:00 Diperbarui: 24 Februari 2021   21:06 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Halah engga usah banyak ngeles deh pak!" potong si penjual mentega.

"Sekarang juga bapak ikut saya ke Pengadilan Hukum. Saya akan melaporkan bapak atas penipuan yang bapak lakukan." Lanjut si penjual mentega.

Atha yang diam-diam mendengar pembicaraan ayah nya dan si penjual mentega itu, terkejut ketika melihat ayah nya dibawa sacara paksa ke Pengadilan Hukum.

" Ayah! Ayah mau kemana? Ayah jangan tinggalkan Atha sendiri disini." kata Atha yang menangis sambil memeluk erat ayahnya.

" Ayah tidak akan meninggalkan Atha. Ayah ada urusan sebentar ya nak. Tunggu ayah di rumah yaa nak." kata ayah Atha yang melepaskan pelukan Atha.

Melihat kepergian ayah nya, Atha semakin sedih. Atha tidak sabar menunggu kedatangan kembali ayah nya ke rumah.

Sesampainya mereka di Pengadilan Hukum, hakim bertanya kepada ayah nya Atha apakah dia menggunakan alat ukur berat apa pun untuk menimbang roti tersebut.

" Hormat, saya primitif. Maaf yang mulia, memang benar saya tidak punya alat apa pun untuk menimbang roti tersebut dengan ukuran yang tepat. Tetapi saya memiliki skala yang digunakan untuk menimbang berat roti tersebut. " jelas ayah nya Atha.

Hakim bertanya, " Skala? Lalu bagaimana anda bisa menimbang roti tersebut? Skala apa yang yang anda gunakan? "

Ayah nya Atha pun menjawab dengan tenang, " Izin kan saya menjawab yang mulia. Jauh sebelum penjual mentega mulai membeli roti kepada saya, saya telah membeli satu pon mentega darinya. Setiap hari ketika si penjual mentega itu membawa mentega nya saya selalu menimbangnya menggunakan skala. Dan sekarang ketika kami menukarkan barang yang kami punya satu sama lain, saya memberinya berat roti yang sama dengan menggunakan skala tersebut. Jika ada yang harus disalahkan, itu adalah si penjual mentega. Karena saya menimbang roti tersebut dengan skala yang saya gunakan pada mentega yang saya beli darinya. "

Mendengar penjelasan dari ayah nya Atha, si penjual mentega itu sangat malu hingga tidak berani menampakkan muka nya ke hadapan ayah nya Atha maupun kepada Hakim. Kepala nya tertunduk saking malu nya. Setelah mendengar pengakuan dari tersangka. Hakim pun memutuskan,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun