Dan kesialan Ferdi bermula di sini, ketika ia dengan segenap keluhuran budi pekerti mengajukan diri untuk menemani Hasan untuk meminta izin dan meminta petunjuk atas niatan mulia calon pilar Indonesia emas ini.
Tentu Ferdi sudah memiliki hitung-hitungan, berdasarkan film-film yang ia tonton, serta novel-novel yang ia baca, ia bisa memastikan bahwa pembakal alias kepala desa ini pastilah memiliki putri yang cantik. Kesimpulan itu ia dapatkan setelah melihat tampilan sangar si pembakal ketika pertama kali mereka minta izin di rumah beliau. Bukankah itu sudah rumus pasti bahwa ayah berwajah seram pastilah memiliki anak yang cantik?
Tapi selalu ada tapi. Dan untuk memberi kesan sastrawi, maka ungkapan untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak yang dipinjam dari khazanah sastra lawas Indonesia cocok untuk menyebut apa yang dialami Ferdi ini.
Ternyata pembakal berwajah seram dan menguarkan aura bengis, yang apabila ada anak kecil tak sengaja melihat beliau pasti akan kapidaraan alias sawan itu, sama sekali tidak memiliki anak perempuan. Kedua anaknya adalah laki-laki, dan semuanya sekarang jadi anggota TNI.
Dan sialnya lagi, Ferdilah yang akan menjadi model untuk promo pupur dingin tersebut. Tentu niatan awalnya ia ingin anak perempuan pembakal yang akan jadi model pupur dingin tersebut. Tapi ternyata kenyataan sepahit kopi hitam yang disajikan untuk dedemit penghuni pohon beringin menampar harapan Ferdi, pak kepala desa tidak memiliki anak gadis. Dan kini ia sendiri yang harus menjdi model.
Setelah diskusi yang cukup alot, akhirnya proposal kelompok KKN mereka disetujui oleh Pembakal. Dengan satu catatan, bahwa yang bertindak sebagai fotografer dan pengarah gaya haruslah si Pembakal itu sendiri, sementara mahasiswa KKN yang lain bertindak sebagai tim hore.
Dan beginilah sekarang, di bawah terik sinar matahari, yang awan-awanya entah pergi ke mana itu? Ferdi di tengah sawah berusaha mengikuti arahan dan amarah Pembakal dengan pipi codet.
"Mana senyumnya?" Teriak Pembakal dengan suara beratnya.
Ferdi pun memaksakan senyum, sambil setengah membungkuk seolah sedang menanam padi. Sementara jauh di relung hatinya, segala rutuk dan sumpah serapah terhatur untuk si pembakal alias kepala desa.
"Wajahmu harus mengarah sempurna ke kamera, ya tahan, ini posenya bagus!" ucap si Pembakal sambil memegang kamera.
"Nah, seperti itu. Gayanya sudah oke. Kan dengan seperti ini produk pupur dingin cap Bunga Padi akan terlihat sempurna di kamera."