Setelah semuanya sempurna basah oleh air hujan, semua yang ada di sana seakan menguap di mata Kartika, siluet demi siluet membentuk orang-orang, sebuah keluarga kecil yang bahagia, seperti film, ceritanya berlanjut.
Rendra berada di sisi Kartika, mencatat apa saja yang dilihat Kartika. Sesekali menyelanya, menanyakan detail, bergumam, membuat narasi, dan menciptakan dialog dari adegan yang dilihat Kartika.
Sebuah keluarga kecil yang bahagia. Semuanya tampak sempurna, si suami memiliki pekerjaan dan penghasilan yang bagus, istri yang cantik dan keibuan, serta seorang anak laki-laki lima tahun. Begitulah yang digumamkan oleh Rendra, yang kemudian ia tulis di buku.
Si suami yang semula karirnya mulus, mulai mendapat beberapa masalah di kantornya. Satu dua kali, ia dapat menyelesaikannya dengan baik. Namun, tidak semua masalah di pekerjaan dapat tertangani dengan baik, apalagi setelah penipuan yang dilakukan oleh sahabat, yang telah ia anggap seperti saudara sendiri. Masalah itu membuatnya sering meradang.
Ia yang semula penyayang kini berganti pemarah. Seakan ada sosok lain yang mengambil alih diri si suami. Sementara si istri, yang memilih bersetia dengan ikrar cinta mereka tetap bertahan mendampingi si suami apapun yang terjadi.Â
Ada jeda yang membuat Kartika tertahan. Siluet di hadapannya kini membuat hatinya sebagai perempuan luluh lantak. Anak lelaki itu, yang merupakan buah cinta pasangan tersebut kini duduk di hadapan ibundanya yang sedang menangis. Tangan kecilnya menyeka jatuhnya air mata sang ibu, dan melalui tatapan mata ia seakan bertanya ada apa.Â
"Ada apa?" tanya Rendra memecah kebisuan Kartika.
Kartika tersentak, lalu setelah beberapa hela napas, ia kembali fokus kepada tugasnya yaitu membaca kenangan, dan memberikan gambaran apa yang pernah terjadi di rumah ini kepada Rendra.
"Oh," ucap Rendra dan dengan sigap ia mencatat.
Siluet demi siluet berganti, seperti pergantian babak dalam film. Aroma air hujan yang bercampur debu di dalam rumah yang sudah lama kosong itu menimbulkan sensasi aneh di hidung Kartika.Â
Kartika berjalan ke sudut lain, mencoba melengkapi puzzle, mencari babak berikutnya dalam kehidupan keluarga yang pernah tinggal di rumah kosong ini. Lalu langkah kakinya terhenti di ruangan yang dulunya adalah ruang keluarga.