Penulis ingat, menjelang terjadinya Reformasi, dan ketika itu penulis belum mengundurkan diri dari Golkar. Ketika di Tanjung Ledong, di hadapan puluhan para guru, penulis pernah katakan "Kita orang-orang Golkar sedang menjunjung Kuali berisikan minyak panas, kalau kita meleng sedikit, minyak itu akan membunuh kita sendiri".Â
Ketika itu penulis, mungkin teringat peristiwa politik peristiwa PKI tersebut. PKI sebelum hancur, adalah kekuatan Politik terbesar. Golkar juga adalah kekuatan sosial Politik terbesar ketika itu, penulis yakin banyak kebencian dari pihak lain, di masa itu, di masa Orde baru.Â
Ternyata kekuatan besar itu tetap dilumpuhkan, nasib saja Golkar tidak mengalami kehancuran yang fatal. Secara teori, Golkar itu baik, pada perakteknya, jelas ada warna orde baru, di sana ada nilai kesetiaan.Â
Untuk Golkar penulis tidak hanya jadi katak dalam tempurung. Penulis adalah kader, pernah ada di Anggrek Neli Murni, berkomunikasi dengan petinggi Golkar. Bertemu Pak Agung Laksono, membicarakan KPMI eks Bakopmi. Akan tetapi muara pembicaraan walaupun basic-nya Politik, arahnya tetap bertujuan membangun negeri ini secara baik.
Dimulai Lima belas tahun, sebelum dilengserkannya Pak Harto. Negeri ini mengalami kemajuan perekonomian yang baik. Pak Harto itu benci Korupsi, kalau yang dikorupsi itu langsung uang negara. Uang APBN. Versi pemikirannya, uang negara itu titipannya untuk Rakyat negeri ini.Â
Siklus Politik di negeri ini, berputar seperti pusaran roda. Ingatlah sesuatu bisa saja terjadi, dan arogansi kekuasan adalah pemicu terjadinya peristiwa-peristiwa yang sangat tidak menguntungkan untuk negeri ini, bahkan bisa membahayakan bangsa ini.Â
Sebaik-baiknya, adalah pengendalian yang baik bagi siapapun. Baik itu individu-invidu yang berkuasa, maupun penggerak institusinya, berhati-hatilah. Kita bisa lari, namun tidak bisa berpisah dengan bayang-bayang, dan bayang-bayang itu selalu mengejar kemanapun kita lari. (Zulfan Ajhari Siregar-Rantauprapat).