Mohon tunggu...
Zulfan Ajhari Siregar
Zulfan Ajhari Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Buku

Penulis beberapa buku sastra kontemporer, sejarah dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wahai Bangsaku, Jangan Sampai Ada Lagi Kematian demi Kematian seperti Dulu

21 Juli 2020   07:07 Diperbarui: 21 Juli 2020   07:22 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda pernah beberapa kali terlihat di Kantor PKI, coba jelaskan? Ayah saya menjawab, katanya "Saya adalah Tukang, siapapun yang membutuhkan jasa saya, tetap akan saya layani, keberadaan saya beberapa kali di Kantor PKI itu. Tidak lebih dari pada hanya sebagai Tukang Talang, yang bekerja dan menerima upah." 

Ayah saya dikeluarkan dari lokasi penahanan, dibekali surat ketarangan "Tidak Terlibat G.30.S/PKI". Tapi orang yang pernah melihat dia di tempat itu, tetap mencap dia terlibat PKI. Dan ketika saya melintasi waktu sebagai Jurnalis, orang-orang yang merasa terganggu aktivitas saya, pernah menuduh saya "Anak PKI " saya dilitsus di Sospol Labuhanbatu, atas perintah Bupati kepada Ka.Kan Sospol. 

Bukan hanya sekedar itu, tahun 1980-an berkas pengajuan anggota PWI saya, dipulangkan ke redaksi, saya masih dituding "Anak PKI" padahal di sana sudah terlampir SKBB, yang dasarnya adalah SKBD. 

Saya memahami itu, Pak Fauddin Daulay Pemred Koran saya menyarankan agar menggugat oknum yang mengganjal saya, saya katakan. Tak perlulah pak, dia bisa menghempang saya untuk menjadi Wartawan Anggota PWI, namun dia tidak akan pernah bisa menghempang saya menjadi seorang penulis yang kritisi. 

Jawab penulis kepada Pak Fauddin Daulay almarhum, Masa sudah menyeret kami semua, semua sudah sama-sama tua, beberapa waktu yang akan datang, pasti berhitung di akhirat. Namun walaupun saya pernah diganjal, toh LKBN Antara Medan, pernah menggunakan kemampuan saya sebagai Jurnalis, selama enam tahun. Thaks For Pak Yazid Pimpinan LKBN Antara Medan. Saya yang berhenti sendiri, karena ada jalur lain. 

Peristiwa G.30.SPKI itu sudah lama berlalu, walaupun riak-riak kecilnya masih terlihat, bahkan masih muncul seperti "Senapan Karatan yang Masih Digunakan". 

Sewaktu Senapan itu (Tudingan ET/OT terlibat PKI) selalu dijadikan Senjata. Anak-anak eks terlibat sulit untuk bersekolah, ada frustasi, justru anak gadis cantik anak ET. Sulit mencari jodoh. 

Jangan dulu mengkaji ketika peristiwa pasca PKI itu, ada orang yang katanya dibakar hidup-hidup, ada yang katanya digorok tidak mati, pulang kembali kerumahnya, kalau Mayat, Bangkai Manusia tidak usah lagi ditanya. Kampung penulis adalah Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara, semua orang di masa itu tahu banyak jatuh korban, walaupun tidak tahu berapa jumlahnya. Bau Busuk PKI, lebih buruk dari Kusta,

Hal-hal seperti inilah yang penulis khawatirkan, jangan sampai terjadi lagi. Hal seperti itulah yang ingin penulis kemukakan lewat buku "Musafir Pintu Hukum", jangan sampai anak negeri ini lalai. 

Peristiwa itu terjadi, akibat dari benturan rasa marah, rasa tidak lagi memandang sesama manusia, lantas membunuh adalah suatu hal yang biasa, bahkan menjadi hiburan.

Penulis tidak mengintervensi permasalahan politiknya. Sebelum ayah penulis meninggal dunia, dia pernah berpesan, agar kami anak-anaknya jangan lagi berkecimpung dalam Partai Politik. Tapi kenyataannya memang lain, penulis justru pernah menjadi pengurus pleno di Golkar Kabupaten Labuhanbatu, pernah menjadi Jurkam Golkar, pernah menjadi pemberi ceramah terhadap kader-kader Golkar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun