Mereka kemudian bersiap untuk mencari, mereka terbagi emapat penjuru mata angin, Hami dan kari ka timur mengarah laut sedangakan yang lain mengarah ke arah yang lain, mentari mulai tampak membias dari Gunung Bawakaraeng. langkah kaki mereka semakin cepat, berdoa menyusul Perempuan itu. Tiba-tiba Hami melihat bekas seseorang yang telah melewati semak-semak.
"Dia pasti lewat sini". Ucap Hami
Mereka kemudian melepaskan tembakan kearah semak-semak hutan, letusan dan bauh bubuk mesiuh mengisi pagi itu, setelah menembakkan peluru sepuluh kali, mereka kemudian melanjutkan pencarian. Pencarian mereka sampai di bibir tebing, mereka melihat ceceran darah di ilalang dan daun-daun. Mereka yakin, peluru mereka telah menemui sasarannya.
Pencaharian mereka berlanjut, mereka mengikuti darah yang ada di daun-daun dan semak belukar. Kari dengan perasaan taku berjalan didepan, Ia berencana menebas perempuan itu jika menemukannya, karena Ia akan mendapatkan hukuman yang berat jika teman-temannya mengetahui jika Ia telah melepaskan tawanan yang Ia jaga. Langkah Kari semakin cepat melawati hutan mengikuti jejak darah di daun-daun.
Letusan senjata terdengar, Hami yang telah menemukannya.
"Ketemu". Teriak Hami.
Kari kemudian berlari menuju suara, teriakan Hami. sesampai di sumber suara, Kari terpaku melihat perempuan yang telah Ia lepaskan dengan Bayi penuh darah ditangannya, Perempuan itu telah melahirkan seorang puteri, yah... Puteri, Puteri dengan ari-ari yang belum terpotong.
"Serahkan anak itu !". Ucap Kari.
Perempuan itu tetap saja terdiam, terdiam lemas ditempatnya Ia memangku anaknya tanpa sehelai pun kain menutupi tubuhnya, perempuan itu telanjang karena sarung yang ia kenakan dipakai membungkus bayi yang Ia lahirkan. Perempuan itu kemudian menatap bayi perempuan yang telah Ia lahirkan dan menyerahkannya.
Hami yang menerima bayi itu, Tanpa ragu, Kari menebas leher perempuan itu dan berkata
"Maaf... !, biarkanlah saya yang merawat puterimu".