Menurut jumhur ulama radd diberikan kepada semua Ashabul furudh kecuali suami atau istri ayah dan kakek dengan demikian rad diberikan kepada 8 golongan: 1. Anak perempuan. 2. Anak perempuan dari anak laki-laki. 3. Saudara perempuan sekandung. 4. Saudara perempuan seayah. 5. Ibu. 6. Nenek. 7. saudara laki-laki Seibu. 8. saudara perempuan Seibu
 Cara memecahkan masalah. Apabila persamaan Ashabul furud ditetapkan ahli waris yang tidak mendapatkan bagian berupa salah seorang suami atau istri maka salah seorang suami atau istri mengambil bagiannya dari harta pokok peninggalan. Sisa sesudah bagian ini untuk Ashabul furud sesuai dengan jumlah mereka apabila terdiri atas satu golongan. Apabila bersama Ashabul furud tidak didapatkan salah seorang suami istri maka sisa harta peninggalan sesudah bagian mereka dikembalikan sesuai dengan jumlah mereka apabila mereka terdiri atas satu golongan.
 Contohnya seseorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri dari suami anak perempuan dan ibu harta yang ditinggalkan setelah dipotong biaya Pemakaman dan keperluan lain tersisa 72 juta. bagian suami 1/4 anak perempuan 1/2 dan ibu 1/6. Jumlah asal masalah semula 12 kemudian diiradkan menjadi 11 sehingga uang 72 juta dibagi 12 (asal masalah asli) yaitu 6. Maka bagian suami 12 / 4 = 3. 3 * 6 juta = 18 juta. Bagian anak perempuan 12 / 2 = 6. 6 * 6 juta = 36 juta.Bagian ibu 12 / 6 = 2. 2 * 6 juta = 12 juta
 Ada sisa uang sebanyak 6 juta maka bagian anak perempuan 1/2 dan bagian ibu 1/6. Penyebut keduanya ditambahkan menjadi 8. Jadi bagian anak perempuan 6/8 * 6 sama dengan 4,5 juta sementara bagian Ibu 2/8 * 6 = 1,5 juta. Maka hasil akhirnya anak perempuan mendapatkan harta waris murni sebanyak 36 juta + 4,5 juta dari Rat maka bagiannya 40,5 juta. Sedangkan ibu bagian waris murninya adalah 12 ditambah 1,5 dari Rad maka bagiannya 13,5 juta. Dan untuk suami bagiannya yaitu 18 juta.
Kompilasi problematika hukum waris Islam, Kewarisan anak dalam kandungan hamlu. Ada dua syarat bagi anak yang masih dalam kandungan untuk dapat memperoleh harta peninggalan yaitu sebagai berikut: 1. Janin dalam kandungan harus sudah positif keberadaannya dalam perut ibu pada waktu pewaris meninggal dunia. 2. pada saat lahir harus dalam keadaan hidup. Hukumnya dalam pewarisan anak yang masih dalam kandungan Ibu termasuk ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan sebagaimana ahli waris lainnya, Batas waktu maksimal dan minimal bagi kandungan. Batas waktu minimal terbentuknya janin dan dilahirkan dalam keadaan hidup adalah 6 bulan
 Hunsa / pewarisan waria. Adalah orang yang diragukan dan tidak diketahui Apakah ia laki-laki atau perempuan. Apabila tidak diketahuinya Hal tersebut karena tidak muncul tanda-tanda atau muncul tetapi bertentangan ia dinamakan hunsa yang muskil. Jumlah ahli waris hunsamuskil : a. jihat bunuwah garis anak, yaitu anak dan cucu. b. jihat ukhuwah garis saudara, yaitu saudara dan anak saudara (keponakan). c. jihat 'umumah garis paman, yaitu paman dan anak paman (sepupu). d. jihat wala' perwalian buda, yaitu tuan yang telah memerdekakan budaknya
 Cara menghitung kadar bagian hunsa musykil. Hal tersebut tidak terlepas dari lima keadaan sebagai berikut: a. Baik dikira laki-laki atau perempuan si hunsa sama Bagian yang sama besarnya. b. Perkiraan laki-laki lebih banyak penerimaannya daripada perkiraan perempuan. c. Penerimaan atas perkiraan perempuan lebih banyak daripada penerimaan perkiraan laki-laki. d. Hanya dapat menerima warisan kalau diperkirakan laki-laki saja sedangkan kalau diperkirakan perempuan tidak dapat menerima warisan. e. Hal yang dapat menerima warisan kalau diperkirakan perempuan saja sedangkan kalau diperkirakan laki-laki ia tidak dapat menerima warisan
 Wasiat. Menurut hukum kewarisan islam wasiat merupakan penghibahan harta dari seorang kepada orang lain atau kepada beberapa orang sesudah meninggalnya orang tersebut. Dasar hukum wasiat yakni Alquran surat al-baqarah ayat 180 dan surat Al Maidah ayat 106.Â
Pengertian warisan menurut KUH perdata tercantum dalam pasal 875 yakni surat wasiat atau statement adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Para ulama sepakat orang yang meninggalkan ahli waris tidak boleh memberikan wasiat lebih dari sepertiga hartanya. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi ahli waris supaya mereka tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan tinggalkan pewaris.
 Wasiat wajibah. Sebagian ulama berpendapat kebebasan untuk membuat wasiat atau tidak hanya berlaku jika orang-orang yang bukan kerabat dekat. Untuk kerabat dekat yang tidak mendapatkan warisan atau bukan ahli waris maka seseorang wajib membuatkan wasiat untuknya. Namun ulama berbeda pendapat dalam menentukan kewajiban berwasiat tersebut.
 Menurut undang-undang wasiat Mesir nomor 71 tahun 1946 ditegaskan bahwa besarnya wasiat wajibah adalah sebesar yang seharusnya diterima oleh orang tua seandainya ia masih hidup dengan ketentuan tidak lebih dari sepertiga warisan, juga dengan syarat Cucu itu bukan termasuk ahli waris yang menerima warisan dan Pewaris hanya boleh memberikan kepadanya seperti yang telah ditentukan.