Mohon tunggu...
Zuhri mawardi
Zuhri mawardi Mohon Tunggu... Musisi - pendidikan bahasa arab

santuy, aman dan enjoy

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Buku "Filsafat Ilmu dalam Perspektif Islam"

7 Maret 2020   18:00 Diperbarui: 7 Maret 2020   18:05 2428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

b) Kelompok yang berusaha untuk memunculkan persemakmuran sains di negara-negara islam, karena kelompok ini berpendapat, bahwa ketika sains berada dalam masyarakat islam, maka fungsinya akan termodifikasisehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan cita-cita islam. Barangkali tokoh Ismail Raji Al-faruqi, Naquib Al-Attas, Abdussalam dan kawan-kawan bisa diklasifikasikan dalam kelompok ini, dengan konsep islamisasinya.

c) Kelompok yang ingin membangun paradigma baru (epistemologi) islma, yaitu paradigma pengetahuan dan paradigma perilaku. Paradigma pengetahuan memusatkan perhatian pada prinsip,konsep, dan nilai utama islam yang menyangkut pencarian bidang tertentu; dan paradigma perilaku menentukan batasan-batasan etika di mana para ilmuwan dapat dengan bebas bekerja(sardar,1988:102). 

Paradigma ini berangkat dari Al-Qur’an bukan berakhir dengan Al-Qur’an sebagaimana yang diterapkan oleh Bucillisme. Kelompok ini diwakili oleh Fazlurrahman, Ziauddin sardar dan kawan-kawan.

Upaya pencarian ilmu pengetahuan dalam islam atau memang bukan hal yang baru, melainkan sudah dilakukan oleh ulama-ulama sejak dahulu. Persoalan ini bermula dari perspektif mereka menegenai”apakah Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan atau hanya sebagai petunjuk agama saja?” dari sini lantas muncul dua kelompok. 

Pertama misalnya seperti yang dikatakan Al-Ghazali dalm kitab ihya’ ulumuddin beliau mengatakan, bahwa seluruh ilmu tercakup dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan Al-Qur’an adalah penjelas esensi-esensi dan perbuatan-NYA.

Kelompok kedua, seperti yang diwakili oleh As-Syatibi mengatakan, bahwa orang-orang shalih jaman dulu (para sahabat) tidak berbicara bentuk-bentuk ilmu, padahal mereka lebih memahami Al-Qur’an.

Al-Maraghi berpendapat, bahwa Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip umum, artinya seseorang dapat menurunkan seluruh pengetahuan tentang perkembangan fisik dan spiritual manusia yang ingin diketahuinya dengan bantuan prinsip-prinsip tersebut.

Dan kewajiban ilmuwan adalah menjelaskan rincia-rincian yang diketahui pada masanya kepada masyarakat. Adalah penting menafsirkan makna ayat dalam sorotan sains. Tetapi juga tidak boleh berlebih-lebihan menafsirkan fakta-fakta ilmiah denagn mencocok-cocokkan Al-Qur’an.

Zubeir dalam (fatimah ed.1922:104-107) berpendapat, bahwa terdapat empat sumber pengetahuan yang berbeda menurut tingkat dan kualitas kemampuannya, tetapi pada hakikatnya merupakan satu kesatuan, yaitu : 1) pengetahuan inderawi,2) pengetahuan naluri,3) pengetahuan rasio, 4) oengetahuan intuitif/imajinatif dan,5) pengetahuan Transenden/wahtu.

Beralih ke pembahasan yang mana menjelaskan tradisi keilmuan islam; sebagaimana dicatat oleh Ahmad  Amin(1969:141) bahwa pada awal timbulnya islam, barulah tujuh belas orang suku Quraisy yang pandai baca-tulis. Nabi menganjurkan para pengikutnya untuk belajar membaca dan menulis. Sebagaimana Aisyah istri Nabi mengajarkan ank angkatnya untuk belajar tulisan ibrani dan suryani. 

Sejak itulah gerakan melek huruf untuk pertama kalinya dilakukan islam dalam rangka pengamalan ilmu sehingga berkembang  secara menyeluruh dan dalam skop yang lebi luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun