Naryo masih berdebat dengan pikirannya sendiri. Mungkin, yang berfikir sama seperti Naryo sudah sangat banyak. Tapi pikiran itu seringkali hanya seperti ampiran saja, datang lalu pergi entah kemana. Naryo tahu semua itu memang butuh tangan yang serius menangani pendidikan.
Namun, pagi itu, di bawah langit yang mulai menitikkan gerimis, Naryo tetap melangkah ke sawah. Harapan akan masa depan anaknya selalu menjadi pupuk terbaik bagi semangatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!