“Al-Imam Ibnu Jauziy Rahimahullah berkata, diantara keistimewaan Maulid Nabi adalah keadaan aman (pencegah mushibah) pada tahun itu, kabar gembira serta segala kebutuhan dan keinginan terpenuhi” kitab As-Sirah Al-Halabiyah (1/83-84) karangan Al-Imam ‘Ali bin Burnahuddin Al-Halabiy.
Pendapat Al-Imam Junaid Al-Baghdadiy Rahimahullah (wafat 297 H), masih termasuk generasi shalafuh shaleh. Beliau menuturkan beruntungnya keimanan seseorang yang menghadiri Maulid Nabi,
قال الجنيدي البغدادي رحمه الله: من حضر مولد الرسول وعظم قدره فقد فاز بالايمان
“Imam Junaid al-Baghdadiy rahimahullah berkata, barangsiapa yang menghadiri Maulid ar-Rasul dan mengagungkannya (Rasulullah), maka dia beruntung dengan keimanannya” Kitab I’anah Thalibin (Syarah Fathul Mu’in) Juz. 3 hal. 415, karangan Al-‘Allamah Asy-Syekh As-Sayyid Al-Bakri Syatha Ad-Dimyathiy. Darul Fikr, Beirut – Lebanon.
Jadi para ulama telah menyampaikan bahwa walaupun Rasulullah mencontohkan dan mengabarkan bahwa puasa pada hari Senin adalah sekaligus memperingati hari kelahirannya namun kaum muslim beoleh memperingati Mauldi Nabi dengan amalan atau kebiasaan-kebiasaan lainnya selama amalan atau kebiasaan tersebut tidak melanggar laranganNya atau selama amalan atau kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah
Amalan atau perbuatan untuk mengisi acara Maulid Nabi termasuk ibadah ghairu mahdhah dan termasuk dalam rangka syiar agama Islam
Hal yang harus kita ingat selalu bahwa semua amalan atau perbuatan kaum muslim adalah untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (QS al Hijr [15] : 99)
Para ulama yang sholeh terdahulu mengklasifikasikan ibadah ke dalam dua jenis yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah sebagaimana contoh pembahasan pada http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/