Mohon tunggu...
Sarah Nurul Khotimah
Sarah Nurul Khotimah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Unpad Bandung; buku, musik, film, game, dan perjalanan ... http://zohrahs.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Membaca" Film Supernova

27 Desember 2014   13:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:22 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai novel yang akhirnya diadaptasi menjadi film, menurut saya nggak masalah jika film tidak menceritakan detail novel. Dalam film-film adaptasi yang lain, saya hampir jarang membandingkan antara film dan novelnya karena berbeda antara saya menjadi pembaca dan saya menjadi penonton. Menurut saya adaptasi film yang bagus adalah yang membuat cerita serupa tapi membuat penonton tidak terlalu terbayang-bayang novelnya ketika menonton. Yang mengganggu justru ketika saya menonton, saya ‘dipaksa membaca’ (lagi).

Ketika saya menonton Perahu Kertas yang skenarionya ditulis oleh penulis novelnya sendiri, saya menyadari bahwa film bagus yang diadaptasi dari novel adalah yang membuat penonton melupkan novelnya. Coba saya ingat beberapa dialog antara film dan novel yang berbeda tapi memiliki makna yang sama dan akhirnya menyajikan hal baru yang tidak membosankan.

Novel: Lagu Karmachamaleon diputar ketika Kugy packing. | Film: Lagu Karmachamaleon diteriakan oleh Kugy dan Keenan.

Novel: “Aku nggak tahu, ya, kamu ini datang dari planet mana.” | Film: “Aku nggak tahu, ya, selama ini kamu hidup di gua mana.”

Novel: Cerita Kugy pindah ke Bandung diceritakan dalam narasi. | Cerita Kugy pindah ke Bandung disampaikan melalui surat untuk Neptunus.

Surat-surat yang ditulis Kugy juga kayaknya nggak setiap katanya sama. Plotnya pun tidak mengikuti semua isi novel meski penulis skenarionya adalah penulis novelnya. Dan, dialog yang tidak ada di novel tapi ada di film. “Nggak mungkin, kan, aku masuk fakultas peternakan. Ya, Sastra lah yang paling mendekati.”

=> “Welcome to my Kingdom.”

=> “Welcome to the Jungle.”

=> “Mendengar kamu bilang gitu rasanya kayak digaplok.”

Yang terjadi ketika saya menonton Supernova adalah, “Ya ampun … saya bosan dengan dialog ini. Kenapa penulis skenarionya nggak kreatif, sih … Ini yakin plotnya sama banget? Bikin skenario kayak begini mah gampang. Tinggal nyontek di novel. Payah.” Lalu menonton dengan wajah datar. Kalau saya jadi penulis skenario, saya akan membuka film dengan layar komputer bertuliskan selamat datang dari Supernova dan tulisan mengenai taman kanak-kanak. Lalu mengenalkan para tokoh. Rana sedang mewawancara. Arwin sedang di lapangan. Ferre pulang mengunjungi makam pengasuhnya di California (ini karangan saya, di novel nggak ada Ferre mengunjungi makam). Lalu Dimas dan Reubeun berjabat tangan. Cerita dimulai.

#3 Adegan-adegan yang, ng …

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun