Asal-usul Perfeksionisme
Perfeksionisme bukanlah hal baru. Bahkan Aristoteles pernah berkata, "Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang. Kesempurnaan, kalau begitu, bukanlah tindakan, melainkan kebiasaan." (Meskipun dia mungkin tidak membayangkan kita akan stress karena Instagram feed yang tidak aesthetic.)
Namun, penelitian menunjukkan bahwa perfeksionisme semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Studi oleh Curran dan Hill menemukan bahwa tingkat perfeksionisme di kalangan mahasiswa meningkat sebesar 33% antara tahun 1989 dan 2016.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan ini termasuk:
- Tekanan sosial dan akademis yang semakin tinggi
- Media sosial yang mendorong perbandingan sosial
- Budaya kerja yang menghargai produktivitas di atas segalanya
- Pola asuh yang terlalu protektif atau terlalu menuntut
Bagaimana Mengatasi Perfeksionisme?
1. Kenali Pikiran Perfeksionis: Sadari ketika Anda mulai berpikir dalam pola "harus sempurna".
2. Tetapkan Standar Realistis: Ingat, tidak ada yang benar-benar sempurna. Tetapkan tujuan yang menantang tapi bisa dicapai.
3. Praktikkan Self-Compassion: Perlakukan diri Anda dengan kebaikan, seperti Anda akan memperlakukan teman baik.
4. Fokus pada Proses, Bukan Hasil: Nikmati perjalanan, bukan hanya tujuan akhir.
5. Belajar dari Kesalahan: Lihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai kegagalan.
6. Terapkan "Good Enough": Kadang, sesuatu yang cukup baik memang sudah cukup.