Anak taman kanak-kanak dapat menunjukkan bukti penegtahuan fonetik dalam usahanya untuk membaca ketika mereka fokus terhadap huruf-bunyi. Â Ketika diminta untuk "membaca" sebuah buku cerita yang familiar, beberapa anak sangat berusaha "seolah-olah mengejanya" Â dengan fokus pada buku di hadapannya. Ketika mereka mengalami kesulitan, beberapa anak kemudian menolak untuk membaca, mengindikasi bahwa meskipun mereka mengetahui bahwa buku tersebut merupakan sumber ceritanya tetapi mereka tidak bisa mengejanya: "aku tidak tau cara membaca kata itu" atau " aku tidak tahu kata ini." Penolakan seperti ini mengindikasi pemahaman mengenai pentingnya mengeja pada membaca "yang sebenarnya." (Sulzby, 1983). Anak-anak yang lain ketika tidak berhasil mengeja buku ceritanya. Akan sering kali memandang orang tua untuk mengonfirmasi apakah ejaannya sudah "betul" (Otto, 1984)
- Bukti pengetahuan fonetik pada upaya menulis
Anak taman kanak-kanak memperlihatkan beragam perilaku kemunculan kemampuan menulis yang mengindikasi bahwa mereka mulai fokus pada bagaimana tulisan merepresentasikan bunyi ujaran tertentu. Usaha awal pengejaan pada anak menyediakan bukti yang kaya mengenai perolehan pengetahuan fonetiknya mengenai bahasa tulis. Upaya awal anak untuk menulis di dalam bahasa inggris sangat dirumitkan oleh berbagai cara bagaimna bunyi dieja dalam pola ejaan bahasa inggris.
Upaya-upaya awal anak dalam pengejaan telah diklasifikasikan dalam kategori sebagai berikut:
- Pengejaan Prafonemik,dicirikan dengan penggunaan hurf-huruf dalam tulisan yanng tampaknya tidak memilki hubungan dengan bunyi-bunyi spesifik yang biasanya berhubungan dengan hurufnya. Hubungan bunyi an tulisan direpresentasikan secara tidak konsisten, dengan anak berusaha memilih huruf-huruf secra acak tanpa mempertimbangkan bunyi-bunyi spesifik yang secara khusus direpresntasikan oleh huruf-hurufnya. Anak-anak mungkin menyambungkan sederet huruf bersama atau sekelompok huruf yang terdiri dari tiga atau empat huruf menjadi unit-unit yang mirip sebuah kata.
- Pengejaan fonemik, dicirikan dengan bukti bahwa anak-anak berusaha untuk mengeja fonem-fonemnya. Tiga kategori pengejaan fonemik yaitu (1) pengejaan fonemik awal, merujuk pada contoh-contoh dimana hanya satu atau duaa bunyi perkata yang direpresentasikan. Misalnya, puteri salju akan direpresentasikan hanya sebagai "PS", Â dan besar akan direpresentasikan menjadi "bsr". (2) pengejaan nama-huruf, setiap nama huruf digunakan untuk merepresentasikan sebuah bunyi; tanpa tambahan huruf yang dimasukkan. Misalnya, ketika LADE ditulis untuk kata lady, setiap nama huruf sesuai dengan bunyi khusus yang coba direpresentasikan anak. dan (3) pengejaan transisional, dicirikan dengan kata-kata yang meskipun tidak dibaca secara lazim, tetapi memilki fitur-fitur yang lazim dan pola konsonan/vokal.
- Pengejaan konvensional / pengejaan yang lazim, anak taman kanak-kanak mulai mengembangkan sejumlah kecil kosakata tulis untuk kata-kata yang laazim diucapkan. Secara umum, kata-kata ini merupakan kata-kata yang sering digunakan, seperti ke, pergi, milikku, aku, sayang, mama, papa, dan nama anggota keluarga dan nama-nama hewan peliharaan, termaksud juga namanya sendiri.
Â
- Pengembangan Pengetahuan Semantik
- Anak taman kanak-kanak secara khusus mempunyai kosa-kata untuk percakapan sebnayak 1500 kata tau lebih, (Allen &Marotz, 1994), dan memahami lebih banyak kata. (Piper, 1993). Beragam kosa kata ekspresif yang digunakan dalam percakapan antara anaak juga bisa diamati. Perkembangan pengetahuan semantik selama masa taman kanak-kanak tak hanya meliputi penambahan kata-kata dan konsep baru, tetapi juga perkembangan jaringan kosa kata atau schemata yang semakin luas. Konsep dan kosa kata yang sudah ada sebelumnya semakin diperhalus. Sinonim dan antonim ditambahkan. Bersama dengan kata-kata yang mereprentasikan arti yang hampir mirip tetapi memiliki arti yang berbeda  (shandes of meaning).
- Pengalaman dan Perkembangan Semantik
Untuk anak-anak taman kanak-kanak, kosakata diperoleh melalui pengalaman langsung dan tidak langsung. Beberapa kosa kata dipelajari melalui penanaman langsung, biasanya karena susah diartikan secara lisan, sehingga ditunjukkan dengan contoh, misalnya warna "merah" dijelaskan dengan menunjukkan bunga mawar yang berwarna merah. Penanaman langsung disebut ostensive naming. Â (Bloom, 2000). Kosa kata juga dipelajari melalui konteks percakapan sebagaimana juga memalui kegiatan membaca dan menulis seperti dalam pembacaan buku bersama dengan anak. konteks percakapan dan pembacaan buku bersama, keduanya, memberikan mediasi pendukung yang penting dalam perolehan kosa kata. (Tabors, Beals & Weirzman, 2001)
Pengalaman membaca buku bersama menunjukkan pada anak konsep-konsep dan kosa kata baru yang mereka mungkin tidak menemuinya dalam percakapan informal. Anak-anak kemudian bisa menggunakan pengetahuan baru ini dalam penulisan kreatifnya, "mencoba" kata-kata yang telah mereka dengar digunakan dibuku-buku.
- Mengartikan Kata-kata
Para peneliti fokus pada kemampuan anak-anak dalam mengartikan kata-kata sebagai suatu cara mengeksplorasi perkembangan semantik. Anak-anak usia taman kanak-kanak secara khusus menekankan bentuk atau fungsi benda ketika mengartikannya. (Allen & Marotz, 1994; Berko Gleason & Pan, 1989). Misalnya, dalam mengartikan bola, anak akan menekankan bahwa bola bisa "memantul", atau fungsi-fungsi bola yang lain. Penegrtian-pengertian itu sepertinya mulai brubah dari pengertian yang awalnya didasarkan pada pengalaman-pengalaman individual menjadi pengertian yang lebih didasarkan pada pengalaman secara sosial; meskipun pengertian yang dibuat anak-anak tidak memilki elaborasi yang sama dengan pengertian yang dibuat oleh orang tuanya.
- Bahasa Kiasan
Pemahaman dan penggunaan bahasa kiasan pada anak, seperti simile dan metafora, juga memberikan bukti pengetahuan semantik (Broderick, 1991; Waggoner & Palermo, 1989) ketika buku cerita yang di dalamnya terdaapat bahasa kiasan yang dibagi dan didiskusikan, anak mampu mengembangkan pemahaman mengenai simile dan metafora. Misalnya dalam buku cerita Eric Carle yang berjudul  The Very Hungry Caterpillar (1969), kepompong ditunjukkan seperti sebuah rumah kecil. Ketika membaca buku ini bersama dengan anak, anda bisa memediasi pemahaman bahasa kiasan ini dengan membuat jeda di tengah pembacaan buku cerita dan membicarakan konsep "rumah".
- Humor
Rasa humor pada anak taman kanak-kanak merupakan sebuah indikasi perkembangan pengetahuan semantik. Teka-teki dan lelucon yang mereka buat biasanya didasarkan pada perbandingan semantik atau kata-kata yang mempunyai makna banyak.
Humor anak-anak usia taman kanak-kanak juga menunjukkan pemahannya mengenai ketidaksesuaian; situasi yang lucu karena ketidak cocokan antara apa yang diharapkan terjadi dengan apa yang terjadi. Ketidaksesuain ini meliputi bentuk stsu ukursn ysng berlebihan atau penanaman yang tidak tepat. (Cornett, 1986). Mendorong rasa humor pada naka tanam kanak-kanak bisa membantu perkembangan semakin kayanya kosa kata.
- Kosakata dalam Cerita Anak-anak Taman Kanak-kanak
Monolog cerita anak usia taman kanak-kanak menunjukkan bukti mengenai perolehan penegtahuan semantiknya.
- Pengetahuan Semantik dalam Penceritaan Ulang