Dalam teori negara hukum atau rechtsstaat, negara dan seluruh aparaturnya harus
beroperasi berdasarkan hukum, yang dijalankan secara transparan dan akuntabel. Prinsip negara
hukum juga menekankan bahwa tidak boleh ada individu atau kelompok yang berada di atas
hukum, termasuk pejabat publik dan keluarga yang berkuasa.
Namun, politik dinasti sering kali menciptakan situasi di mana kekuasaan digunakan untuk
melindungi kepentingan pribadi atau keluarga, bukan untuk kepentingan publik. Hal ini
menciptakan celah bagi terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi, serta penyelewengan hukum. Sebagai contoh, dalam kasus dinasti politik di Banten, pengaruh kekuasaan keluarga Ratu
Atut terbukti digunakan untuk melanggengkan kekuasaan dan terlibat dalam korupsi. Pada 2013,
Ratu Atut sendiri dijatuhi hukuman penjara karena terbukti terlibat dalam suap terhadap hakim
Mahkamah Konstitusi.(Hidayat, 2014.)
Kasus ini menunjukkan bahwa dinasti politik dapat merusak prinsip negara hukum, di
mana proses hukum bisa diintervensi demi melindungi kepentingan keluarga yang berkuasa.
Ketika kekuasaan politik terkonsentrasi pada satu keluarga, checks and balances---sistem
pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif---seringkali menjadi lemah, karena aktor-aktor
pengawas seperti parlemen atau lembaga peradilan mungkin saja dikuasai oleh individu-individu
yang memiliki afiliasi dengan keluarga yang berkuasa.
4. Kontroversi dan Implikasi Dinasti Politik dalam Demokrasi
Meskipun politik dinasti dianggap merugikan demokrasi, ada juga beberapa argumen yang
mencoba membenarkan keberadaannya. Beberapa pendukung dinasti politik berpendapat bahwa
keberlanjutan kekuasaan keluarga tertentu dapat menjamin stabilitas politik dan kesinambungan
kebijakan di suatu wilayah. Mereka juga sering kali memanfaatkan argumen bahwa keluarga yang
sudah lama berkuasa memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan masyarakat lokal.
Namun, dalam perspektif ilmu negara, argumen ini sangat problematis. Stabilitas politik
yang dihasilkan oleh politik dinasti sering kali diperoleh dengan cara membatasi partisipasi politik
dan mengurangi kompetisi politik yang sehat. Tanpa kompetisi yang adil dan terbuka, pemimpin
yang terpilih mungkin tidak merasa terikat untuk benar-benar mewakili kepentingan rakyat, karena
posisi mereka dijamin oleh pengaruh keluarga, bukan oleh legitimasi demokratis.
Lebih jauh, politik dinasti dapat menciptakan oligarki, yaitu sistem di mana kekuasaan
hanya beredar di antara segelintir elit keluarga, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi
deliberatif, di mana kekuasaan seharusnya diperdebatkan dan diperebutkan secara terbuka di
antara warga negara.
Kesimpulan
Dalam perspektif ilmu negara, fenomena politik dinasti menimbulkan sejumlah
problematika yang merongrong prinsip-prinsip dasar negara demokrasi. Dinasti politik
bertentangan dengan kedaulatan rakyat, meritokrasi, dan negara hukum, karena