Sekitar pukul 04.30 pagi, kamipun bangun dan memutuskan untuk pergi ke Mushola terdekat untuk sholat subuh, mandi, dan berdandan, otomatis segala ransel dan perlengkapan kami boyong dari rumah Azki ke mushola tersebut. Hal ini bertujuan agar kami berempat tidak menganggu jalannya persiapan di rumah Azki yang cukup padat orang dan barang.
Serasa KKN, pagi buta ngungsi ke mushola desa untuk mandi dan sebagainya, beruntung kami disambut ramah oleh salah satu pengurus mushola yang mengizinkan kami untuk mandi, sholat, dan bersiap-siap. Mungkin ada sekitar 2 jam kami singgah sejenak di mushola, sebelum akhirnya memutuskan boyongan kembali ke rumah Azki.
Setibanya di rumah, Azki sudah sangat cantik, ia sudah rapi berkebaya putih ala manten adat jawa, begitu pula dengan pengantin pria yang secara tidak sengaja, bersamaan dengan kami menuju rumah Azki.
Kami pun menyempatkan foto dengan manten putri sambil menunggu Abah Yai dan bapak penghulu tiba. Teman-teman Azki sewaktu MI hingga MAN juga turut hadir, kamipun berkenalan dan berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.
Akad Nikah hingga Resepsi Pernikahan
Sama halnya dengan acara pernikahan lainnya, diawali dengan akad nikah sebagai syarat kedua mempelai resmi menjadi sepasang suami istri, sebelum lanjut ke acara temu manten dan juga resepsi yang dihadiri oleh sekian tamu undangan. Yang cukup haru disini adalah, suami Azki melafalkan ijab qabul dalam bahasa arab, yang saya pun juga kurang paham apa artinya, hal ini mengingatkan saya pada pernikahan kakak kandung saya pada bulan Juli lalu.
Sama-sama terharu, karena masing-masing orang yang saya sayangi akhirnya sudah menemukan pelabuhan terakhirnya. Setelah akad selesai, tidak berselang lama ada acara temu manten, saat itu tamu sudah berdatangan hadir untuk menyaksikan prosesi sakral manten adat jawa, seperti injak telur, mencuci kaki pengantin pria, saling melempar beras kuning, dan sebagainya.
Kami berempat pun, hanya bisa melongo, sambil merekam prosesi dari awal hingga akhir, dan tidak lupa untuk berfoto bersama dengan pengantin pria juga wanita. Sekali lagi saya ucapkan selamat menikah kawan!
Kami pun berpamitanÂ
Setelah berfoto dan perut kenyang, akhirnya keempat anak backpacker ini memutuskan untuk pulang ke habitat masing-masing, sayang sekali kereta dari peterongan ke Surabaya sudah habis, alhasil kami harus naik transportasi lain, yaitu bus antarkota.
Kesananya kami pun mendapat rezeki nebeng pada kakak tingkat, yang juga satu asrama saat di Surabaya, namanya mb Rurin, beliau datang ditemani putri dan suaminya. Alhamdulillah rezeki anak sholihah.
Setelah berterimakasih kepada mbak Rurin, kami pun akhirnya naik bus menuju terminal Bungurasih selama kurang lebih 2,5-3 jam, saya lupa tepatnya, namun benar-benar saat di bus, hawa ngantuk menyerang kami berempat, hingga tidak sadar sudah sampai di Terminal Bungurasih.
Setibanya di terminal Bungurasih, kami pun berjalan cukup panjang menuju stasiun Waru dengan melewati jembatan penyebrangan, melanjutkan perjalanan dengan menaiki CL Sindro dari Stasiun Waru menuju Gubeng untuk Winda, Sulis, dan Titis, sedangkan saya turun di Stasiun Pasar Turi. Tiketnya murah hanya 4000 rupiah saja, tetapi memang tempat duduknya terbatas, siapa cepat dia dapat.