Mohon tunggu...
Zida Sinata Milati
Zida Sinata Milati Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer, Content Creator, Writer

Seorang freelancer yang menyenangi dunia content creator dan kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Women Support Women, Temani Sahabatmu di Hari Bahagianya!

29 Oktober 2024   20:31 Diperbarui: 30 Oktober 2024   18:30 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
titis, nata, azki, sulis, dan winda | dokpri

Sudah ada sekitar dua minggu yang lalu, ada sahabat saya yang menikah, kami sudah kenal sejak di Surabaya, sama-sama satu asrama dan menempuh pendidikan sarjana di salah satu PTN di sana. Kami memiliki grup yang berisi 8 orang anggota dengan nama "PM Spesial Pakai Telor", sahabat saya tersebut termasuk golongan pendiam, tidak pernah bercerita soal kisah cintanya, tetapi ternyata, dialah yang pertama menikah dan menemukan pasangan hidupnya, mendahului kami semua.

Ada perasaan tidak menyangka, bahwa tiba-tiba ada undangan pernikahan digital yang masuk pada whatsApp grup kami, yang memecah kesunyian setelah beberapa waktu, karena sudah disibukkan dengan urusan duniawi masing-masing. Masih ingat, teks kiriman itu berbunyi, "teman-teman... mohon doanya ya...minggu depan aku akan menikah...".

Setelah kalimat tersebut terkirim di grup, banyak dari kami mengucapkan selamat untuk Azki, sahabat kami, bahkan kami langsung memulai panggilan grup karena saking terkejutnya akan berita bahagia tersebut. Bincang-bincang tersebut cukup lama, ngobrol dari A hingga Z, sampai pada bahasan, "Kok bisa kenal?" "Kenalnya dimana?", "Spill Fotonya dong!". 

Melalui tulisan ini, saya hanya berharap sahabat saya, Azki dan suaminya akan menjadi pasangan until jannah, Sakinah Mawaddah Warahmah. Amiin.

Kereta Api Menjadi Tempat Temu Alumni 

Suasana Stasiun Peterongan | dokpri
Suasana Stasiun Peterongan | dokpri

Dari kami bertujuh, yang bisa hadir ke pernikahan Azki ada empat, yaitu Sulis, Winda, Titis, dan saya sendiri, kami memiliki titik kumpul yang berbeda untuk keberangkatan ke Jombang, rumah Azki. Saya dan sulis janjian di Stasiun Gubeng Surabaya sebagai titik kumpul, berangkat menaiki Commuter Line Dhoho yang berangkat pukul 17.58 dan jadwal tiba di Stasiun Peterongan pukul 19.37 WIB di hari Sabtu malam.

Sedangkan Winda dan Titis sudah lebih dulu datang ke Jombang, karena di hari Sabtu siang mereka sudah ada jadwal kondangan ke kakak tingkat, sehingga tidak perlu balik Surabaya, langsung express dari Kediri menuju Jombang.

Alasan utama yang menyebabkan saya dan teman-teman selalu menggunakan transportasi kereta api, adalah karena harga ekonomis, nyaman tanpa asap rokok, dan memiliki jam berangkat dan tiba tepat waktu. Sekitar satu jam, saya di stasiun, menunggu Sulis juga menunggu CL Dhoho tiba, tidak lama kemudian, ada perempuan tersenyum sambil melambaikan tangannya, senyum itu begitu hangat, terasa sudah lama tidak melihatnya, hampir dua tahun lalu.

Akhirnya kami saling bersalaman dan berbincang, layaknya sahabat yang sudah lama tidak jumpa, FYI, Sulis adalah seorang magister bidang ilmu Matematika murni dengan predikat cumlaude di salah satu PTN di Surabaya. Kami banyak membicarakan apa kesibukan masing-masing saat ini, saling memotivasi akan angan yang dicita-citakan, sampai membicarakan topik yang tidak ada kaitannya dengan kami, kabar dan desas-desus orang lain.

Hingga tidak terasa CL Dhoho akhirnya tiba, baik saya juga Sulis, sama-sama tidak memiliki tempat duduk, waktu itu, asal saja duduk saja, kami memilih duduk di gerbong 5 nomor 1A dan 1B, beruntung dari awal hingga akhir, tidak seorang pun yang menggusur tempat duduk kami. Alhamdulillah selamat.

Jam menunjukkan pukul 19.40, kami sudah berada di Stasiun Peterongan, dan akan melanjutkan perjalanan dengan menaiki ojek online, beruntung jarak rumah Azki dengan stasiun tidak jauh, hanya sekitar 15 menit saja.

Saat tiba mendekat ke rumah Azki pun, kami cukup percaya diri karena berada dekat dengan titik lokasi ada tenda hajatan lengkap bersama sound horegnya. Dan benar dugaan kami, itu rumah Azki. Malu-malu tapi mau, saya dan sulis berjalan dengan hati-hati mendekati lokasi, beruntung ada bapak ramah yang menyambut kami dan memanggilkan Azki untuk kami.

Bertamu dan Bertemu dengan Azki

Azki pun keluar dari rumahnya, dengan senyum simpul sambil tidak menyangka akan kedatangan kami secepat ini. Saya dan sulis berjalan cepat menuju azki, begitu pula sebaliknya, kami pun saling berpelukan, layaknya sahabat yang sudah lama tidak bertemu, ya memang sudah selama itu sih...

Kami pun dipersilahkan masuk oleh Azki ke dalam kamarnya, tak lama setelahnya, kami diberikan nasi rawon khas hajatan, sangat cocok disantap saat sedang hangat-hangatnya. Tetapi sebelum itu, Saya dan Sulis menyempatkan untuk bertutur sapa dan bersalaman dengan seluruh ibu-ibu rewang yang sedang sibuk mempersiapkan hari esok.

Salaman usai, akhirnya kamipun menyantap rawon hasil karya para ibu rewang, sedap dan kaya akan rempah khas masakan jawa timur-an. Setelah selesai makan, saya pun mengajak Azki dan Sulis keluar rumah sambil menunggu Winda dan Titis datang.

Akhirnya Kami Berlima Duduk Melingkar 

Bukan soal tes TIU CPNS ya teman-teman, tapi memang begitu adanya, obrolan kami pun semakin ramai  akan kedatangan Winda dan Titis, lima orang, lengkap. FYI, Winda adalah mahasiswa kedokteran di salah satu PTN di Surabaya, dan Titis adalah Mahasiswa pascasarjana Fisika Murni di PTN Surabaya juga.

Sama halnya saat bertemu dengan sulis pertama kali, obrolan pertama adalah tentang kesibukan saat ini dan apa angan yang ingin digapai di waktu terdekat, dan tidak bisa terlewat adalah topik mengenai kisah cinta Azki dan suaminya, yang tentu sangat romantis.

Hingga tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, Titis pun mengeluh ngantuk, dan meminta  untuk menyegerakan upacara bridal shower ala-ala kepada Azki secepatnya. Saya bertugas membawa kue yang cukup tidak selamat karena jarak yang cukup jauh dari rumah saya, agak penyet dikit, sangat tidak estetik, sulis membawa lilin, sedangkan titis dan winda yang bertugas untuk mendandani Azki.

Bridal Shower Ala-Ala 

Bridal shower ala-ala | dokpri
Bridal shower ala-ala | dokpri

Bridal shower memang bukan sebuah tradisi wajib, namun beberapa orang terdekat, seperti sahabat akan menyempatkan dan memberikan kejutan di malam terakhir sebelum status berubah menjadi seorang istri, acara inti dari bridal shower itu sendiri hampir mirip dengan acara ulang tahun, yang mana ada kejutan, tiup lilin, dan doa yang dipanjatkan oleh pihak yang memiliki hajat. 

Bridal shower bisa dilakukan dimanapun, bisa dirumah calon pengantin perempuan, atau mengadakan acara di luar rumah, namun paling umum dilakukan di rumah, karena biasanya ada tradisi calon pengantin sedang dipingit atau tidak boleh keluar rumah terlebih dahulu untuk menjaga keselamatan.

Bridal shower yang kami siapkan kepada Azki, memang sangat sederhana, hanya bermodal kue dan lilin saja, korek apinya pun mencari di rumah Azki, namun kesederhanaan itu tidak membuat kemeriahan berkurang. Azki diberikan makeup ala-ala oleh winda, sedangkan sulis dan nata sibuk untuk persiapan kue, lilin, dan template capcut.

Ada hal paling lucu di bridal shower ini, Titis sudah tertidur saat kami masih persiapan, ia pun hanya ikut dua kali foto saja, selebihnya tidak bergerak, meski kami berjoget-joget ria, ia masih tidak bangun juga. Setelah puas foto dan makan kue, akhirnya kami pun bersiap-siap untuk tidur, satu kamar siap dihuni oleh lima orang, the real menyusahkan teman.

Pagi Buta, Ngungsi ke Mushola Desa

Berswafoto di mushola | dokpri
Berswafoto di mushola | dokpri

Sekitar pukul 04.30 pagi, kamipun bangun dan memutuskan untuk pergi ke Mushola terdekat untuk sholat subuh, mandi, dan berdandan, otomatis segala ransel dan perlengkapan kami boyong dari rumah Azki ke mushola tersebut. Hal ini bertujuan agar kami berempat tidak menganggu jalannya persiapan di rumah Azki yang cukup padat orang dan barang.

Serasa KKN, pagi buta ngungsi ke mushola desa untuk mandi dan sebagainya, beruntung kami disambut ramah oleh salah satu pengurus mushola yang menginzinkan kami untuk mandi, sholat, dan bersiap-siap. Mungkin ada sekitar 2 jam kami singgah sejenak di mushola, sebelum akhirnya memutuskan boyongan kembali ke rumah Azki.

Setibanya di rumah, Azki sudah sangat cantik, ia sudah rapi berkebaya putih ala manten adat jawa, begitu pula dengan pengantin pria yang secara tidak sengaja, bersamaan dengan kami menuju rumah Azki. Kami pun menyempatkan foto dengan manten putri sambil menunggu Abah Yai dan bapak penghulu tiba.   Teman-teman Azki sewaktu MI hingga MAN juga turut hadir, kamipun berkenalan dan berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.

Akad Nikah hingga Resepsi Pernikahan

Sama halnya dengan acara pernikahan lainnya, diawali dengan akad nikah sebagai syarat kedua mempelai resmi menjadi sepasang suami istri, sebelum lanjut ke acara temu manten dan juga resepsi yang dihadiri oleh sekian tamu undangan. Yang cukup haru disini adalah, suami Azki melafalkan ijab qabul dalam bahasa arab, yang saya pun juga kurang paham apa artinya, hal ini mengingatkan saya pada pernikahan kakak kandung saya pada bulan Juli lalu.

Sama-sama terharu, karena masing-masing orang yang saya sayangi akhirnya sudah menemukan pelabuhan terakhirnya. Setelah akad selesai, tidak berselang lama ada acara temu manten, saat itu tamu sudah berdatangan hadir untuk menyaksikan prosesi sakral manten adat jawa, seperti injak telur, mencuci kaki pengantin pria, saling melempar beras kuning, dan sebagainya.

Kami berempat pun, hanya bisa melongo, sambil merekam prosesi dari awal hingga akhir, dan tidak lupa untuk berfoto bersama dengan pengantin pria juga wanita. Sekali lagi saya ucapkan selamat menikah kawan!

Kami pun berpamitan 

Setelah berfoto dan perut kenyang, akhirnya keempat anak backpacker ini memutuskan untuk pulang ke habitat masing-masing, sayang sekali kereta dari peterongan ke Surabaya sudah habis, alhasil kami harus naik transportasi lain, yaitu bus antarkota. Kesananya kami pun mendapat rezeki nebeng pada kakak tingkat, yang juga satu asrama saat di Surabaya, namanya mb Rurin, beliau datang ditemani putri dan suaminya. Alhamdulillah rezeki anak sholihah.

Setelah berterimakasih kepada mbak Rurin, kami pun akhirnya naik bus menuju terminal Bungurasih selama kurang lebih 2,5-3 jam, saya lupa tepatnya, namun benar-benar saat di bus, hawa ngantuk menyerang kami berempat, hingga tidak sadar sudah sampai di Terminal Bungurasih.

Setibanya di terminal Bungurasih, kami pun berjalan cukup panjang menuju stasiun Waru dengan melewati jembatan penyebrangan, melanjutkan perjalanan dengan menaiki CL Sindro dari Stasiun Waru menuju Gubeng untuk Winda, Sulis, dan Titis, sedangkan saya turun di Stasiun Pasar Turi. Tiketnya murah hanya 4000 rupiah saja, tetapi memang tempat duduknya terbatas, siapa cepat dia dapat.

Beruntung kami berempat mendapat kursi sepaket dan bisa saling bercengkrama sebelum benar-benar berpisah. Dua hari yang berkesan bagi saya, setelah dua tahun tidak bertemu kawan lama. Ada banyak cerita dan semangat baru dari hasil menyemangati dan memberikan motivasi satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun