Mohon tunggu...
Lafziatul Hilmi
Lafziatul Hilmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengajar, mahasiswa, penerjemah

sedang dalam proses pengembangan diri..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Implikatur melalui Film Animasi Toy Story

5 Desember 2024   11:59 Diperbarui: 5 Desember 2024   12:30 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Industri film memiliki peranan penting dalam perkembangan anak-anak karena pada saat sekarang ini film merupakan salah satu tayangan yang dapat diakses oleh anak-anak dengan mudah, baik melalui televisi, bioskop, aplikasi menonton seperti 'Netfilx, PrimeVideo, Disneyhotstar, atau Video', maupun melalui kanal 'YouTube' yang terhubung ke internet. Pada dasarnya, film dapat menjadi sarana edukasi, hiburan dan pengembangan karakter bagi anak. 

Adegan-adegan dan ujaran-ujaran yang disuguhkan didalam film akan memberikan pengaruh pada prilaku anak-anak yang mana sangat mudah dan cepat dalam menirukan sesuatu. 

Fenomena terkait film anak yang terjadi saat ini adalah kurangnya film yang ramah anak atau memang ditujukan untuk penonton anak yang mengangkat nilai-nilai keluarga atau edukasi, dan yang sangat merebak adalah tontonan film untuk remaja dan dewasa yang penuh dengan gimik dan drama yang seharusnya tidak dikonsumsi oleh anak-anak.

Film anak kebanyakan yang ditayangkan adalah film animasi produksi luar negeri. Film animasi ini dapat diakses dan ditonton melalui bioskop, saluran menonton seperti 'Netfllix', atau ditayangkan di televisi swasta.

              Disney dan Pixar merupakan rumah produksi film di Amerika yang rutin menghasilkan film-film animasi dengan tema anak-anak dan film-filmnya juga dinikmati oleh penonton di Indonesia, termasuk anak-anak. 

Dengan bantuan takarir, penonton-penonton Indonesia juga dapat menikmati pesan dan memaknai film-film tersebut. Dengan menggunakan teknologi yang canggih, film-film ini disajikan dengan bentuk animasi yang memberikan ketertarikan dalam menonton, dan juga dialog-dialog yang diujarkan di dalam filmnya juga memiliki nilai-nilai yang dapat dimaknai oleh penonton.

Melalui film-film yang ramah anak, pesan-pesan positif dapat disampaikan sehingga memberikan pengembangan karakter yang baik buat anak. Anak-anak juga dapat menangkap konsep dasar seperti angka, bentuk, atau warna yang memicu kreativitas dengan cerita yang penuh imaginasi dan fantasi yang menyenangkan untuk anak.

              Lebih lanjut, film-film ini juga dapat membantu perkembangan bahasa anak. Adanya dialog interaktif dapat dijadikan model bagaimana anak-anak dapat memahami adanya perbedaan intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh dari ujaran-ujaran yang ditampilkan didalam film.

 Anak-anak dapt juga melihat bagaimana bahasa digunakan dalam berbagai konteks sosial misalnya bagaimana ujaran berupa perintah, ajakan, penolakan, permintaan atau mengungkapkan perasaan. Tidak hanya memahami makna yang tersirat, anak-anak juga dapat melihat dan memahami bagaimana makna tersirat seringkali muncul dalam interaksi komunikasi tersebut.

              Salah satu film  animasi anak dari Pixar yang populer adalah 'Toy Story'. Film ini sudah memiliki empat seri utama sejak pertama kali tayang pada tahun 1995. Pada film pertama ini, penonton dikenalkan dengan mainan-mainan yang ada di kamar Andy. Woody, sebuah mainan koboy, merupakan mainan yang paling disukai Andy dan paling sering dimainkan. 

Namun, Woody lantas merasa cemburu karena Andy mendapatkan mainan baru, Buzz Lightyear, yang membuat dirinya terancam tidak lagi lagi menjadi mainan favorit Andy. Cerita pada film ini menekankan pentingnya persahabatan, dan kerja sama hingga akhirnya Woody dan Buzz menyadari kalau Andy sangat menyukai mereka berdua.

              Dalam dialog pada film 'Toy Story' ini, ditemukan banyaknya terjadi implikatur dan pelanggaran maksim, terutama dalam interaksi dialog Woody dan Buzz. Implikatur merupakan konsep yang digunakan untuk menerangkan perbedaan antara 'apa yang diucapkan' dengan 'apa yang dimaksudkan (Tiarina, 2009). 

Konsep ini dikemukan oleh ahli pragmatic, H. Paul Grice yang menyatakan bahwa adanya perbedaan antara apa yang sebenarnya ingin disampaikan penutur dengan apa yang diucapkannya dapat dianalisis melalui prinsip kerjasama atau Cooperative Principle (Saeed, 2014).  

Lebih lanjut, Grice menunjukkan bahwa prinsip kerjasama dalam percakapan dapat dilihat dari empat maksim, yaitu: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevan, dan maksim cara. Apabila terjadi pelanggaran pada salah satu maksim ini saat terjadi percakapan, maka implikatur akan muncul dan pendengar dapat memahami makna tersirat berdasarkan konteks.

              Berikut beberapa contoh implikatur yang muncul dalam percakapan di film 'Toy Story'.

1. Konteks: Andi meletakkan mainan barunya, Buzz, di dalam kamar. Lalu, Woody dan mainan lainnya mendekati Buzz dan memulai percakapan. Saat itu adalah pertama kalinya Buzz diaktifkan sebagai mainan. Buzz meyakini bahwa dia adalah ranger luar angkasa sungguhan. Namun, Woody dan mainan lainnya tahu bahwa Buzz hanyalah mainan.

Mainan babi: Jadi, kau buatan mana? Singapura? Hongkong?

Buzz: Bukan. Sebenarnya aku ditugaskan di kuadran Gamma sektor 4 sebagai anggota Unit Elit 

Perlindungan Alam Semesta dari Korps Ranger Luar Angkasa. Aku melindungi galaksi dari ancaman serangan kaisar kejam Zurg, musuh bebuyutan Aliansi Galaksi.

Tuturan diatas mengalami penyimpangan dari maksim kuantitas. Informasi yang diberikan Buzz sangat panjang dan tidak sesuai dengan informasi yang diminta. Pada kasus ini implikatur yang muncul dalam percakapan tersebut adalah Buzz tidak menyadari bahwa dirinya hanya mainan yang diproduksi disalah satu negara yang ada di dunia.

2. Konteks: Woody dan Buzz terlempar keluar dari mobil Andy dan tertinggal. Mereka masih berdebat, terutama Woody meyakinkan Buzz kalau dia hanyalah mainan.

              Buzz: kau manusia kecil yang aneh dan menyedihkan. Aku jadi kasihan. Selamat Tinggal.

              Woody: Pergilah, orang gila.

Tuturan diatas melanggar maksim kualitas dimana Buzz mengatakan kalau Woody adalah manusia yang menyedihkan. Implikatur pada tuturan ini adalah Buzz merasa dirinya paling benar walaupun tidak ada bukti yang mendukung bahwa dia adalah ranger yang asli.

3. Konteks: Woody masih berusaha mencari cara agar dapat kembali ke rumah Andy. Namun, Buzz masih tidak mengerti situassi genting itu. Buzz tetap sibuk dengan misi ranger sebagai pelindung galaksi.

              Woody: Kita tersesat. Kita harus kembali ke rumah Andy.

Buzz: Medannya tampak tidak stabil. Aku merasakan kehadiran musuh di depan. Aku harus 

memeriksa catatan misiku.

Tuturan diatas melanggar maksim relevansi karena ujuran Buzz sama sekali tidak berkaitan dengan maksud yang disampaikan oleh Woody. Implikatur yang muncul adalah Buzz sama sekali tidak memikirkan bagaimana kembali ke rumah Andy. Buzz tidak memahami ketakutan Woody dan Buzz masih merasa bahwa dia adalah ranger luar angkasa yang sesungguhnya.

4. Konteks: Woody berusaha menjelaskan kepada mainan lain bahwa dia tidak mendorong Buzz keluar dari jendela dengan sengaja.

              Mainan lain: Kamu mendorongnya keluar jendela.

              Woody: itu kecelakaan. Maksudku...secara teknis, aku tidak mendorongnya.

Tuturan diatas melanggar maksim cara yang harusnya disampaikan dengan jelas dan menghindari keragu-raguan. Implikasi yang muncul adalah Woody menyembunyikan kebenaran yang terjadi sehingga ucapannya tidak langsung dan tidak jelas yang menyebabkan kebingungan,

             

              Dari contoh kasus pada film 'Toy Story' diatas, dapat dilihat bahwa implikatur berfokus pada makna tersirat dan proses kognitif yang terjadi dalam komunikasi. Proses kognitif memberikan dasar bagaimana informasi dapat diproses dan makna dapat dipahami, sementara implikatur menunjukkan bagaimana pendengar menggunakan konteks, pengalaman dan pengetahuannya untuk menafsirkan makna yang tersirat. 

Film animasi anak seperti 'Toy Story' dapat menjadi sarana pengembangan bahasa anak-anak dengan paparan kosakata baru, struktur kalimat yang bervariasi, tindak tutur, serta penggunaan bahasa-bahasa figuratif yang membantu anak-anak mengembangkan kemampuan mereka memahami makna yang tersirat dibalik tuturan yang mereka dengarkan.

Sumber bacaan:

Tiarina, Yuli. 2009. Prinsip Kerjasama dalam Film Kartun Avatar. Jurnal Bahasa dan Seni Vol. 11, No 1.

Saeed, J. I. (2016). Semantics. West Sussex: Blackwell publisher.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun