Mohon tunggu...
Zhian AlzaWidya
Zhian AlzaWidya Mohon Tunggu... Guru - Muslimah Sejati :)

In Syaa Allah akan bermanfaat untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Buku Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Ilmu

8 Maret 2020   12:30 Diperbarui: 9 Maret 2020   11:48 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bab I berisi tentang hakikat manusia dibumi. Manusia adalah mukallaf yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab. Dengan akal dan fikiran nya, ia mampu menciptakan kreasi spektakuler berupa sains dan teknologi. Menurut Al-Aqqad, manusia lebih tepat dijuluki "makhluk yang berbicara" daripada "malaikat yang turun ke bumi" karena manusia lebih mulia dari itu. 

Menurutnya, malaikat tidak mempunyai kedudukan sebagai pembimbing ke jalan yang baik atau buruk, hanya manusia yang mampu memikul beban dan tanggung jawab oleh Allah kepadanya. Sebab itulah manusia disebut sebagai "khalifatu Fil 'Ardh". 

Manusia diciptakan oleh Allah disertai akal sehingga mampu menciptakan sains dan teknologi, sementara malaikat diperintah sujud kepada-Nya karena tak mampu bersaing secara intelektual. 

Kelebihan intelektual inilah yang menjadikan manusia lebih unggul daripada makhluk lainnya, tetapi bisa menjadi lebih rendah dari hewan jika melakukan tindakan yang melepaskan imannya.

Dalam islam, menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban, ibadah dan berdosa bagi yang meninggalkannya. Pengetahuan merupakan bagian yang paling dasar dari kemajuan bagi seorang muslim dan perwujudan "memahami tanda-tanda kekuasaan Tuhan"
Antara agama dan ilmu tidak dapat dipisahkan, karena pada dasarnya ilmu bertujuan untuk memperoleh kehidupan yang layak, sejahtera dan mulia bagi manusia. Dan agama tidak lain bertujuan untuk mensejahterakan manusia di dunia dan di akhirat. Pada Q.S Al-Alaq : 1-5, mengandung pengertian yang amat dalam untuk menuju kepada terkuaknya ilmu pengetahuan dan penyadaran diri akan adanya Allah, Zat Yang Maha Mengetahui.

Bab II menyimpulkan tentang kilasan filsafat ilmu. Jaman Yunani Kuno berlangsung kira-kira dari abad ke-6 hingga awal abad pertengahan, atau antara 600 SM hingga tahun 200 SM. Jaman ini dianggap sebagai cikal bakal filsafat. Filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, atau berfikir rasional, mendalam dan bebas tidak terikat oleh apapun untuk memeroleh kebenaran. Sedangkan filsafat ilmu adalah disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu yang dianalisakan dan di klasifikasikan.

Ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Pada permulaannya, filsafat identik dengan dengan pengetahuan. Akan tetapi, lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri untuk kemudian memisahkan diri dari filsafat. Pengetahuan digolongkan menjadi : (1) Pengetahuan tentang yang baik dan buruk (etika/agama) , (2) Pengetahuan tentang indah dan yang jelek (estetika/seni), (3) Pengetahuan tentang yang benar dan salah (logika/ilmu).

Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang cara-cara mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Objek-objek kajian filsafat ilmu adalah :

Ontologi, merupakan azas dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud yang menjadi objek  penelaahan serta penafsiran tentang hakikat  realitas (metafisika). Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada itu.

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal-muasal, metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan. Epistemology meliputi tata cara dan sarana untuk mencapai pengetahuan

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal.

Bab III berisi tentang filsafat ilmu dalam islam. Dalam merespon sains modern, ilmuwan muslim memiliki perspektif yang berbeda-beda:
Pertama, kelompok yang menganggap bahwa sains modern bersifat universal dan dan netral dan semua sains tersebut dapat diketemukan dalam Al-Qur'an. Contohnya Imam Al-Ghazali dan Imam As-Suyuti.

Kedua, kelompok yang menganggap ketika sains berada dalam masyarakat islam, maka fungsinya akan termodifikasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan cita-cita islam contohya Imam As-Syatibi

Ketiga, kelompok yang ingin membangun paradigma baru (epistemology) islam, yaitu paradigma pengetahuan dan paradigma perilaku. Pendapat ini dianut oleh Musthafa Al-Maraghi.

Salah satu ciri yang membedakan islam dengan agama yang lain adalah perhatiannya terhadap ilmu dan ilmuwan. Agama islam selalu menyeru dan mendorong umatnya untuk senantiasa mencari dan menggali ilmu. Ilmuwan pun mendapatkan perlakuan yang lebih dari islam, yang berupa kehormatan dan kemuliaan. Menurut ghulsyani, ilmu yang wajib dicari oleh setiap muslim adalah yang menyangkut posisi manusia pada hari akhirat dan yang mengantarkan kepada dirinya, penciptanya, para nabi-Nya, utusan-utusan-Nya, sifat-sifat-Nya, hari akhirat dan hal-hal yang menyebabkan dekat dengan-Nya.

Dalam islam batasan untuk mencari ilmu adalah bahwa orang-orang islam harus menuntut ilmu yang berguna dan melarang mencari ilmu yang bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Sumber pengetahuan islam tidak hanya berasal dari rasionalisme dan empirisme, tetapi juga intuisi dan wahyu.

Menurut Abdul Mun'im Khallaf menyebutkan ilmu dalam perspektif Al-Quran dibedakan menjadi tiga jenis :

Pertama, ilmu perolehan, yaitu ilmu yang paling istimewa yang diberikan tuhan kepada manusia.

Kedua, ilmu yang dibangun atas dasar pengalaman inderawi(empiri sensual)

Ketiga, ilmu yang didapat melalui wahyu oleh para Nabi dan Rasul.

Imu merupakan bagian dari agama itu sendiri, ia menempati posisi atau kedudukan sebagai bagia dari agama dan memiliki fungsi sebagai alat/sarana untuk memperoleh tujuan agama, yaitu memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat

Bab IV berjudul Revitalisasi Ilmu dan Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim

Setelah kemenangan Islam ke berbagai wilayah, kajian berkembang kedalam berbagai disiplin ilmu, misalnya Al-Quran, Hadits, nahwu, shorf, kedokteran, filsafat, dan lain sebagainya.

Perluasan wilayah Islam ke berbagai negara telah membawa konsekuensi bahwa Islam harus berhadapan dengan berbagai pluralitas bangsa dan globalisasi dunia. Dari sinilah Umat Islam mulai memepelajari karya-karya Yunani kemudian diterjemahkan kedalam bahasa suryani. 

Upaya ini berlanjut sampai masa dinasti Abbasiyah. Seperti yang kita lihat,  bahwa kebudayaan dan peradaban muslim masuk ke wilayah Eropa melalui du acara: Studi orang Barat ke Andalusia, dan melalui kontak perdagangan dan penerjemahan.

Usaha besar-besaran untuk menerjemahkan buku buku berbahasaa arab kedalam bahasa latin terjadi pada abad 12-13, yang berpusat di Cordova. Meski setelah kota tersebut hatu ke tangan umat kristiani, situasinya tetap tidak berubah, peradaban dan kebudayaan Muslim tetap bersinar.

Banyak ahli sejarah membuktikan, bahwa kemunduran umat Islam itu karena dua faktor. Faktor ekternal adalah karena kekalahan umat Islam dalam perang Salib yang berkepanjangan dan adanya serangan yang amat dahsyat bala tentara Mongol. Kemudian faktor internalnya adalah semakin memudarnya tali persaudaraan umat islam dan munculnya fanatisme golongan.

Sedangkan menurut Abdussalam berkesimpulan, matinya aktivitas sains di persemakmuran Islam itu telah banyak disebabkan oleh faktor-faktor internal. Polarisasi umat Islam secara internal yang mengakibatkan disintegrasi antar mereka membuat peluang besar bagi kemenangan Kristen/Barat saat itu. 

Polarisasi tersebut juga akibat adanya rasa primordialisme ('ashabiyah) dan sektarianisme.

Sebagaimana kata Ahma Anees bahwa hanya ada satu kekuatan yang memotivasi umat islam untuk menuntut ilmu pengetahuan yaitu konsep tentang ilmu dan operasionalisasinya.alasan mengapa islam mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam zaman keemasan antara 8-11 M karena Al-Quan dan Hadits tak habis-habisnya menyeru umat Islam untuk selalu meneliti, mengkaji, dan memelihara alam yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. 

Oleh sebab itu, jika umat islam tidak ingin tertnggal maju dengan dunia barat, maka sudah saatnya untuk menghidupkan kembali (revitalisasi) warisan intelektual Islam yang selama ini terabaikan, dan jika perlu mendefenisikan kembali (redefenisi) ilmu dengan epistemology  yang diderivasi oleh wahyu itu.

Bab V berisi penutup dan kesimpulan. Umat islam memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk membut dan menghasilkan dasar epistemology, yang merupakan sebuah sistem untuk menghasilkan pengetahuan pribumi yang organic dan berorientasi pada kesejahteraam umat. Karena ilmuwan sebagai pewaris nabi, maka ia memiliki tanggung jawab sebagai amar ma'ruf nahi munkar dan sebagai khalifah Allah di bumi.

Ilmu-ilmu modern barat pun masih bisa dipakai sepanjang relevan dengan nilai islam. Oleh sebab itu yang harus selalu ditinjau kembali adalah landasan falsafahnya, yang menyangkut tujuan dan kegunaannya. Di sinilah tugas ilmuwan muslim untuk meluruskan dan mengarahkannya sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai Islam. Baik konsep Sardar maupun Al-Faruqi sama-sama memiliki tujuan yang tak berbeda, yaitu: tauhid, khilafah, amanah, 'adalah, dan istishlah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun