Mohon tunggu...
Zhee Rafhy
Zhee Rafhy Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

Sajak kecil yang tidak puitis, Lelaki kecil yang tidak romantis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Euforia Patah Hati

19 Mei 2019   23:08 Diperbarui: 19 Mei 2019   23:55 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pintaram.com/t/girlishthoughts

Aku juga masih tetap tak habis pikir mengapa aku bisa menyukai seorang pria yang sama sekali bukan tipeku. Tetapi yahh perbandingan-perbandingan seperti itu sama sekali tidak bisa kau jadikan patokan. Keriteria, tipe atau apapun itu bisa kau gantungkan di benakmu, tetapi sekedarnya saja.

Hal itu mungkin akan menandakan bahwa kau memiliki pandangan dan target kedepannya. Tetapi saat kau justru terlalu berfokus kepada keriteria-keriteriamu itu, aku khawatir kau akan menjadi seorang tante-tante tua yang tak kunjung menemukan belahan jiwanya, katamu saat aku memprtanyakaan tipe cewek idamanmu. Tetapi jawabanmu sama sekali tidak membuatmu tampak keren menurutku, justru menjadikanmu sesosok lelaki yang terkesan sok tahu.

Dikarenakan aku adalah sesosok wanita yang terkadang memiliki sifat kelaki-lakian, aku berharap dipertemukan oleh seorang lelaki yang akan membuatku merasa menjadi wanita seutuhnya. Tetapi kamu justru berbeda, kau menyukaiku justru karena sifatku yang apa adanya. Kau suka caraku berbicara yang terkadang suka blak-blakan. Kau suka caraku tertawa lepas. Kau suka senyumku yang lebar memeperlihatkan gigiku yang tak rata. Kau suka tingkah-tingkahku yang terkadang kasar. Kau suka gurauan konyolku yang selalu membuatmu tertawa.

Meski sebenarnya aku sangat benci di jadikan bahan olokan, tetapi entah mengapa aku tidak mempermasalahkannya kalau itu adalah kamu. Mungkin kerena kita dulunya adalah sahabat, meski sekarang kita berjalan bergandengan tangan dan bahkan bercinta yang tak seharusnya di lakukan oleh sepasang sahabat.

Seorang sahabat yang akan selalu setia mendengarkan curahan hatiku, ocehan-ocehan bawelku, sasaran pelampiasan kesalku, dan juga penawar tangisku. Terkadang suka sok bijak, sok menggurui dan menasehati layaknya seorang ayah kepada anak gadisnya. Kamu juga seorang sahabat lelaki yang tak segan membantuku berdandan saat hendak melakukan kencan pertamaku. Karena meski malu harus aku akui, aku sama sekali tak pernah berdandan sebelumnya.

Kala itu kau tak mampu menahan tawa ngakakmu sambil berguling di sofa memegangi perutmu saat aku pertama kali muncul di hadapanmu dengan riasan wajah tebal tak karuan. Kau menawarkan diri, meski sebenarnya aku meragukanmu. Bagai mana mungkin seorang pria yang tak pernah memegang listip dan pensil alis tahu bagai mana caranya berhias.

" Kau tak boleh lupa satu hal. Aku adalah lelaki, dan orang yang akan kau kencani pun seorang lelaki. Selera lelaki biasanya tak beda jauh. Percayakan saja kepadaku. Aku akan merias wajahmu bak seorang yang profesional, bukan sebagai teman jaimmu." Katamu kala itu mencoba meyakinkanku.

Setelah aku menimbang-nimbang cukup lama, aku tak punya pilihan lain. Dari pada harus terlihat konyol di hadapan orang yang aku puja. Aku hanya bisa terdiam pasrah saat kau memoles wajahku dan memainkan rambutku. Tatapan mata kita sempat terpaku beberapa saat. Nafas kita beradu, dan kita tak pernah sedekat itu sebelumnya.  Dunia terhenti sekejap berputar pada porosnya. Waktu terhenti, cukup lama hingga kau dan aku kembali tersadar kemudian.

Kau tampak kikuk setelahnya sambil berusaha buru-buru menyelesaikan pekerjaanmu. Aku hanya bisa tercengang takjub melihat sosok yang kini berdiri di hadapan cermin. Sesosok wanita anggun yang sama sekali tak ada kesan tomboy sedikit pun. Saat itu adalah pertama kali aku merasakan menjadi wanita yang seutuhnya olehmu.

Meski itu hanya berlaku malam itu saja dan tak lama. Kencan pertamaku gagal, dia tak datang dan malah di gantikan oleh sosok lain yaitu hujan. Aku merelakan hujan menghapuskan riasan wajahku. Aku pulang dengan keadaan berantakan dan basah kuyup. Meski kencan pertamaku tak berjalan bagus, kau selalu mendukungku. Memberi dorongan untuk maju. Karenanya aku mememilih bertahan pada satu sosok pria yang jelas-jelas mengabaikan dan membuangku pada akhirnya.

Sepanjang perjalanan cintaku, kami sangat sering cekcok dan berbeda pendapat. Kami sangat jarang akur dan lebih sering bertengkar kemudian saling merindui di kala jauh. Dia terlalu posesif. Aku tak suka diberi batasan-batasan. Aku tak suka seseorang mencampuri kehidupanku meski itu adalah pasanganku. Aku perlu ruang gerak yang lebih leluasa. Aku memiliki kehidupan di mana aku terkadang perlu ruang untuk sendiri atau suatu waktu aku merasa tak ingin di usik oleh siapa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun