Mohon tunggu...
Zarna Fitri
Zarna Fitri Mohon Tunggu... Freelancer - Terus bermimpi

Hidup harus bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manusia-Manusia Mengerikan

21 Januari 2025   15:49 Diperbarui: 21 Januari 2025   16:09 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pintu kereta baru terbuka, Arya langsung melompat ke luar menuju stasiun. Kejadian yang ia saksikan di atas kereta membuatnya untuk terburu-buru turun. Seharusnya Arya turun masih tiga stasiun lagi. Dengan kejadian itu, kini Arya harus lanjut dengan ojek daring agar tak terkena macet.

Tadi itu kereta lagi padat-padatnya penumpang. Benar-benar tidak ada ruang utnuk bergerak sama sekali. Biasa sih sebenarnya untuk jam-jam keberangkatan dan kepulangan jam kerja. Arya seperti biasa selalu berdiri. Meskipun sebelumnya dapat tempat duduk, tapi tetap saja nanti Arya membagikan tempat duduknya kepada penumpang prioritas, entah itu ibu-ibu, ibu hamil, atau kakek-kakek.

Untuk ukuran laki-laki, Arya termasuk yang kurang tinggi. Di samping Arya berdiri, ada penumpang laki-laki dan perempuan yang tidak beda jauh tingginya dengan Arya, selebihnya adalah penumpang laki-laki. Mereka bertiga terjepit dan berdesakan dengan puluhan penumpang lain di kereta.

Anehnya, penumpang berdua itu hadap-hadapan. Tidak aneh juga sebenarnya, karena sebagai penumpang bisa dan boleh saja mau menghadap kemana. Tapi kondisi kereta yang penuh sesak ini dimanfaatkan oleh dua sejoli ini untuk berbuat hal tak senonoh. Untungnya sebelum lebih jauh, kereta sudah sampai di stasiun. Entahlah, setelahnya dua sejoli itu masih malenjutkan aksinya atau tidak.

Akhirnya Arya sampai di kantor dan bekerja seperti biasa. Banyak tugas kantor yang harus selesai hari ini.

Untuk mengatasi kejenuhan dengan padatnya pekerjaan, Arya mencoba untuk membuka gawainya. Arya geleng-geleng kepala membaca berita akhir-akhir ini. Ada bapak yang mencabuli anak kandunglah, pelaku lainnya bapak tirilah, tukang jualan mainanlah, tukang sayur, dosen pembimbing, dan kasus-kasus rudapaksa lainnya. Semengerikan itukah manusia hari ini?batin Arya. Korbannya anak kecil, bayi, dan anak di bawah umur lainnya. Sungguh mengerikan.

Untung saja gawai Arya berbunyi. Ternyata dari Mama Arya.

"Halo, Ma. Mama apa kabar?" tanya Arya santun.

"Alhamdulillah, Mama sehat," jawab Mama Arya di seberang sana.

Arya kalau teleponan dengan mamanya memang terhitung lama. Ada saja yang mereka bicarakan. Dari hal penting sampai hal yang tidak penting sampai menggosip pun mereka lakukan. Seperti itulah kedekatan Arya dan mamanya.

"Arya, kamu ingat dengan Mirna yang tetangga kita di ujung jalan itu gak?" tanya Mama Arya tiba-tiba.

"Mirna yang anak pertama Pakde Zal itu kan Ma?"

"Iya, siapa lagi!"

"Kenapa dia, Ma?" Arya bertanya keheranan.

"Dia sudah punya cucu,"

"Alhamdulillah. Eh, tapi bukannya anaknya masih kecil, Ma? Kayaknya jauh banget umurnya di bawah aku deh, Ma," Arya jadi heran dengan cerita mamanya.

"Makanya kamu dengerin dulu Mama cerita. Anaknya itu memang masih umur lima belasan deh tapi badannya bongsor dan tidak sekolah. Tiba-tiba minggu lalu pas arisan ibu-ibu bilang kalau Mirna sudah punya cucu. Anak pertamanya itu lahiran. Ternyata seminggu sebelumnya baru ketahuan kalau dia hamil dan langsung dinikahkan dengan pacarnya. Pantesan badannya agak beda kelihatannya sebelumnya, ternyata lagi hamil. Padahal dulu kan itu si Mirna juga hamil di luar nikah eh sekarang anaknya juga. Dunia sekarang, ngeri deh Mama dengernya."

"Makanya kamu kapan kasih Mama cucu juga?" Mama kembali dengan pertanyaan andalannnya setiap teleponan dengan Arya.

"Apa Mama mau Arya hamilin anak orang juga?"

"Hush, jangan ngawur kamu, ya. Awas kalau kamu begitu, jangan anggap Mama sebagai mamamu lagi."

"Iya, Ma. Doakan saja, jodohnya datang segera," pelan suara Arya menjawab pertanyaan mamanya.

Tidak ada lembur hari ini dan Arya bisa pulang dengan cepat. Arya ingin langsung tidur karena sudah beberapa hari ini lembur sangat menyiksanya. Untung di perjalanan pulang tidak ada kejadian aneh di kereta.

Waktu berlalu. Arya sudah memiliki kekasih. Mereka berdua saling menyayangi. Kekasih Arya masih sedang tahun akhir kuliah. Sedang menyusun skripsi. Empat bulan lagi wisuda. Rencananya, setelah wisuda nanti, Arya ingin melamarnya. Arya sudah memantapkan hati kali ini. Semoga pilihan Arya ini direstui oleh mama. Mereka berdua tak sengaja bertemu di acara reunian sekolah.

"Aku suka sekali hidungmu," Arya menatap kekasihnya dengan tatapan bahagia.

"Apa sih? Gombal deh kamu," kekasih Arya salah tingkah.

"Iya, hidungmu itu yang membuatku jatuh hati saat kita bertemu waktu itu. Tahu tidak, dari kejauhan saja, aku bisa mengetahui kehadiranmu dengan melihat hidungmu itu. Nah, ini baru gombalan," mereka berdua tertawa bersama.

Hari-hari Arya semakin berwarna sejak kehadiran kekasihnya itu. Rencananya besok Arya ingin mengenalkannya dengan mama.

Mengusir kesepian di kamar kos, ditemani secangkir es kopi dingin, seperti biasa Arya scroll handphone.

"Kenapa sih berita akhir-akhir ini tentang itu lagi dan lagi. Pencabulan lagi, perkosaan lagi. Pembunuhan lagi. Pada gak mikir apa ya, gampang banget ngebunuh orang," Arya kesal dengan berita yang ia baca.

"Berita korupsi 271 triliun kek yang diberitain. Bagaimana itu prosesnya kok bisa dapat hukuman 6,5 tahun doang. Gerah banget beritanya ini lagi," kening Arya mengkerut dengan berita-berita tersebut.

Arya membanting gawainya sembarangan. Lalu Arya menuju rak buku dan membaca buku yang kemarin baru ia beli.

Tiba-tiba gawai Arya berbunyi menadakan sebuah pesan masuk melalui aplikasi chatting  yang ada. Pesan dari kekasih Arya yang mengabarkan kalau besok pertemuan dengan mama Arya sore saja, karena sampai siang masih ada ketemuan dengan dosen pembimbing. Arya paham sekali rasanya bimbingan skripsi dan idak mempermasalahkan hal tersebut. Lagipula Arya masih cuti sampai besok.

Gerimis, membuat Arya bermalas-malasan saja di kamar kosnya. Biasanya Arya dan teman kos sebelahnya akan bermain game tapi tidak malam ini. Iya, kosan Arya ada di bagian depan dan hanya dua pintu. Yang dihuni dan Arya dan teman sebelahnya. Sama. Laki-laki juga.

Dari tadi pintu kosan Arya terbuka sedikit agar ada angin yang masuk biar tidak pengap. Mencium dan melihat gerimis yang turun menjadi candu yang terkadang membuat Arya teringat masa kecil. Saat akan menutup pintu karena sudah pukul sembilan lebih, Arya melihat sekelebat bayangan dengan pemilik hidung yang sangat Arya kenal. Arya terkesiap. Dahinya mengernyit. Hati Arya ingin menolak tapi pikiran Arya membenarkan prasangkanya.

***

Mama Arya sedari pagi sudah sibuk di dapur. Memasak beraneka masakan untuk menyambut kedatangan calon yang akan dikenalkan oleh anaknya, Arya. Terlihat senyum menghiasi wajahnya di hari itu. Keinginannya untuk menimang cucu tidak lama lagi akan terwujud.

Setelah selesai semua dan tersusun rapi, Mama Arya menyalakan televisi dan sedang ada berita berjudul "Ditemukan Jasad Perempuan Tanpa Hidung"

"Ah, sungguh malang sekali wanita itu. Pasti hidungnya cantik sekali sehingga yang menghabisi nyawanya sampai tega menghilangkan hidung tersebut," gumam Mama Arya

Reflek Mama Arya memegang hidungnya dan tersenyum, "bersyukur dengan hidung pesek ini."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun