Mohon tunggu...
Zarna Fitri
Zarna Fitri Mohon Tunggu... Freelancer - Terus bermimpi

Hidup harus bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langkah Kaki di Musim Kemarau

19 November 2024   16:04 Diperbarui: 19 November 2024   16:09 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iringan Kaki (Sumber Tribun Bali)

"Rinaldi!" mata Bu Siti mengitari sekeliling kelas tapi tak terlihat batang hidung Rinaldi.

"Tadi ada, Bu. Sepertinya lagi ke kamar mandi," Edo, teman sebangku Rinaldi memberikan penjelasan.

Bu Siti lanjut mengabsen murid yang lain .

Jam istirahat sudah hampir tiba. Artinya sudah hampir dua jam pelajaran Bu Siti mengajar. Namun Rinaldi belum balik.

Terdengar suara pintu kelas dibuka. Rinaldi nongol di balik pintu.

"Kamu baru mau ikut pelajaran?" tanya Bu Siti langsung menginterigasi Rinaldi.

"Kemana saja kamu dari tadi, Nak?" suara Bu Siti tertahan. Ya, semarah-marahnya Bu Siti tapi tetap beliau tidak bisa emosi atau marah menggebu-gebu.

"Ibu mau marahin saya juga?" tanya Rinaldi memelas, "di rumah tadi saya juga dimatahi ibu, apa ibu juga akan marah sama saya?"

Bu Siti menarik nafas panjang. "Ceritakan dari mana saja kamu sampai baru balik saat jam pelajaran akan berakhir?" Bu Siti berusaha mengatur emosinya.

"Tadi perut saya mules, Bu. Lalu saya plke kamar mandi tapi ternyata tidak ada air sama sekali. Saya sudah mencoba untuk meminjam toilet di ruang guru tapi sama tidak ada air juga. Perut saya sakit banget, Bu. Saya lalu lari pulang saja karena tidak tahan," cerita Rinaldi.

"Pas di pintu mau masuk rumah, saking tidak tahannya dan saya berlari, berceceran, Bu dan jadi deh ibu marahin saya," Rinaldi menunduk sedih.

Teman-temannya banyak yang menahan tawa mendengar cerita Rinaldi.

"Hmm, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu pulang?" 

"Saya sudah tidak tahan, Bu. Itu saja masih belum sampai kamar mandi udah keduluan...," jelas Rinaldi lagi.

"Baiklah. Nanti ibu bicarakan dengan kepala sekolah agar kamar mandi sekolah bisa punya air di musim kemarau ini. Sumur-sumur pada kering. Apalagi kamar mandi sekolah yang hanya pakai bak, mengandalkan tadahan air hujan," kemudian Bu Siti mempersilakan Rinaldi duduk di bangkunya setelahnya terdengar bel tanda istirahat.

***

"Anak-anak, besok Hari Sabtu kita gotong royong bersama, ya. Kalian bawa ember dari rumah, ya. Kita mengisi bak agar terisi penuh. Tidak mungkin kita menunggu turunnya hujan," Bu Siti memberikan pengumuman di depan kelas.

"Baik, Bu," jawab anak-anak serempak.

Besoknya terlihat semua murid sudah membawa ember masing-masing. Kepala sekolah memberi instruksi sebelum berjalan menuju sungai yang berjarak satu kilo meter dari sekolah. Kepala sekolah berkali-kali mengingatkan agar beehati-hati. Karena melewati jalan raya dan ada tanjakan.

Rinaldi, Edo dan yang lain berjalan bersama. Semuanya kebagian bolak balik lima kali membawa air dari sungai ke sekolah. Mereka senang karena tidak belajar. Ya, memang Hari Sabtu biasanya juga tidak ada mata pelajaran.

Murid-murid berlarian dan sesekali kejar-kejaran dengan yang lain.

***

Besoknya di kelas,

"Rinaldi, kenapa kamu pakai sendal?" Bu Siri menatap ke kaki Rinaldi.

"Anu, Bu. Kemarin saat mengambil air ke sungai, sepatu saya tidak sengaja ketimpa air dan basah, Bu," jawab Rinaldi terbata dan takit menatap Bu Siti.

"Sepatu saya cuma satu, Bu," lanjut Rinaldi lagi.

Bu Siti menghela nafas panjang sambil sedikit mengernyitkan dahi. Terlihat kerutan  di keningnya yang berjumlah lima.

Tanpa berkata-kata, Bu Siti mempersilakan Rinaldi duduk kembali ke bangkunya.

***

Besoknya di kelas,

Bu Siti dan murid-murid masuk dengan menutup hidung karena mencium aroma tidak sedap.  Seperti bau sepatu, batin Bu Siti.

Bu Siti melihat sekeliling kelas. Terlihat Rinaldi duduk dengan gelisah. Bu Siti melihat dengan menyelidik. Rinaldi semakin gelisah.

Saat bel istirahata berbunyi, Bu Siti memanggil Rinaldi.

Rinaldi yang sepertinya paham kenapa dipanggil jadi salah tingkah. Tanpa ditanya Bu Siti, Rinaldi menjelaskan dengan terbata.

"Anu, Bu, iii..iya bau itu dari se..sepatu saya," Rinaldi gugup dan terbata.

Bu Siti membiarkan Rinaldi menjelaskan sampai selesai.

"Kan sepatu saya basah. Nah, kemarin saya sudah kena panggil karena tidak pakai sepatu ke sekolah. Saya tidak mau hari ini kena tegur lagi, Bu. Jadi saya pakai sepatu itu meski belum kering Bu," Rinaldi kemudian berhenti berbicara.

Suasana hening  

"Nanti, pulang sekolah kamu jemur lagi ya sepatunya. Kan cuaca panas ini. Semoga besok kering. Kalau belum kering, jangan dipaksa pakai sepatu yang basah, ya," Bu Siti meneluk bahu Rinaldi kemudian berlalu ke ruang guru.

Rinaldi mematung sejenak kemudian duduk kembali ke bangkunya. Rinaldi malu untuk bergabung bermain bersama Edo dan yang lainnya. Takut dijuhi karena aroma dari sepatunya.

*** 

Sabtu berikutnya, murid-murid kembali diajak bergotong royong mengisi air kamar mandi sekolah dari sungai. Musim kemarau kali ini benar-benar membuat semua kering kerontang. Sawah petani saja jadi retak-retak. Air sungai pun menyusut sebenarnya  Sumur-sumur masyarakat juga mulai kering. Bahkan ada sebagian yang sudah kering total.

Untungnya murid-murid senang diajak bergotong royong mengisi air. Bukan, bukan karena mereka suka. Tapi karena bagi mereka ini seperti arena permainan. Mereka bisa berlari-lari bersuka cita dan kejar-kejaran dengan yang lain. Sesekali sambil saling siram dengan air yang mereka bawa. Wajar, saat sampai sekolah air yang dibawa jadi sisa setengahnya. Ada juga yang sisa sedikit banget.

***

Besoknya di kelas.

Bu Siti sudah duluan masuk kelas. Kali ini Rinaldi terlambat. Rinaldi masuk dengan menyeret kakinya sambil sedikit menahan sakit.

Bu Siti menatap Rinaldi. Rinaldi yang seolah paham tatapan Bu Siti lalu berkata: " Maaf, Bu, saya tidak pakai sepatu lagi. Maaf ya, Bu," Rinaldi menunduk seakan bersiap jika Bu Siti mau memarahinya.

"Ibu tidak bertanya kenapa kamu tidak pakai sepatu, Nak. Tapi itu kaki kamu kenapa?" tanya Bu Siti iba melihat luka memar dan biru di bagian lutut dan baguan kaki Rinaldi lainnya  Siku Rinaldi juga terlihat beberapa luka yang masih basah.

"Saat mengambil air dari sungai saya kepeleset dan terantuk batu. Lutut dan mata kaki saya lecet. Perih, Bu" Rinaldi menjelaskan.

"Kenapa kamu tidak bilang saat Sabtu itu kepada Ibu atau guru yang lain. Kan itu tanggung jawab sekolah. Tanggung jawab ibu terutama sebagai wali kelas kamu. Besok-besok kalau ada apa-apa yang terjadi di lingkungan sekolah, kamu lapor, ya. zjangan ambil keputusan sendiri. Ini berlaku juga buat yang lain. Mengerti!" Bu Siti menatap kelas.

"Mengerti, Bu," jawab murid-murid kompak.

Musim kemarau masih belum usai. Tapi sehari kemarin hujan turun dengan derasnya. Besoknya Rinaldi masuk kelas tanpa pakai sepatu lagi. Alasannya sepatunya basah saat lulang sekolah kehujanan. Bu Siti hanya bisa mengelus dada. Mau marah tidak mungkin. Satu hal yang disyukuri Bu Siti, Rinaldi dan murid lain tetap bersemangat pergi sekolah.

Sepulang mengajar, Bu Siti berjalan-jalan ke pasar berencana membeki keperluan dapur  Kebetulan Bu Siti melihat ada obralan sepatu. Tanpa berpikir panjang, Bu Siti memilih dan membelinya dengan senyum terukir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun