Melansir dari cnbcindonesia.com, Ali Charisma yang merupakan designer kondang mengatakan kalau 60% orang Indonesia lebih memilih membeli produk luar daripada produk lokal. Padahal jika dilihat lebih luas lagi, produk lokal sekarang sudah semakin berkembang dan memiliki harga yang lebih murah dibanding brand luar, contohnya seperti brand Erigo yang selalu update dengan tren fashion dan menawarkan dengan harga yang cukup terjangkau bagi anak muda.
Kualitas yang ditawarkan oleh produk lokal Indonesia dapat dibilang sudah cukup baik. Kualitas tersebut sudah layak untuk bersaing dengan produk luar yang berasal dari brand ternama. Desain yang ditawarkan oleh produk lokal juga sudah mengikuti tren fashion yang sedang berkembang di pasaran. Baik dari segi harga pun produk lokal lebih mudah dijangkau daripada brand luar. Namun sangat disayangkan paradigma masyarakat yang lebih mengedepankan merek membuat produk lokal ini sulit untuk bersaing. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa brand ternama dengan harga yang fantastis akan menghasilkan produk yang lebih baik dan tidak melirik ke produk lokal.Â
Kemudahan untuk mendapatkan produk impor bagi konsumen di Indonesia menyebabkan produsen dalam negeri mengalami kompetisi yang sangat ketat antara produsen lokal maupun luar. Pergantian lingkungan bisnis berbentuk regulasi yang menimbulkan kebebasan mengimpor beberapa barang yang sesungguhnya bisa dibuat di dalam negeri merupakan salah satu tantangan yang dialami produsen lokal. Sehingga tidak mengherankan bila kekhawatiran pada industri dalam negeri mengalami persaingan yang terus meningkat. Oleh sebab itu produsen lokal memilih menggunakan nama berbahasa asing untuk menarik minat pembeli lokal seperti The Executive, Hammer, Nail yang merupakan contoh merk lokal yang lumayan dikenal di Indonesia. Merek- merk berbahasa asing tersebut digunakan agar memudahkan untuk terjun ke pasar internasional. Namun agar dapat merajai pasar dunia, pasar domestik harus dikuasai terlebih dahulu (Suryadi dan Hendrawan, 2010).Â
Melansir dari https://stylo.grid.id/, Zaneta owner dari brand Divites Belle yang bergerak dalam bidang produksi tas dan sepatu mengatakan bahwa tantangan terbesar dari brand lokal adalah bersaing dengan brand luar yang sudah memiliki nama. Meskipun produk lokal sudah cukup diakui di dalam suatu kalangan tetapi tidak sedikit yang tetap memilih membeli produk brand ternama. Meskipun demikian, Zaneta tetap optimis bahwa dengan kualitas yang diberikan, suatu saat nanti brand lokal akan menguasai pasar domestik.
Tidak hanya itu menurut Marcella Dewi COO MAPClub, tantangan ini tidak hanya datang dari luar melainkan datang dari dalam juga. Saat ini maraknya produk kualitas palsu yang dijual di market place online membuat penjualan produk dari official store menurun. Harga produk replika memang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan produk aslinya tetapi, kehadiran produk replika justru menghambat perkembangan industri kreatif karena hanya meniru apa yang sudah ada.Â
Melansir dari umm.ac.id, terdapat 4 alasan mengapa produk lokal kalah bersaing dengan produk luar yaitu
Kualitas Produk
Produk luar selalu fokus terhadap kualitas dulu kemudian kuantitas. Sementara produk lokal sebaliknya. Pada hal ini tidak sepenuhnya salah, namun saat adanya inspeksi dadakan, akan membuat citra dari brand tersebut menjadi rusak.
Kemasan Produk
Banyak masyarakat Indonesia yang rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli produk luar, namun tidak dengan produk lokal. Karena itu, wajar apabila perusahaan lokal mencari cara agar harga yang ditawarkan dapat lebih murah dibanding produk luar. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan kemasan produk. Padahal dengan memperindah suatu barang atau produk, itu akan menambah nilai seni dalam harga jual produk tersebut. Jika kemasannya unik, siapa sih yang ga berani mengeluarkan lebih banyak biaya?