Hi teman-teman, kalian tau ga sih apa itu ekonomi kreatif? Ekonomi kreatif merupakan suatu konsep di era ekonomi yang baru untuk memajukan pembangunan ekonomi yang berkepanjangan dengan mengandalkan informasi dan kreatifitas yang dimiliki oleh Sumber Daya Manusia( SDM) sebagai aspek produksi utama. Â Ekonomi kreatif ini memiliki 17 turunan, subsektor diantaranya yaitu fesyen, arsitektur, fotografi, desain interior, desain komunikasi visual (DKV), desain produk, film/animasi/video, kerajinan (kriya), pengembangan permainan, televisi dan radio, musik, kuliner, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, penerbitan, dan aplikasi.Â
Peran Ekonomi Kreatif di Indonesia sangatlah penting bagi pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2018 sektor ekonomi kreatif menyumbang pendapatan bersih sebesar 1000 Triliun, sehingga sangatlah memberikan kontribusi dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 7,28%. Diharapkan perkembangan dalam sektor ekonomi kreatif ini dapat terus berlanjut. Saat ini sektor ekonomi kreatif sudah bertumbuh sebesar 5,76%. Angka pertumbuhan ini mengalahkan angka pertumbuhan sektor-sektor lain seperti listrik, gas dan air bersih, pertambangan dan penggalian, pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, jasa-jasa dan industri pengolahan.Â
Untuk merealisasikan hal tersebut tentu diperlukan upaya untuk menyatukan semua pihak pelaku ekonomi kreatif, salah satunya melalui temu kreatif nasional dengan melibatkan seluruh pelaku industri dan ekonomi kreatif agar dapat berbagi pengalaman dan saling menunjukkan kreativitas yang dimilikinya, hal ini ditujukan untuk membantu memajukan sektor industri kreatif. Di dalam temu kreatif nasional ini bapak Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa beliau akan membuat keputusan politik yang dapat membantu proses ekonomi kreatif menjadi pilar ekonomi di Indonesia. Bapak presiden Joko Widodo yakin akan besarnya peluang sektor ekonomi kreatif dalam membentuk Badan Ekonomi Kreatif yang nantinya akan berfungsi sebagai sarana yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi kreatif Indonesia.Â
Meskipun perkembangan sektor ekonomi kreatif di Indonesia sudah cukup meluas, namun masih ada beberapa hal yang harus dibenahi dan disiapkan. Persiapan ini perlu dilakukan untuk memasuki persaingan global di dalam era revolusi industri 4.0. Sehingga meskipun memasuki era yang baru diharapkan ekonomi kreatif di Indonesia dapat bersaing bahkan mengalahkan ekonomi kreatif yang dimiliki oleh negara luar. Namun sangat disayangkan saat ini dalam layanan e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee, 70% produk katalognya terisi dari hasil barang ekonomi kreatif milik negara lain, sedangkan untuk produk ekonomi kreatif lokal yang terdapat dalam katalog tidak sampai 10%.Â
Nah, setelah kita mempelajari apa itu ekonomi kreatif dan perkembangannya di Indonesia, saat ini kita akan membahas mengenai salah satu subsektor ekonomi kreatif. Subsektor yang akan kita bahas saat ini adalah fashion. Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti selalu mengenakan pakaian. Penggunaan pakaian tidak hanya menyangkut tentang nilai keindahan, namun juga untuk perlindungan diri kita seperti saat cuaca dingin kita akan mengenakan jaket, Â maka suhu tubuh kita menjadi hangat.Â
Trend fashion dikalangan masyarakat akan selalu berubah-ubah, perubahan trend yang terjadi membuat para pekerja dalam bidang fashion untuk terus berpikir kreatif dan mengeluarkan inovasi-inovasi terbaru yang dapat menarik perhatian masyarakat. Para pelaku industri kreatif fashion juga harus selalu up to date mengenai trend apa yang sedang digemari masyarakat. Pemahaman trend ini dapat membantu para pekerja industri kreatif subsektor fashion untuk bersaing dengan dunia luar.Â
Saat ini Subsektor Industri Fashion dapat dikatakan sudah cukup baik. Subsektor ini dapat menempati urutan kedua dalam jumlah usaha maupun industri ekonomi kreatif menurut jajaran sensus ekonomi pada tahun 2016 dengan hasil 15, 01% sesudah industri kuliner dengan 67, 66%. Industri fashion telah berkontribusi dengan 18, 01% alias senilai 116 Triliun dalam sejarah ekonomi kreatif di Indonesia.
Dilansir dari binus.ac.id, melalui data dari Kementrian Perindustrian pada 2016, tercatat nilai ekspor dari Industri Fashion meraih sekitar 165 Triliun atau USD 11,7 Miliar. Dengan meningkatkan produktivitas industri manufaktur melalui pelaku usaha kreatif dan pebisnis muda kepada industri kecil dan menengah, tentunya dapat mempermudah memenuhi kebutuhan pasar lokal dan global  dalam menghadapi perkembangan industri 4.0 ini.Â
Pertumbuhan tren fashion di Indonesia didorong oleh sebagian aspek seperti media massa, dunia entertainment, dunia bisnis, serta internet. Namun sangat disayangkan tren Fashion di Indonesia cenderung meniru style kebarat baratan, baik itu dalam bahan yang digunakan ataupun dalam desain. Melansir dari impressestudio.com, design dalam produk memiliki peran penting setelah warna bagi pembeli dalam menentukan produk pilihannya.
Saat ini trend fashion yang berkembang di masyarakat sering dikaitkan dengan status sosial yang dimiliki orang tersebut. Tidak sedikit orang yang mengaitkan suatu brand pakaian yang dikenakan dengan popularitas orang tersebut. Hal ini menyebabkan masyarakat cenderung memilih pakaian berdasarkan brand yang sudah memiliki nama. Terkadang mereka juga lebih memilih brand nama tersebut dibandingkan dengan kualitas yang ditawarkan.
Melansir dari cnbcindonesia.com, Ali Charisma yang merupakan designer kondang mengatakan kalau 60% orang Indonesia lebih memilih membeli produk luar daripada produk lokal. Padahal jika dilihat lebih luas lagi, produk lokal sekarang sudah semakin berkembang dan memiliki harga yang lebih murah dibanding brand luar, contohnya seperti brand Erigo yang selalu update dengan tren fashion dan menawarkan dengan harga yang cukup terjangkau bagi anak muda.
Kualitas yang ditawarkan oleh produk lokal Indonesia dapat dibilang sudah cukup baik. Kualitas tersebut sudah layak untuk bersaing dengan produk luar yang berasal dari brand ternama. Desain yang ditawarkan oleh produk lokal juga sudah mengikuti tren fashion yang sedang berkembang di pasaran. Baik dari segi harga pun produk lokal lebih mudah dijangkau daripada brand luar. Namun sangat disayangkan paradigma masyarakat yang lebih mengedepankan merek membuat produk lokal ini sulit untuk bersaing. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa brand ternama dengan harga yang fantastis akan menghasilkan produk yang lebih baik dan tidak melirik ke produk lokal.Â
Kemudahan untuk mendapatkan produk impor bagi konsumen di Indonesia menyebabkan produsen dalam negeri mengalami kompetisi yang sangat ketat antara produsen lokal maupun luar. Pergantian lingkungan bisnis berbentuk regulasi yang menimbulkan kebebasan mengimpor beberapa barang yang sesungguhnya bisa dibuat di dalam negeri merupakan salah satu tantangan yang dialami produsen lokal. Sehingga tidak mengherankan bila kekhawatiran pada industri dalam negeri mengalami persaingan yang terus meningkat. Oleh sebab itu produsen lokal memilih menggunakan nama berbahasa asing untuk menarik minat pembeli lokal seperti The Executive, Hammer, Nail yang merupakan contoh merk lokal yang lumayan dikenal di Indonesia. Merek- merk berbahasa asing tersebut digunakan agar memudahkan untuk terjun ke pasar internasional. Namun agar dapat merajai pasar dunia, pasar domestik harus dikuasai terlebih dahulu (Suryadi dan Hendrawan, 2010).Â
Melansir dari https://stylo.grid.id/, Zaneta owner dari brand Divites Belle yang bergerak dalam bidang produksi tas dan sepatu mengatakan bahwa tantangan terbesar dari brand lokal adalah bersaing dengan brand luar yang sudah memiliki nama. Meskipun produk lokal sudah cukup diakui di dalam suatu kalangan tetapi tidak sedikit yang tetap memilih membeli produk brand ternama. Meskipun demikian, Zaneta tetap optimis bahwa dengan kualitas yang diberikan, suatu saat nanti brand lokal akan menguasai pasar domestik.
Tidak hanya itu menurut Marcella Dewi COO MAPClub, tantangan ini tidak hanya datang dari luar melainkan datang dari dalam juga. Saat ini maraknya produk kualitas palsu yang dijual di market place online membuat penjualan produk dari official store menurun. Harga produk replika memang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan produk aslinya tetapi, kehadiran produk replika justru menghambat perkembangan industri kreatif karena hanya meniru apa yang sudah ada.Â
Melansir dari umm.ac.id, terdapat 4 alasan mengapa produk lokal kalah bersaing dengan produk luar yaitu
Kualitas Produk
Produk luar selalu fokus terhadap kualitas dulu kemudian kuantitas. Sementara produk lokal sebaliknya. Pada hal ini tidak sepenuhnya salah, namun saat adanya inspeksi dadakan, akan membuat citra dari brand tersebut menjadi rusak.
Kemasan Produk
Banyak masyarakat Indonesia yang rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli produk luar, namun tidak dengan produk lokal. Karena itu, wajar apabila perusahaan lokal mencari cara agar harga yang ditawarkan dapat lebih murah dibanding produk luar. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan kemasan produk. Padahal dengan memperindah suatu barang atau produk, itu akan menambah nilai seni dalam harga jual produk tersebut. Jika kemasannya unik, siapa sih yang ga berani mengeluarkan lebih banyak biaya?
Promosi Produk
Promosi merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk membuat suatu brand dikenal oleh masyarakat. Salah satu sarana promosi yang efektif adalah melalui iklan televisi. Jangkauan penonton yang dihasilkan melalui iklan televisi juga sangat luas, masyarakat dari seluruh Indonesia dapat dengan mudah mengakses iklan tersebut. Meskipun biaya yang dikeluarkan cukup banyak tetapi iklan ini dinilai lebih efektif dibandingkan dengan promosi melalui mulut ke mulut atau menggunakan poster. Karena itu, produk dari top brand yang melakukan promosi yang melibatkan orang banyak lebih digemari.Â
Lokasi Berjualan
Pada produk luar, biasanya dipamerkan dan dijual pada toko - toko tertentu, karena itu mereka dapat menjamin bahwa barang yang dijual di toko mereka merupakan barang yang memiliki kualitas terbaik, sehingga pembeli pun juga lebih percaya untuk membeli langsung dari toko. Namun berbeda dengan beberapa brand lokal . Beberapa brand tersebut biasanya memasarkan produk mereka secara besar-besaran dan memasarkan ke berbagai tempat. Masyarakat akan dengan mudah menemukan produk tersebut sehingga muncul paradigma brand tersebut bukanlah brand premium yang menjadikan atensi terhadap brand lokal menurun.Â
Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut para pelaku industri kreatif subsektor fashion harus berpikir kritis dan melihat peluang yang terdapat. Tentunya kita tidak dapat dengan mudah mengubah paradigma yang sudah mengakar di masyarakat. Selaku pekerja kreatif tentunya harus dapat membuat brand yang dimiliki untuk mengikuti paradigma tersebut. Selain itu sebagai masyarakat Indonesia kita harus bangga menggunakan produk lokal karena hal tersebut secara tidak langsung dapat membantu perekonomian Indonesia.
Jadi tunggu apalagi? Yuk bantu brand lokal agar lebih dikenal lagi di kalangan anak muda.Â
Penulis:
Christian Ricko Harianto
Zefanya Septiani Haryanto
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
referensi:
https://binus.ac.id/bandung/2019/12/perkembangan-dan-sebaran-industri-kreatif-bidang-fashion/
https://binus.ac.id/bandung/2019/12/trend-industri-fesyen-di-indonesia/
http://eprints.ums.ac.id/30642/2/BAB_I.pdf
http://www.umm.ac.id/en/opini/mengapa-produk-luar-lebih-disukai-daripada-produk-dalam-negeri.htmlÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H