Ketegangan antar suku ini menghalangi mereka untuk berpikir lebih luas tentang persatuan atau kemajuan bersama. Bahkan dalam menghadapi bangsa-bangsa besar seperti Persia dan Romawi, mereka lebih memilih untuk tetap terpecah dan berperang di antara mereka sendiri daripada bersatu untuk menghadapi tantangan eksternal.
Pandangan Bangsa Luar Terhadap Arab
Bangsa Arab pada masa pra-Islam sering kali dipandang rendah oleh bangsa-bangsa besar seperti Persia dan Romawi. Hal ini tercermin dalam sebutan-sebutan yang diberikan oleh bangsa luar terhadap mereka, misalnya dengan sebutan "ru't al-ibil wa al-ghanam wa al-uft al-'urt al-jiy'" (penggembala unta dan domba, orang telanjang kaki, dan kelaparan).Â
Sebutan ini tidak hanya mencerminkan pandangan bangsa luar yang merendahkan, tetapi juga mencerminkan bagaimana bangsa Arab dilihat sebagai masyarakat yang lemah, kurang beradab, dan tertinggal dalam hal peradaban dan kekuatan militer.
Pandangan ini tentu tidak sepenuhnya tanpa dasar. Bangsa Persia dan Romawi telah membangun peradaban yang maju, dengan teknologi, budaya, dan militer yang kuat. Sementara itu, bangsa Arab masih terjebak dalam konflik kesukuan, dengan struktur sosial yang sangat sederhana dan primitif.
 Keterbelakangan ini menjadi alasan mengapa bangsa Arab dipandang sebagai masyarakat yang tidak memiliki potensi besar untuk menjadi peradaban yang unggul. Mereka hanya dilihat sebagai bangsa pengembara yang hidup di padang pasir yang keras, dengan kehidupan yang penuh ketidakpastian dan jauh dari konsep kemajuan.
Kerinduan Akan Perubahan dan Kedamaian
Meskipun kehidupan bangsa Arab pra-Islam dipenuhi dengan konflik dan ketidakstabilan, pada titik tertentu mereka mulai merasakan kelelahan dan kejenuhan dengan situasi tersebut. Perang yang berkepanjangan, ketidakpastian sosial, dan kehidupan yang keras mulai memunculkan kerinduan akan perubahan yang lebih baik.
 Banyak dari mereka yang mulai mencari sosok pemimpin atau nabi yang bisa membawa mereka keluar dari kegelapan menuju cahaya. Keinginan untuk hidup dalam kedamaian dan stabilitas mulai tumbuh, meskipun gagasan ini belum secara terbuka diungkapkan oleh sebagian besar masyarakat.
Kerinduan ini menjadi latar belakang penting yang menjelaskan mengapa ketika Islam datang, banyak suku di Arab yang akhirnya menerima ajaran Islam dengan antusias. Islam menawarkan solusi terhadap masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, terutama dalam hal persatuan, kedamaian, dan keadilan.Â
Dengan ajaran yang menekankan persaudaraan, persatuan, dan kedamaian, Islam berhasil meruntuhkan dinding-dinding kesukuan yang selama ini menjadi penghalang bagi kemajuan masyarakat Arab.