Mohon tunggu...
Zainuddin El Zamid
Zainuddin El Zamid Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Menulis apa saja yang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masyarakat Arab Pra-Islam: Antara Tradisi, Konflik, dan Perubahan

10 Oktober 2024   23:06 Diperbarui: 10 Oktober 2024   23:21 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri/kitab  Al-Madhahib A-Sfiyyah wa Madrisuh. 

Ketegangan antar suku ini menghalangi mereka untuk berpikir lebih luas tentang persatuan atau kemajuan bersama. Bahkan dalam menghadapi bangsa-bangsa besar seperti Persia dan Romawi, mereka lebih memilih untuk tetap terpecah dan berperang di antara mereka sendiri daripada bersatu untuk menghadapi tantangan eksternal.

Pandangan Bangsa Luar Terhadap Arab

Bangsa Arab pada masa pra-Islam sering kali dipandang rendah oleh bangsa-bangsa besar seperti Persia dan Romawi. Hal ini tercermin dalam sebutan-sebutan yang diberikan oleh bangsa luar terhadap mereka, misalnya dengan sebutan "ru't al-ibil wa al-ghanam wa al-uft al-'urt al-jiy'" (penggembala unta dan domba, orang telanjang kaki, dan kelaparan). 

Sebutan ini tidak hanya mencerminkan pandangan bangsa luar yang merendahkan, tetapi juga mencerminkan bagaimana bangsa Arab dilihat sebagai masyarakat yang lemah, kurang beradab, dan tertinggal dalam hal peradaban dan kekuatan militer.

Pandangan ini tentu tidak sepenuhnya tanpa dasar. Bangsa Persia dan Romawi telah membangun peradaban yang maju, dengan teknologi, budaya, dan militer yang kuat. Sementara itu, bangsa Arab masih terjebak dalam konflik kesukuan, dengan struktur sosial yang sangat sederhana dan primitif.

 Keterbelakangan ini menjadi alasan mengapa bangsa Arab dipandang sebagai masyarakat yang tidak memiliki potensi besar untuk menjadi peradaban yang unggul. Mereka hanya dilihat sebagai bangsa pengembara yang hidup di padang pasir yang keras, dengan kehidupan yang penuh ketidakpastian dan jauh dari konsep kemajuan.

Kerinduan Akan Perubahan dan Kedamaian

Meskipun kehidupan bangsa Arab pra-Islam dipenuhi dengan konflik dan ketidakstabilan, pada titik tertentu mereka mulai merasakan kelelahan dan kejenuhan dengan situasi tersebut. Perang yang berkepanjangan, ketidakpastian sosial, dan kehidupan yang keras mulai memunculkan kerinduan akan perubahan yang lebih baik.

 Banyak dari mereka yang mulai mencari sosok pemimpin atau nabi yang bisa membawa mereka keluar dari kegelapan menuju cahaya. Keinginan untuk hidup dalam kedamaian dan stabilitas mulai tumbuh, meskipun gagasan ini belum secara terbuka diungkapkan oleh sebagian besar masyarakat.

Kerinduan ini menjadi latar belakang penting yang menjelaskan mengapa ketika Islam datang, banyak suku di Arab yang akhirnya menerima ajaran Islam dengan antusias. Islam menawarkan solusi terhadap masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, terutama dalam hal persatuan, kedamaian, dan keadilan. 

Dengan ajaran yang menekankan persaudaraan, persatuan, dan kedamaian, Islam berhasil meruntuhkan dinding-dinding kesukuan yang selama ini menjadi penghalang bagi kemajuan masyarakat Arab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun