Mohon tunggu...
Zainuddin El Zamid
Zainuddin El Zamid Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Menulis apa saja yang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

AI dan Santri Abadi

8 Agustus 2023   20:46 Diperbarui: 8 Agustus 2023   20:46 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Imam Ghazali dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub menyebutkan, "Tinta pada karya tulis ulama dan tetesan darah pejuang sangat penting. Tetapi bobot ganjaran tinta ulama kelak melebihi bobot tetesan darah syuhada." Ini mengisyaratkan bahwa, Imam Ghazali tidak main-main dalam memandang ilmu. Beliau menganggap ilmu adalah sesuatu yang berharga dengan mengibaratkan ilmu sebagai tinta pada karya tulis ulama. Pertanyaanya apa yang mau kita tulis jika tidak pernah membaca, tidak punya pengalaman, berhenti belajar, dan tidak pernah hadir di majelis taklim, dan malas berpikir?

Bahkan ,Rasulullah jauh-jau hari secara frontal, sudah mengingatkan kita. "Kebinasaan umatku terletak pada dua hal, yaitu (1) meninggalkan ilmu, dan (2) menumpuk harta." Ini jelas menjadi tamparan agar kita jangan jauh-jauh dari ilmu. Kehancuran itu berada di depan mata kita. Seperti yang kita lihat, anak-anak zaman sekarang lebih mengidolakan artis-artis yang kehidupannya mewah, daripada mengidolakan ulama dan kiai yang memiliki segudang ilmu, dan jelas statusnya sebagai warasatul anbiya' atau pewaris para nabi.

Sekali lag, ini adalah tamparan bagi kita semua. Kita tentu tidak ingin mejadi umat yang binasa sepeti yang dikatakan oleh Rasulullah. Yaitu menjadi umat yang meninggalkan ilmu dan suka menumpuk harta. Tapi tetap saja kita enggan untuk merubah itu semua karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun, sehingga menjadi pola hidup, dan dalam otak kita sudah terprogram bahwa kita bukanlah bagian dari kaum pembelajar yang haus akan ilmu dan mutiara hikmah dari para ulama.

Bagaimana Agar Tetap Bisa Belajar Saat Kesibukan Menjerat?

Pilihan ada ditangan kita. Mau belajar dan terus meng-upgrade diri atau tidak? "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (Ar-Rad:11). Selama tidak ada keinginan untuk berubah, maka selama itu pula kita tidak akan berubah. Jika keinginan saja tidak punya, bagaimana kita akan berusaha untuk merubah keadaan? Keadaan akan berubah jika dilandasi dengan niat yang kuat, dan keinginan yang disertai dengan tekad. Lebih dari itu, mindset juga berperan penting dalam merubah keadaan dan kebiasaan.

Jika kita sudah merasa butuh, tidak mungkin kita tidak melakukannya. Anda butuh makan, bukan? Tidak mungkin tidak ada waktu untuk makan. Sesibuk apapun kita, tetap saja ccuri-curi waktu untuk makan, karena itu sudah menjadi kebutuhan. Sama halnya dengan ilmu dan belajar. Jika kita sudah menganggap ilmu dan belajar adalah sebuah kebutuhan, maka sesibuk apapun aktifitas dan pekerjaan, kita akan tetap mencuri-curi waktu untuk tetap belajar dan menambah ilmu di sela-sela kesibukan dan aktivitas yang kita jalani. Tidak ada kata "tidak punya waktu," yang ada justru kita yang tidak menyediakan waktu untuk terus belajar dan meng-upgrade diri.

Kita lebih memilih untuk mengisi waktu untuk hal-hal yang tidak penting. Seperti yang saya jelaskan di atas, kita lebih meilih menhabiskan waktu untuk scroll Tiktok ,menikmati konten joget jedag-jedug unfaedah, bermain game online hingga berjam-jam; bahkan tertidur pun dalam kondisi hape di tangan dengan layar ponsel hidup menampilkan konten cewek cantik yang sedang pargoy.

AI dan Santri Abadi

Kalau tidak ada keinginan yang kuat untuk menjadi insan pembelajar abadi, maka selamanya kita akan tergerus teknologi. Apalagi di zaman AI (Artificial Intellegence) alias kecerdasan buatan ini, dimana mesin lebih pintar dari pada manusia. Semua serba instan. Manusia sudah tidak lagi tertarik untuk mengasah kecerdasannya. Tapi lebih memilih menyerahkan semua pekerjaan dan semua tugas itu dilakukan oleh AI. Jalan pintas dianggap pantas. Hingga pada akhirnya, manusia bertumbuh dan berkembang bagaikan bangkai. Ada tapi tak bermanfaat apa-apa, tak punya kecerdasan apapun, tak punya kemampuan apapun, dan jauh dari cahaya ilmu. Naudzubillah.

Guru saya pernah berpesan, "sampai kapanpun tetaplah menjadi santri, walau kamu sudah tidak lagi nyantri." Perkataan beliau ini baru bisa saya serap dan saya pahami dua tahun belakangan. Saya baru sadar bahwa santri itu aktivitasnya hanya seputar ngaji dan ngabdi. Ngaji itu wilayah lingkupnya dengan kitab-kitab alias belajar. Sedang ngabdi itu urusannya adalah dengan pengabdian. Pengabdian pun dibagi menjadi dua; pengabdian kepada Allah dan pengabdian kepada masyarakat.

Ya, saya baru menyadari bahwa pesan guru saya itu adalah isyarat bahwa saya tidak boleh jauh-jauh dari ilmu, tidak boleh jauh-jauh dari kiai atau ulama. Sampai kapanpun dan apapun statusnya di masyarakat, jangan pernah berhenti belajar, menuntut ilmu dan meng-upgrade diri. Belajar dan menuntut ilmu tentu merupakan sarana untuk meng-upgrade diri. Jadi, tidak ada ruginya jika kita terus mencari ilmu, terus menjadi santri yang merasa haus akan ilmu dan mutiara hikmah dari sang guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun