Perlindungan hak asasi manusia telah diusahakan sejak rancangan UUD 1945 dibentuk. Kemudian ketika UUD 1945 telah disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 di dalam batang tubuh UUD HAM hanya dimuat dalam pasal 27 sampai pasal 34, sedangkan untuk pelaksanaan HAM dari pasal 28, pasal 29, pasal 30, dan pasal 31 masih harus ditetapkan dengan undang-undang.Â
Ketentuan tentang hak asasi manusia (HAM) yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebenarnya sudah ada sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember tahun 1948 di paris. Ini menunjukkan bahwa pemahaman dan penghargaan terhadap HAM telah menjadi bagian integral dari nilai-nilai dasar bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan. Oleh karena itu, perbandingan mengenai kelengkapan antara keduanya tidak relevan, mengingat UUD 1945 sudah lebih dahulu merumuskan prinsip-prinsip HAM secara menyeluruh.
Pada masa berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950, Indonesia telah menjadi pelopor dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip universal HAM sebagaimana tertuang dalam Deklarasi HAM PBB ke dalam konstitusi negara. Sayangnya, proses penyusunan konstitusi yang lebih sempurna yang dilakukan oleh Konstituante harus terhenti akibat peristiwa politik pada tahun 1959.
Penerapan kembali UUD 1945 tidak otomatis menjamin penghormatan terhadap hak asasi manusia. Baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru, beberapa peraturan perundang-undangan justru dipakai sebagai sarana untuk melanggar HAM, terutama dalam hal kebebasan berserikat dan berkumpul. Ini terbukti dengan adanya peraturan yang membatasi jumlah dan aktivitas partai politik.
Meskipun Panitia Ad Hoc IV berhasil menyusun rincian hak asasi manusia (HAM) sesuai amanat Ketetapan MPRS Nomor XIV/MPRS/1966, upaya untuk mengesahkannya sebagai Ketetapan MPRS tidak berhasil. Kegagalan dalam Sidang Umum MPRS V Tahun 1971 ini disebabkan oleh penolakan pemerintah terhadap gagasan-gagasan yang dianggap terlalu demokratis. Menurut Moh. Mahfud MD, pemerintah pada saat itu lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan khawatir bahwa terlalu banyak rincian ketentuan HAM akan mengganggu fokus pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Konsep ini, menurut Jimly Asshiddiqie, mencerminkan visi para pendiri bangsa. Dalam konteks negara hukum, hak asasi manusia (HAM) memiliki peranan yang penting. Namun, pengaturan HAM oleh negara bukan bertujuan untuk membatasi HAM, melainkan untuk menyeimbangkan antara hak individu dan kepentingan umum. Bahder Johan Nasution menyebutkan bahwa pemerintah berwenang untuk membatasi hak-hak dasar, namun pembatasan tersebut harus dilakukan secara proporsional dan sesuai dengan tujuan pengendalian.
Konsep negara hukum secara inheren berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia. HAM sebagai hak dasar yang melekat pada setiap individu merupakan pilar penting dalam negara hukum. Sejarah telah mencatat berbagai bentuk pelanggaran HAM, termasuk penjajahan yang dialami Indonesia. Pengalaman sejarah ini telah menyadarkan kita akan pentingnya perjuangan untuk menegakkan dan melindungi HAM.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan yang melekat pada setiap individu. Hak ini bersifat universal dan harus dihormati, dijunjung tinggi, serta dilindungi oleh negara, pemerintah, dan setiap orang. Konsep hak asasi manusia ini selaras dengan prinsip negara hukum yang menghargai keadilan dan kesetaraan. Istilah hak asasi manusia sering kali dihubungkan dengan istilah lain seperti hak dasar, hak kodrat, atau hak alami. Hak asasi manusia bukan hanya konsep abstrak, tetapi juga tuntutan konkret yang dapat diajukan oleh setiap individu ketika hak-haknya dilanggar.
Banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia mendorong pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993. Dibentuk sebagai respons terhadap tekanan nasional dan internasional, Komnas HAM bertugas untuk memantau, menyelidiki, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait pelaksanaan HAM di Indonesia. Diharapkan, pembentukan Komnas HAM ini dapat meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.
Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merupakan respons langsung terhadap tekanan nasional dan internasional. Baik masyarakat sipil di dalam negeri maupun lembaga-lembaga internasional seperti PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih serius dalam melindungi hak-hak dasar warganya. Tekanan ini muncul sebagai akibat dari berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Melalui pembentukan Komnas HAM, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya dalam menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Komnas HAM diharapkan dapat menjadi lembaga independen yang berperan aktif dalam mencegah, menyelidiki, dan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM. Keberadaan Komnas HAM juga menjadi cerminan dari upaya Indonesia untuk memenuhi standar internasional dalam bidang hak asasi manusia.