Mohon tunggu...
Zahra Salsabyla
Zahra Salsabyla Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang gads yang punya banyak mimpi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mewujudkan Indonesia Damai Melalui Hak Asasi Manusia (HAM)

18 November 2024   23:29 Diperbarui: 19 November 2024   00:05 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Perlindungan hak asasi manusia telah diusahakan sejak rancangan UUD 1945 dibentuk. Kemudian ketika UUD 1945 telah disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 di dalam batang tubuh UUD HAM hanya dimuat dalam pasal 27 sampai pasal 34, sedangkan untuk pelaksanaan HAM dari pasal 28, pasal 29, pasal 30, dan pasal 31 masih harus ditetapkan dengan undang-undang. 

Ketentuan tentang hak asasi manusia (HAM) yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebenarnya sudah ada sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember tahun 1948 di paris. Ini menunjukkan bahwa pemahaman dan penghargaan terhadap HAM telah menjadi bagian integral dari nilai-nilai dasar bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan. Oleh karena itu, perbandingan mengenai kelengkapan antara keduanya tidak relevan, mengingat UUD 1945 sudah lebih dahulu merumuskan prinsip-prinsip HAM secara menyeluruh.

Pada masa berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950, Indonesia telah menjadi pelopor dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip universal HAM sebagaimana tertuang dalam Deklarasi HAM PBB ke dalam konstitusi negara. Sayangnya, proses penyusunan konstitusi yang lebih sempurna yang dilakukan oleh Konstituante harus terhenti akibat peristiwa politik pada tahun 1959.

Penerapan kembali UUD 1945 tidak otomatis menjamin penghormatan terhadap hak asasi manusia. Baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru, beberapa peraturan perundang-undangan justru dipakai sebagai sarana untuk melanggar HAM, terutama dalam hal kebebasan berserikat dan berkumpul. Ini terbukti dengan adanya peraturan yang membatasi jumlah dan aktivitas partai politik.

Meskipun Panitia Ad Hoc IV berhasil menyusun rincian hak asasi manusia (HAM) sesuai amanat Ketetapan MPRS Nomor XIV/MPRS/1966, upaya untuk mengesahkannya sebagai Ketetapan MPRS tidak berhasil. Kegagalan dalam Sidang Umum MPRS V Tahun 1971 ini disebabkan oleh penolakan pemerintah terhadap gagasan-gagasan yang dianggap terlalu demokratis. Menurut Moh. Mahfud MD, pemerintah pada saat itu lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan khawatir bahwa terlalu banyak rincian ketentuan HAM akan mengganggu fokus pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan.

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Konsep ini, menurut Jimly Asshiddiqie, mencerminkan visi para pendiri bangsa. Dalam konteks negara hukum, hak asasi manusia (HAM) memiliki peranan yang penting. Namun, pengaturan HAM oleh negara bukan bertujuan untuk membatasi HAM, melainkan untuk menyeimbangkan antara hak individu dan kepentingan umum. Bahder Johan Nasution menyebutkan bahwa pemerintah berwenang untuk membatasi hak-hak dasar, namun pembatasan tersebut harus dilakukan secara proporsional dan sesuai dengan tujuan pengendalian.

Konsep negara hukum secara inheren berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia. HAM sebagai hak dasar yang melekat pada setiap individu merupakan pilar penting dalam negara hukum. Sejarah telah mencatat berbagai bentuk pelanggaran HAM, termasuk penjajahan yang dialami Indonesia. Pengalaman sejarah ini telah menyadarkan kita akan pentingnya perjuangan untuk menegakkan dan melindungi HAM.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan yang melekat pada setiap individu. Hak ini bersifat universal dan harus dihormati, dijunjung tinggi, serta dilindungi oleh negara, pemerintah, dan setiap orang. Konsep hak asasi manusia ini selaras dengan prinsip negara hukum yang menghargai keadilan dan kesetaraan. Istilah hak asasi manusia sering kali dihubungkan dengan istilah lain seperti hak dasar, hak kodrat, atau hak alami. Hak asasi manusia bukan hanya konsep abstrak, tetapi juga tuntutan konkret yang dapat diajukan oleh setiap individu ketika hak-haknya dilanggar.

Banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia mendorong pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993. Dibentuk sebagai respons terhadap tekanan nasional dan internasional, Komnas HAM bertugas untuk memantau, menyelidiki, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait pelaksanaan HAM di Indonesia. Diharapkan, pembentukan Komnas HAM ini dapat meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.

Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merupakan respons langsung terhadap tekanan nasional dan internasional. Baik masyarakat sipil di dalam negeri maupun lembaga-lembaga internasional seperti PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih serius dalam melindungi hak-hak dasar warganya. Tekanan ini muncul sebagai akibat dari berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

Melalui pembentukan Komnas HAM, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya dalam menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Komnas HAM diharapkan dapat menjadi lembaga independen yang berperan aktif dalam mencegah, menyelidiki, dan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM. Keberadaan Komnas HAM juga menjadi cerminan dari upaya Indonesia untuk memenuhi standar internasional dalam bidang hak asasi manusia.

Sebagai lembaga negara yang mandiri, Komnas HAM memiliki wewenang untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik domestik maupun internasional. Kerja sama ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas Komnas HAM dalam melaksanakan mandatnya dalam bidang hak asasi manusia.

Sayangnya, Komnas HAM tidak selalu berjalan mulus dalam menjalankan tugasnya. Resistensi dari beberapa pihak, terutama aparat negara yang merasa terancam, seringkali menghambat upaya Komnas HAM dalam mengungkap kebenaran. Dukungan masyarakat sipil dan komitmen politik yang kuat menjadi benteng terakhir bagi Komnas HAM untuk tetap tegak berdiri

Contoh dari kelalaian Komnas ham yakni tetang kasus munir, Kasus pembunuhan Munir Said Thalib telah menjadi sorotan publik yang luas. Masyarakat, dari berbagai kalangan, telah mendesak pemerintah untuk mengungkap secara tuntas kasus ini. Ketidakpuasan publik terhadap penanganan kasus tersebut, yang telah terjadi sejak tahun 2004, semakin menguat.

Dalam konteks kasus munir ini yang melakukan pengajuan berupa gugatan hukum adalah jaksa dalam bentuk penuntutan terhadap tersangka hukum pidana, Namun dalam faktanya yang menjadi sengketa informasi atau disinformasi adalah hal hal yang terjadi sebelum P21 atau pada proses dimana kasus masih di tangan penyidik dan aparat kepolisian lain  yang mana hal itu di tujukan dengan banyak kejanggalan yaitu  rekonstruksi pembunuhan munir di lakukan secara tertutup yang itu berbuah asumsi bahwa kasus munir ini merupakan settingan yang boleh diartikan secara rinci yaitu kematian munir merupakan upaya penguasa untuk melindungi Negara dengan cara yang di pandang baik namun pada hakikatnya adalah pelanggaran HAM yaitu dengan membunuhan Munir, Dimana Munir telah di pandang banyak mengkritisi pemerintah dengan dasar membela Hak asasi manusia atau menjunjung dan menegakan martabatnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) menilai bahwa kasus munir ini lebih mudah di ungkap di banding kasus lain, pada hakikatnya bahwa terdapat kerancuan dalam kasus munir ini karena dalam proses hukumnya banyak terlihat kejanggalan karena banyak terdapat ketidak konsistensi terhadap proses hukum sehingga dari timbul asumsi yang tidak baik terhadap Negara pada kasus ini, Menurut pengamatan peneliti dari kronologi kejadian dapat di simpulkan bahwa kasus munir ini merupakan kasus pembunuhan berencana yang di lakukan oleh Pollycarpus(berdasarkan keputusan PT) namun dalam sudut pandang yang lain, Beragam opini opini yang mengisyaratkan bahwa Pollycarpus hanya sebatas actor lapangan/pesuruh dari oknum intelektual dalam kasus ini terlebih lagi dari keputusan MA yang pertama yang menyebutkan bahwa Pollycarpus tidak bersalah .

Maka dari kasus tersebut diharapkan Komnas HAM dapat menyelesaikan kasus penting seperti diatas karna hingga saat ini belum terungkap. Melalui penyelesaian kasus-kasus strategis, Komnas HAM diharapkan dapat memperkuat legitimasinya sebagai lembaga pelindung hak asasi manusia dan berkontribusi pada reformasi sektor keamanan.

Mewujudkan Indonesia yang damai melalui hak asasi manusia (HAM) yakni upaya yang holistik dan mendalam. Dengan menjunjung tinggi HAM, kita menciptakan landasan untuk masyarakat yang adil, inklusif, dan harmonis. Penghormatan terhadap HAM memastikan setiap individu merasa dihargai dan terlindungi, yang pada gilirannya mengurangi konflik dan ketidakpuasan sosial. Implementasi kebijakan yang menghormati HAM oleh pemerintah, serta dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, akan memperkuat fondasi damai bangsa kita. Melalui pendekatan ini, Indonesia dapat berkembang menjadi negara yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga sejahtera dan damai bagi seluruh warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun