Mohon tunggu...
Yayi Solihah (Zatil Mutie)
Yayi Solihah (Zatil Mutie) Mohon Tunggu... Guru - Penulis Seorang guru dari SMK N 1 Agrabinta Cianjur

Mencintai dunia literasi, berusaha untuk selalu menebar kebaikan melalui goresan pena.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenangan Horor di Villa Berhantu Ciloto, Puncak

17 Januari 2021   23:13 Diperbarui: 17 Januari 2021   23:26 13994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sebelumnya orang yang tidak pernah mengalami kejadian aneh yang berhubungan dengan makhluk halus. Antara percaya atau tidak memang. Banyak kisah horor yang sering saya dengar tapi karena belum mengalami sendiri saya kurang mempercayainya.

Namun, kejadian di tahun 2013 ini membuat saya sadar. Jika makhluk halus itu ada.

SDN Cinyawar: Dokpri
SDN Cinyawar: Dokpri
Tahun 2013 tepatnya bulan Maret saya pindah mengikuti suami ke kampung Cinyawar, desa Ciloto Kecamatan Cipanas, Cianjur. Suami saya mengajar di SDN Cinyawar yang berlokasi di dekat villa Pondok Gedeh, dan Wisma Haji. Ciloto memang daerah Puncak yang didominasi villa dan hotel.

Kala itu kami mendiami rumah dinas yang ada di komplek SD Negeri Cinyawar. Mulanya saya senang bukan kepalang bisa tinggal di tempat yang indah di kelilingi villa dan banyak destinasi wisata. 

Namun, karena letak sekolah tempat suami saya mengajar tidak bisa dijangkau motor atau mobil karena berada di lereng tebing dengan jalanan gang tangga berderet. 

Terpaksa jika kami ingin pergi ke pasar Cipanas atau ke jalan raya harus berjalan kaki menuruni tangga jalan sempit yang berbatasan dengan villa Gedeh.

Villa tua di komplek Villa Gedeg: Dokpri
Villa tua di komplek Villa Gedeg: Dokpri

Villa ini dulunya ramai setiap hari dikunjungi wisatawan. Namun seiring bertambahnya villa dan hotel lainnya. Villa ini mengalami penurunan jumlah pengunjung. Sehingga lebih sering kosong, pengurus villa hanya menyalakan lampu alakadarnya dan menunggu di depan gerbang yang jauh dari komplek.

Dari istri guru yang juga tetanggaku di komplek rumah dinas kudengar villa Gedeh dan salah satu bangunan di sekolah ini termasuk angker. Usut punya usut di villa itu pernah terjadi kematian seseorang yang awalnya menyewa villa ditemukan mati gantung diri.

"Teh, hati-hati, kalo lewat villa itu kemaleman entar ada penampakan atau kena suatu penyakit, loh!" seru Teh Lilis--istri guru yang bertetangga denganku.

"Wah, masa, sih? Aku kurang percaya hal begituan, Teh," jawabku enteng.

"Ih, dibilangin gak percaya. Awas loh, kalo ngomong kaya gitu, entar hantunya datang!" ketusnya lagi. Wanita bertubuh subur itu bercerita entah karena apa penyebab bunuh diri itu. Kejadian sekitar dua tahun yang lalu itu masih membuat horor penduduk untuk keluar malam.

***

Sore itu aku pulang sendirian dari pasar. Namun, sial jalanan arah Puncak macet total. Suamiku pun sedang ada acara mengantar siswa lomba ke kabupaten. 

Menjelang isya aku baru tiba di gang sempit yang berbatasan dengan villa yang katanya angker itu. Kupercepat langkah yang terasa begitu berat. Rimbunnya daun bambu yang menaungi pinggiran jalan membuat bulu kudukku seketika berdiri. Kubaca doa yang bisa dihafalkan saat itu.

Dari kesepian bangunan-bangunan villa yang temaram kudengar bunyi tawa cekikikan perempuan. Tanpa ba-bi-bu kuambil langkah seribu. 

Bukan main lelahnya berlari menaiki tangga. Sesampainya di rumah dinas lapar dan lelahku hilang. Yang tersisa hanya bayang-bayang suara tawa mengerikan tadi.

Pantas saja villa itu disebut angker. Minggu kemarin ada pengunjung yang menyewa untuk liburan akhir pekan. Setelah mereka karaokean, tiba-tiba dua orang pengunjung perempuan kesurupan. Ketakutanku makin menjadi.

Krekkk ... bunyi gagang pintu rumah mengagetkanku. Aku menarik selimut dan terus membaca doa.

"Mut! Mutie ...." Suara suamiku memanggil.

Seketika jantungku yang hampir copot kembali berdegup beraturan. Ternyata bukan hantu ....

***

Subuh menjelang, aku terbiasa ke WC umum sekolah sendirian. Letaknya memang di bawah komplek bangunan atas. Ketika menuruni tangga lamat-lamat kudengar suara air berdebum. Seperti orang yang sedang mandi. 

Kupikir Teh Lilis sudah ke WC duluan. Kemudian kumasuk ke WC yang bersebelahan dengan yang tadi ada bunyi yang sedang mandi.

Aku bergegas mandi dan menggosok gigi. Kala itu aku sedang kedatangan tamu bulanan. Saat aku keluar WC kulihat pintu kamar mandi yang bersebelahan sudah terbuka. Saat kunaiki tangga kulihat sekelebat bayangan hitam keluar dari WC tempatku tadi mandi. Aku alihkan kekhawatiran dengan membaca doa dan berlari menuju rumah.

Esok harinya aku bercerita kepada Teh Lilis. Wanita yang lebih tua lima tahun dariku itu terkejut.

"Aku tadi gak ke WC subuh-subuh, loh, Teh. Aku lagi gak shalat jadi ke WC udah siangan," ucapnya dengan mata yang tampak ketakutan.

"Loh, kalo gitu, itu ... ta-tadi?" Benakku seketika diselimuti bayang hitam dengan penampakan serem yang sering kulihat di film-film horor.

Hari ini sungguh bertubi-tubi kejadian di luar nalar menimpaku. Saat kuceritakan kepada suami, dia hanya tersenyum. Katanya dia sering mengalami kejadian seperti itu. Tapi dianggap biasa saja. Mungkin tuntutan pekerjaan yang membuat dia bertahan di sini.

***

Sore menjelang magrib, tubuhku tiba-tiba bentol seperti biduren. Makin lama makin menjalar. Tidak gatal tetapi kalau dilihat jadi jijik juga. Suamiku keheranan melihat gejala penyakit aneh ini. Lalu dia mengajakku ke rumah ustaz yang tak jauh dari rumah dinas.

Ustaz itu memberikan air yang sudah didoakan. "Baiknya Bapak buatkan penangkal Jurig Cai ini ke kuncen mata air yang rumahnya ada di kampung sebelah, istri Bapak terkena Jurig Cai. Memang begitu jika penduduk baru, jurignya belum kenal sama kita," ucapnya sambil membungkus sebuah kemenyan.

Sepulang dari sana suamiku ditemani temannya pergi ke rumah kuncen di kampung Cinyawar atas. Aku ditemani Teh Lilis yang tampak sedih melihat kondisiku.

"Makanya kalau lagi haid jangan keluar malam sembarangan. Apalagi mandi sebelum matahari terbit. Kata orangtua, Jurig Cai itu seneng dengan bau amis darah wanita yang haid."

Pikiranku seketika makin semrawut. Banyak sekali kejadian aneh yang terus mengusik.

Setelah diobati dengan semburan bangle yang dikunyah suamiku, bentol-bentol itu sedikit berkurang. Aku mulai lega. Namun, keesokan harinya bentol itu kembali meluas. Suamiku dengan telaten menyemburkan kunyahan bangle. Hingga seminggu kejadian itu terjadi aku belum juga sembuh.

Pagi harinya setelah seminggu berkutat melawan penyakit aneh. Kuputuskan untuk pulang dulu ke rumah mertuaku yang berada di Cianjur selatan, karena keluarga kami akan melakukan tasyakuran khitan anak kakak ipar. Sesampainya di tempat mertua. Anehnya, semua bentol di tubuhku hilang dalam sekejap. Aku bersyukur akhirnya bisa terlepas dari kejadian horor itu.

Setelah sebulan di Ciloto, akhirnya kami pindah karena aku mendapat panggilan mengajar di kampung halamanku. Kejadian horor itu hingga kini masih terngiang di benakku. Namun, Alhamdulillah di tempat sendiri tak pernah mengalami hal serupa.

Cianjur, 17012020

Note:

Jurig Cai: Hantu yang mendiami mata air atau aliran sungai terutama di hutan atau pegunungan. Daerah Ciloto masih dipercaya dihuni oleh Jurig Cai ini karena penduduk mendapatkan air dari mata air pegunungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun