Beberapa minggu ini media sosial dihebohkan dengan peristiwa serangan Ransomware ke Pusat Data Nasional Indonesia, sampai kini belum diketahui identitas asli Hacker yang mengirm Ransomware ke PDN (Pusat Data Nasional).Â
Intinya serangan ini membuat data-data nasional ratusan juta rakyat Indonesia tidak bisa diakses oleh Pemerintah, karena virus Ransomware ini sifatnya mengunci/enkripsi data dalam sebuah server.Â
Hacker diketahui meminta tebusan milyaran Rupiah agar data-data nasional kita dikembalikan, bahkan mereka mengancam akan menghilangkan atau menjual data-data tersebut.Â
Serangan pertama terjadi pada 18 Juni 2024 baru 2 hari setelahnya seluruh data nasional berhasil dikunci oleh para Hacker, ini adalah masalah yang tidak bisa disepelekan.Â
Karena data-data yang diretas adalah milik seluruh rakyat Indonesia dan peristiwa ini menunujkan, bahwa sistem pertahanan digital negara kita masih sangat lemah dan dampak dari serangan ini sangat dirasakan oleh masyarakat.Â
Susi Setiawati Jurnalis CNBC INDONESIA menjelaskan akibat dari serangan Ransomware ini, sistem PDN menjadi lumpuh dan membuat beberapa layanan Imigrasi di beberapa Bandara juga ikut lumpuh.Â
Serangan Siber ke server pemerintah Indonesia bukanlah hal yang pertama kali terjadi, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) mencatat pada tahun 2023 pernah terjadi serangan serupa.Â
Sebanyak 1 juta 6 ratus data publik lumpuh dan membuat server dari 429 Instansi terganggu, BSSN juga menemukan fakta bahwa data-data di sektor pemerintahan adalah yang paling rentan dihack.Â
Presentase kemungkinan data pemerintah dihack (data exposure) mencapai 39,78%, kemudian disusul data di sektor keuangan 9,86%, dan sektor teknologi informasi dan komunikasi 9,63%.
Anggaran PDN mencapai 1 TriliunÂ
Alasan kuat lainnya kenapa para petinggi Kominfo harus mundur atau setidaknya meminta maaf kepada publik atas peristiwa ini, adalah cara mereka menghadapi masalah ini dan bagaimana mereka menjelaskannya ke publik.Â