Mohon tunggu...
Zata Al Dzahabi
Zata Al Dzahabi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis & Konten Kreator Multi Talenta

Melihat berbagai peristiwa dari berbagai manusia dan berbagai sudut pandang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Persahabatan Luhut & Prabowo, Berjuang Bersama dari Tentara sampai Jadi Menteri

6 Maret 2024   07:05 Diperbarui: 6 Maret 2024   07:12 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Pikiran Rakyat Garut (potret Prabowo Subianto & Luhut Binsar Pandjaitan)

Berkarier di Kopassus       

Luhut Binsar Pandjaitan dan Prabowo Subianto dulu para pengamat politik menilai kedua tokoh ini sering bersebrangan, pada Pemilu 2019 mereka berada di kubu partai yang berbeda Luhut di Partai Golkar yang merupakan koalisi pendukung pasangan Jokowi Ma'ruf. 

Sedangkan Prabowo merupakan Ketua Umum Partai Gerindrasekaligus Capres yang menjadi lawan Jokowi saat itu, namun beberapa minggu setelah Pemilihan Prabowo resmi bergabung ke pemerintahan Jokowi. 

Ia ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan hingga saat ini, dari sinilah Luhut dan Prabowo menjadi duet maut di Kabinet Indonesia Maju. 

Tidak banyak yang tahu bahwa mereka memiliki sejarah kebersamaan yang panjang terutama ketika masih aktif sebagai anggota Kopassus, Luhut dan Prabowo diketahui tergabung dalam Detasemen 81 Kopassus. 

Ini merupakan divisi khusus penanggulan terorisme milik Kopassus yang berada dalam naungan TNI AD, dulu bernama Kopassandha (Komando Pasukan Sandhi Yudha). 

Sharisya Kusuma Rahmanda Reporter Tempo.co menjelaskan Prabowo mulai berkarier di Militer pada 1974, ia merupakan lulusan AKABRI Angkatan Darat Magelang. 

Pada 1976 pria kelahrian Jakarta tahun 1951 ini resmi menyandang pangkat Letnan Dua, kemudian mulai aktif menjadi anggota Koppasandha di usianya yang saat itu masih 26 tahun. 

Sedangkan mengutip dari Viva.co.id Luhut sudah lebih dulu menjadi anggota Kopassandha yakni pada tahun 1971, saat itu pria kelahiran 1947 ini ditugaskan sebagai Komandan Peleton I/A.

Perjalanan di Pusdikpassus

Jika bicara tentang peran kedua orang ini di Militer Indonesia bisa dibilang mereka adalah tokoh yang cukup ikonik di Satuan Baret Merah ini, karena di zaman itu Kopassus sedang dalam masa-masa awal dalam membentuk dan melatih kemampuan anti terorisme. 

Mereka adalah adik kakak di dunia Militer karena Luhut merupakan jebolan AKABRI tahun 1970, sedangkan Prabowo lulus dari AKABRI pada tahun 1974. 

Di Kopassus ketika Luhut berpangkat Mayor sedangkan Prabowo masih berpangkat Kapten, meskipun lebih senior daripada Prabowo namun karier Militer Luhut tidak secemerlang Prabowo. 

Pria yang kini menjabat sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi ini tidak pernah menjadi Panglima ataupun kepala staff, meskipun sudah 20 tahun mengabdi di Kopassus jabatan tertinggi Luhut hanya sampai Komandan. 

Laki-laki yang kini berusia 76 tahun ini, pernah menjadi Kepala Pusat Pendidikan Kopassus (Pusdikpassus) dengan pangkat kehormatannya itu. 

Petrik Matanasi Jurnalis Tirto.id menjelaskan pada 1981 merupakan langkah terbesar dalam karier Militer Luhut, dimana ia mendirikan Detasemen 81 Anti Teror Kopassus dan menjadi Komandan di pasukan ini. 

Sedangkan Prabowo Subianto saat itu berpangkat Kapten dan orang kepercayaan Luhut, selama menjadi Komandan Detasemen 81 Luhut punya banyak cerita bersama Prabowo. 

Salah satunya yang diceritakan dalam Biografi Jenderal Sintong Panjaitan, Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009: 450-455) dimana Kapten Prabowo memimpin operasi Detasemen 81 pada Maret 1983. 

Operasi ini bertujuan menangkap Benny Moerdani (Panglima TNI AD), karena diduga telah merencanakan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soeharto.

Jadi Komandan Kopassus Ke-15 

Karier Militer Prabowo terbantu karena statusnya sebagai menantu Presiden Soeharto perjalanannya di  TNI dan Kopassus sangat mulus tanpa hambatan, ia berhasil menjadi Komandan Kopassus ke-15 pada tahun 1995-1998. 

Lalu menjadi Panglima Komando Strategis TNI AD meskipun hanya menjabat selama 2 bulan, hal yang membuat kedua tokoh ini akrab adalah ketika mereka berada dalam satu Kamp Pelatihan. 

Mereka mengikuti pelatihan di Grand Scrub G9 (GSG-9) satuan khusus anti terorisme milik Kepolisisan Fedral Jerman, keduanya juga dikirim ke satuan pasukan-pasukan khusus di berbagai negara. 

Mulai dari SAS Inggris, GIGN Perancis, dan Interventie M-Squadron Belanda, setelah itu barulah mereka membentuk kesatuan anti terorisme bernama Detasemen 81 Penangulangan Teror (Sat 81 Gultor). 

Luhut ditunjuk sebagai Komandan dan Prabowo menjadi wakilnya, dari sinilah hubungan mereka mulai memanas karena keduanya sama-sama memiliki sifat alfa atau dominan. 

Bertold Ananda jurnalis Okezone.com menjelaskan kecemerlangan karier Militer Prabowo, sudah terbukti pada 1976 ketika dirinya menjadi Komandan Peleton Kopassandha termuda yakni 26 tahun. 

Setelah Operasi Timor Timor sukses tepatnya pada 1982, Prabowo langsung ditunjuk sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 mendampingi Luhut yang jauh lebih senior darinya. 

Lalu pada 1998 dirinya dilantik menjadi Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara Kostrad,  dalam divisi ini ia memimpin 27 ribu pasukan Infanteri aktif yang sebelumnya dipimpin oleh mertuanya.

Konflik 1983

Ketika sidang umum MPR sedang dilaksanakan di tahun tersebut ada satu isu yang menyebar tentang kudeta pemerintahan Presiden Soeharto, Prabowo yang saat itu wakil Komandan Detasmen 81 Kopassus sekaligus calon menantu Presiden.  

Memerintahkan pasukannya untuk siaga tidak hanya melakukan patrol, namun juga merencanakan penculikan sejumlah Perwira tinggi ABRI dan mengamankan Presiden Soeharto ke markas Kopassus di Cijantung. 

Luhut saat itu tidak percaya dengan isu tersebut, ia juga tidak maupasukannya bertindak seenaknya tanpa perintah Luhut kemudian memerintahkan pasukannya untuk kembali ke Barak. 

Pria kelahiran Silaen Sumatera Utara ini juga membantah isu mengenai kudeta, ia merasa kabar itu hanyalah sesuatu yang dibuat-buat untuk membangun citra Kopassus alias cari perhatian. 

Luhut mengakui bahwa perbuatan yang dilakukan Prabowo saat itu, dapat membahayakan keamanan nasional namun dirinya tidak menjatuhkan sanksi apapun kepadanya.

Jurnalis Historia Martin Sitompul menjelaskan pada Maret 1983 pasukan Detasemen 81 disiagakan, oleh seorang Perwira muda bernama Kapten Prabowo Subianto. 

Perintah siaga tempur ini diberikan karena kecurigaan Prabowo mengenai adanya distribusi senjata besar-besaran di markas besar ABRI, kepada pasukannya Prabowo juga memerintahkan untuk mengamankan Letjen LB Moerdani. 

Saat perintah tersebut diketahui oleh atasannya yakni Mayor Luhut, ia pun langsung menolak dan membantahnya seperti yang dikutip Hendro Subroto. 

Dalam bukunya berjudul 'Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' Luhut menggertak, "Kamu minta saya mengambil Presiden Soeharto ke sini? (Cijantung). 

Itu melakukan by pass komandosebarapa jauh?" Luhut kemudian melaporkan Prabowo kepada atasannya, Kolonel Sintong Panjaitan yang saat itu menjabat sebagai Jenderal Angkatan Darat.

Titik Balik di Tahun 2000

Kejadian di tahun 1983 membuat hubungan Luhut dan Prabowo menjadi retak setelah itu mereka berpisah karena ditugaskan di tempat yang berbeda, karier Militer Luhut jauh berada di bawah Prabowo meskipun dirinya lebih senior. 

Menantu Presiden Soeharto itu berhasil menduduki jabatan-jabatan penting di TNI, sedangkan ia hanya berhasil mencapai jabatan tertingginya yakni Letjen TNI AD pada tahun 1997. 

Hubungan kedua tokoh ini membaik pada tahun 2000 saat itu Prabowo meminta bantuan kepada Luhut, saat itu keduanya sama sudah mengakhirir karier militernya Prabowo sedang berkuliah Politik dan Bisnis. 

Sedangkan Luhut sudah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Singapura, pria yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan ini saat itu meminta bantuan kepada Luhut untuk memperpanjang paspornya. 

Ardhana Pragota Jurnalis Kumparan menjelaskan saat itu Prabowo, sedang berada di Yordania tepatnya di Kantor KBRI ia ingin memperpanjang paspor karena sang ayah sedang sakit. 

Namun usahanya ditolak oleh KBRI karena masa berlaku paspornya belum jatuh tempo tanggal yang ditentukan, lalu Prabowo pergi ke Singapura untuk meminta bantuan Luhut. 

Begitu mendengar kabar ayah dari adik tingkatnya itu sakit Luhut segera membantunya, ia langsung menelepon Konsuler KBRI Singapura "Ini ada Prabowo Subianto mau memperpanjang paspor, gimana?." Tanya Luhut

Singkat cerita awalnya Konsuler KBRI menolak permintaan Luhut, karena tidak sesuai dengan prosedur dan tidak ada surat perintah resmi dari Kedutaan. 

Namun dengan nada agak tinggi Luhut memberi tahu bahwa dirinya adalah Duta Besar Indonesia, ia kemudian memaksa Konsuler untuk segera membuatkan paspor baru untuk Prabowo.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun