Bekerja & Hidup di Luar Negeri     Â
Sudah banyak riset tentang fenomena satu ini dimana banyak orang Indonesia yang lebih memilih menjalani hidupnya di negara lain baik itu bekerja, kuliah, sampai menghabiskan seumur hidup di sana.Â
Bagimana dengan kalian? Apakah kalian juga punya keinginan untuk tinggal di luar negeri suatu saat?, atau kalian saat ini sedang tinggal di luar negeri dan merasa lebih betah? Atau sebaliknya? Jika iya apa alasannya?.Â
Apakah kalian setuju dengan ungkapan tinggal di luar negeri itu jauh lebih 'nyaman' daripada di Indonesia?, bahkan ada beberapa netizen yang menyatakan bahwa lebih baik depresi di eropa daripada di Indonesia.Â
Di sini kita bisa lihat begitu parahnya pandangan masyarakat Indonesia, kepada negaranya sendiri sampai muncul ungkaan yang berarti tidak apa-apa sakit yang penting jangan di Indonesia.Â
Lalu pertanyaannya kenapa banyak orang Indonesia yang lebih betah tinggal di luar negeri?, apa yang menyebabkan hidup di luar negeri itu jauh lebih nyaman?. Â
Aditya Aryatama Jurnalis Hotcourses Indonesia menjelaskan ada sebuah istilah bernama Diaspora, dimana dalam ilmu sosial memiliki arti kelompok etnis atau bangsa yang tinggal jauh dari tempat asalnya.Â
Mengutip dari Diaspora Network istilah Diaspora Indonesia, berarti warga negara Indonesia yang tinggal di negara lain untuk kepentingan tertentu.Â
Meskipun pada dasarnya istilah ini dalam konteks ilmu sosial cenderung diartikan negatif karena dikaitkan dengan sejarah, dimana suatu bangsa pergi dari tempat tinggalnya karena mengalami penindasan, penjajahan, dan persekusi.
Â
Kenapa Hidup di Luar Negeri Lebih Nyaman?
Salah satu poin yang sering dinyatakan oleh netizen Indonesia adalah setidaknya jika kita tinggal di luar negeri khususnya negara-negara eropa, ketika merasa stress atau depresi masih bisa menikmati pemandangan kota yang indah dan tertata rapi.Â
Tidak seperti kota di Indonesia yang macet dan penuh dengan polusi udara, meskipun pernyataan ini tidak terlalu penting dan masih sangat bisa diperdebatkan tapi itu sah-sah saja diungkapkan sebagai opini pribadi.Â
Tapi ketika kita orang Indonesia tinggal di luar negeri dan bekerja di sana, memiliki gaji dengan mata uang negara tersebut otomatis nilai pendapatan kita menjadi sangat tinggi.Â
Kemudian tinggal di luar negeri memiliki banyak untuk refreshing atau healing, banyak objek-objek wisata di luar negeri mulai dari asia sampai eropa yang harganya cukup terjangkau.Â
Tidak heran jika banyak orang Indonesia saat mendapat bonus gaji atau ketika musim liburan, lebih memilih liburan ke luar negeri seperti Singapura atau Malaysia ketimbang objek wisata Indonesia.Â
Yuandita Jurnalis Future Skills menjelaskan saat kita tinggal di luar negeri, baik itu untuk bekerja aupun kuliah maka kita bisa menggali dan mencari tahu kehidupan masyarakat di sana.Â
Dengan nilai-nilai budaya yang berbeda dengan Indonesia kita bisa belajar hal baru, dari kebudayaan masyarakat yang ada di sana.Â
Meskipun memang banyak orang Indonesia yang merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat luar negeri (culture shock), tapi seiring berjalannya waktu kita pasti bisa beradaptasi.Â
Dengan tinggal di luar negeri kita mendapatkan wawasan dan perspektif baru tentang berbagai hal, semakin banyak negeri yang kita jelajahi semakin luas pengetahuan yang kita  miliki itu sebabnya ada ungkapan mainmu kurang jauh.
Banyak Opsi Healing
Semua orang butuh refreshing atau hiburan dan ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk itu tapi salah satu cara yang sering dilakukan orang Indonesia, adalah belanja (shopping) dan tidak bisa dipungkiri orang Indonesia cenderung lebih suka produk luar.Â
Mulai dari tas, sepatu, baju, celana, jam tangan, kita selalu merasa lebih keren ketika mampu membeli atau memakai produk luar seperti contohnya memakai jam tangan buatan eropa.Â
Meskipun kini sudah banyak produk-produk fashion buatan lokal, setidaknya ada 2 alasan kenapa orang Indonesia lebih suka produk luar atau impor.Â
Pertama karena memang produk luar memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang produk lokal, kedua karena gengsi seperti yang dijelaskan sebelumnya kita akan selalu merasa lebih keren/lebih kaya ketika memiliki produk impor.Â
Jika kita tinggal di luar negeri harga-garga barang termasuk produk-produk fashion, itu akan jauh lebih murah contohnya salah satu brand fashion ternama asal Jepang Uniqlo.Â
Seringkali dianggap mahal oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya mereka yang bergaji UMR atau di bawahnya, sedangkan di negara asalnya tentu ini hal barang murah yang hempir ada di setiap toko baju.Â
Devayanti Pardi Jurnalis KOIN WORKS menjelaskan berlibur atau healing dil luar negeri, juga tidak boleh dilakukan sembarangan kita perlu mempersiapkan kondisi keuangan.Â
Artinya harus diperkirakan dengan seksama berapa banyak biaya yang akan dikeluarkan untuk liburan, jika ingin berlibur ke banyak tempat yang jauh sehingga memakan waktu yang panjang.Â
Dimana kita harus menginap di luar kota/pulau sebaiknya menyiapkan dana minimal dari 6 bulan sebelumnya, bahkan ada beberapa orang yang sudah mengumpulkan dana dari 2 tahun sebelum berlibur.
Netizen: Mending Depresi di Luar Negeri
Sekarang kembali lagi ke pertanyaan benarkah lebih baik depresi di luar negeri daripada di Indonesia? Jawabannya tidak juga, karena yang menjadi fokus pembicaraan artikel ini adalah terkait karir, pilihan pendidikan, kondisi sosial budaya , dan opsi tempat liburan.Â
Jika berbicara tentang depresi itu adalah penyakit mental jadi yang namanya orang sakit, dimanapun tempat tinggalnya juga tidak bisa dibilang baik.Â
Apalagi kalau depresi di negara yang mana kita tidak memiliki saudara, teman, atau kenalan di sana namun memang kualitas hidup di luar negeri khususnya negara-negara maju itu jauh lebih baik.Â
Ini karena daya beli (purchasing power) di sana jauh lebih tinggi yang dimaksud daya beli singkatnya adalah uang, dimana ketika kita bekerja di luar negeri dengan gaji mata uang negara tersebut.Â
Itu nilainya jauh lebih tinggi daipada di Indonesia contohnya di Jepang, gaji karyawan kantoran di Tokyo rata-rata 240-243 ribu Yen per bulan yang setara 25-26 juta Rupiah.Â
Jurnalis DataIndonesia.id Monavia Ayu Rizaty menjelaskan menariknay di sini adalah, negara-negara maju dengan nilai mata uang yang tinggi ternyata angka depresinya juga tinggi.Â
Berdasarkan Wisevoter Yunani menjadi negara dengan tingkat depresi paling tinggi di dunia pada tahun 2023, yakni 6,52% dari total jumlah penduduk karena meskipun gaji di sana tinggi namun angka pengangguran juga tinggi.Â
Ini disebabkan krisis ekonomi yang membuat banyak karyawan kantoran, sampai buruh pabrik di sana terpaksa harus di PHK.Â
Diketahui gaji rata-rata orang Yunani sekitar 24 Euro per bulan atau setara dengan 40 juta 600 ribu Rupiah, meskipun 50% di antaranya ada yang berpenghasilan di bawah itu tergantung tingkat pekerjaannya.
 Â
Mengenal Konsep PPP
Jika berbicara tentang daya beli dalam dunia keuangan ini dikenal dengan istilah PPP (Purchasing Power Pariaty) ini merupakan sebuah konsep yang bisa menjelaskan, kenapa nilai mata uang negara tertentu bisa naik turun.Â
Dengan memahami PPP kita bisa memahami kenapa barang impor bisa lebih mahal atau lebih murah di negara-negara tertentu, dibandingkan produk lokal di negaranya sendiri.Â
Melalui PPP ini kita juga bisa memahami kondisi ekonomi Indonesia di dalam sistem keuangan dunia, dimana sebenarnya negara kita ini masih bisa dibilang sebagai negara berkembang atau menengah ke bawah.Â
Bisa dikatakan PPP adalah teori ekonomi yang mengukur nilai mata uang berdasarkan daya beli, contohnya dengan uang 10.000 di Indonesia kira-kira kita bisa membeli apa saja? Itu yang disebut daya beli.Â
Kemudian bandingkan nilai tersebut dengan jumlah yang sama tapi di negara lain, PPP dapat membantu kita untuk mengerti nilai mata uang di pasar keuangan global.Â
Sri Yani Kusumastuti Penulis Jurnal Universitas Tri Sakti Jakarta berjudul, 'Penentu Nilai Tukar: Pengujian Puchasing Power Parity di Indonesia' menjelaskan ada banyak cara untuk menjelaskan perubahan nilai mata uang.Â
Teori Purchasing Power Pariaty ini pertama kali diperkenalkan oleh Gustav Cassel, Pakar Ekonomi asal Swedia setelah Perang Dunia 1 (1921-1922).Â
Pada saat itu Cassel membuat serangkaian konsep untuk pemerintah negara-negara eropa dalam menentukan nilai mata uang, akhirnya ditemukannlah satu barang yang menentukan nilai mata uang pada saat itu yakni emas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H