Mohon tunggu...
Zata Al Dzahabi
Zata Al Dzahabi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis & Konten Kreator Multi Talenta

Melihat berbagai peristiwa dari berbagai manusia dan berbagai sudut pandang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Media Tipu-Tipu (Bukan Sosial)

12 Mei 2023   15:02 Diperbarui: 12 Mei 2023   15:09 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Aliansi Indonesia Damai 



Catatan: artikel ini terinspirasi dari film 'The Social Dilemma' sebuah film dokumenter Netflix yang rilis pada tahun 2020, tapi ini bukan review film.


Kutukan Media Sosial

"Tidak ada hal besar yang masuk ke kehidupan manusia tanpa kutukan" adalah kutipan kalimat pertama ketika film baru saja dimulai tepatnya di detik ke 21, jika melihat teknologi media sosial sekarang rasanya kutipan itu bukan hanya sekedar kalimat ungkapan. 

Melainkan kenyataan yang sedang dihadapi umat manusia, betapa orang-orang begitu membutuhkan  media sosial di satau sisi memang ada banyak manfaat dan kegunaannya, namun media sosial juga membawa kutukan bagi peradaban manusia. 

Mari kita lihat tidak hanya dari sisi masyarakat sebagai pengguna media sosial, coba kita lihat secara spesifik dari mereka orang-orang yang bekerja di dalam sistem perusahaan media sosial itu sendiri agar kita memahami permainan mereka. 

Perusahaan-perusahaan raksasa internet seperti Facebook, Instagram, Google, Youtube, Apple, Twitter, Palm, Mozilla, Pinterest dan masih banyak lagi. 

Mereka yang bekerja di sana sebagai Operator, Ilustrator, Web Developer, Admin Monetisasi, Wakil Direktur Operasional, sampai CEO tentunya berbeda dengan kita yang hanya pengguna. 

Google misalnya sebuah browser sejuta umat yang hampir setiap hari kita gunakan, mereka membuat produk aplikasi-aplikasi yang juga tidak kalah canggih seperti Google Drive, Gmail, Google Maps dan sebagainya. 

Sadarkah kita bahwa aplikasi-aplikasi canggih tersebut adalah buatan manusia, sehingga selalu ada kemungkinan kesalahan mulai dari data yang hilang sampai manipulasi pikiran. 

Tidak hanya aplikasi-aplikasi tapi juga bagian-bagian kecil dalam satu aplikasi, seperti halaman beranda di Facebook bahkan sampai simbol dan tombol 'Like' sekalipun, semua itu adalah buatan tangan dan pikiran manusia biasa.

Kenyataan yang Mereka Hadapi

Mereka yang bekerja di dalam sistem operasional media sosial tentu sebagaimana manusia-manusia baik pada umumnya, mereka menginginkan apa yang dikerjakannya di sana untuk kebaikan dan manfaat bagi orang lain namun kenyataannya tidak. 

Mereka sebagai pengembang atau setidaknya yang berkontribusi dalam sistem kerja media sosial, mengaku sangat khawatir terhadap dampak dari apa yang mereka lakukan di dalam sana. 

Karena di era teknologi informasi seperti sekarang orang begitu mudah melupakan bahkan memutar balikan fakta, kenyataannya bahwa memang media sosial berhasil menciptakan banyak hal baru dan indah. 

Dengannya seseorang yang terpisah dari keluarganya sejak kecil, bisa dipertemukan melalui media sosial entah secara sengaja maupun tidak. 

Media sosial membuat manusia dapat saling terhubung dan mencari apa yang dibutuhkan dengan mudah, contoh ekstrimnya seorang yang ingin mendonorkan organ tubuhnya atau keluarganya yang sudah mati, bisa menyebarkannya di media sosial agar orang-orang yang membutuhkan di luar sana tahu. 

Ada begitu banyak perubahan dan keterhubungan satu sama lain melalui media sosial, tapi sebagaimana 2 sisi koin media sosial juga punya banyak sisi gelap yang seringkali tidak disadari. 

Ketika sebuah platform digital seperti media sosial ini diciptakan, dioperasikan, dan dibuka untuk publik mereka seolah membentuk sebuah sistem kehidupan mereka sendiri seperti halnya masyarakat.

Kekacauan yang Ditimbulkan

Media sosial digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan cita-cita mulia para kreator nya di awal seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak ada atau belum ada yang terbukti dengan sengaja membuat kekacauan dan bahaya dari media sosial. 

Perusahaan teknologi internet kini semakin berkembang pesat, industri teknologi saat ini berada di dalam sebuah era baru dan level kecanggihan yang juga baru. 

Di saat bersamaan berbagai studi penelitian di berbagai negara menemukan adanya kaitan antara penurunan kondisi keshatan mental, khususnya pada anak-anak muda dan remaja di zaman sekarang dengan penggunaan media sosial. 

Pada tahun 2020 angka ketergantungan pada handphone di Amerika melonjak, puluhan juta warga AS menghabiskan 5-8 jam waktu mereka dalam sehari untuk menatap layar handphone. 

Ditambah lagi dengan fakta bahwa semakin lama seseorang bermain media sosial, semakin lama menatap layar handphone selama berjam-jam dalam sehari, semakin dia menjadi tidak peduli dengan orang-0rang di sekitarnya (anti sosial). 

Berita palsu (Hoax) sekarang menjadi lebih mudah tersebar luas dengan media sosial dan berpotensi memecah belah masyarakat, serangan siber antar negara yang sedang berkonflik mulai dari peretasan sampai perusakan sistem informasi. 

Contohnya seperti Youtube sebagai situs berbagi video terbesar di dunia, kini dipenuhi dengan video-video propaganda yang sulit diketahui apakah itu benar atau bohong. 

Tiktok yang disebut-sebut sebagai aplikasi nya anak-anak muda dan remaja, dipenuhi dengan konten-konten yang kurang mendidik seperti joget-joget erotis yang memamerkan bagian tubuh secara vulgar.  

Kepentingan Bisnis, Politik, dan Budaya  

Kepentingan bisnis kapitalisme yang bertujuan mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya juga telah masuk ke dalam sistem korporasi media sosial, usaha untuk membangun citra politik dan memperkenalkan budaya ke dalam satu bangsa juga dilakukan dengan media sosial. 

Cara-cara dan tujuan-tujuan seperti itu yang sering tidak disadari oleh pengguna, contoh yang agak ekstrim adalah ISIS salah satu organisasi teroris timur tengah terbesar di dunia, memberikan doktrin-doktrin dan propaganda di internet untuk mendapat pengikut baru. 

Kemudian gerakan supremasi kulit putih, yang berisi orang-orang penganut ideologi yang menganggap bahwa orang kulit putih lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang kulit hitam, juga melakukan hal yang sama, di India pernah terjadi kerusuhan massa yang menewaskan belasan orang, disebabkan sebuah berita yang menyinggung kelompok etnis di sana tersebar di internet. 

Juga jangan pernah lupakan tragedi 3 tahun lalu dimana sebuah wabah pandemi besar yang terjadi di semua negara, ada  begitu banyak isu-isu liar beredar terkait virus corona pada saat itu yang tidak jelas kebenarannya. 

Kenyataan pahit yang harus kita terima saat ini adalah era ini bukan hanya era informasi, tapi juga era disinformasi dimana ada begitu banyak informasi hingga sulit membedakan, mana yang fakta dan mana yang rekayasa. 

Demokrasi di berbagai negara saat ini dengan adanya media sosial juga semakin abu-abu atau tidak jelas maknanya, dengan alat satu ini demokrasi sering dijadikan alasan bagi kelompok tertentu untuk merusak struktur masyarakat, memecah belah, sampai mengadu domba hingga menimbulkan kerusuhan di masyarakat.

Pandangan Seorang Ahli 

Dengan kondisi sedemikian kacau diperlukan sebuah adanya sebuah agenda teknologi baru salah satu narasumber dalam film The Social Dilemma, menjadi tokoh kunci dalam pembahasan artikel ini, dia adalah Tristan Harris. 

Seorang ahli komputer lulusan Stanford University juga mantan desainer display dan kode etik Google, ia melihat di industri internet saat ini telah mucul banyak keluhan dan perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh di dalamnya. 

Pencurian data, kecanduan internet, penyebaran Hoax, perpecahan di masyarakat, sampai data-data pemilu yang diretas dan dimanipulasi. 

Pertanyaan mengenai apa yang menyebabkan semua ini terjadi, apa saja kira-kira faktor yang mendukung terjadinya semua ini?, apalagi semua ini terjadi secara bersamaan dan begitu masif di era teknologi belum pernah terjadi di era-era sebelumnya. 

Tristan melihat ada masalah serius yang sedang terjadi di dalam industri internet, masalah itu tidak memiliki nama sehingga begitu sulit untuk dijelaskan dan disadari. 

Ketika kita melihat orang-orang di sekitar kita di tempat-tempat umum, ketika sedang berkumpul dengan teman-teman satu tongkrongan semuanya fokus menatap layar handphone masing-masing. 

Rasanya seperti dunia kita saat ini menjadi dunia virtual, pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri apakah berjam-jam menatap layar handphone itu normal?, atau apakah kita sedang dikendalikan oleh mantra sihir bernama internet?. 

Tristan sebagai orang yang pernah bekerja di perusahaan internet terbesar di dunia, tentunya paham betul bagaimana sistem algoritma internet dan media sosial bekerja, ia berharap orang-orang juga bisa memahaminya agar tidak terus terjebak di dalam ilusi yang mereka buat.      

Bersambung...

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun