Jurnalisme Konvensional ke Digital
Dari masa ke masa kegiatan pemberitaan Jurnalisme selalu mengalami perubahan seirng dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, perubahan ini meliputi proses pembuatan berita sampai ke bentuk media beritanya.Â
Peluang bagi media untuk senatiasa berubah dan berkembang terbuka lebar dengan adanya teknologi internet, hasil kerja seluruh awak pers/wartawan dalam membuat berita merupakan elemen pembentuk Jurnalisme. Semua berita dikemas dan dihubungkan prinsip-prinsip filosofi Jurnalisme, mulai dari alasan media dan pers terbentuk, tugas pokok pers, sampai landasan politik media.Â
Melansir dari Jurnal karya Djoko Waluyo yang berjudul, Makna Jurnalisme dalam Era Digital: Suatu Peluang dan Transformasi dijelaskan bahwa perusahaan media yang besar, kini telah bertransformasi menjadi media yang memproduksi media di berbagai sektor.Â
Mulai dari cetak dan elektronik (konvensional) sampai berita berbasis online (digital), ini yang kemudian disebut ddengan istilah konvergensi media.Â
Kecepatan produksi dan penyebaran berita di media online membuat kebutuhan publik akan informasi lebih terpenuhi, ini yang membuat media konvensional mulai ditinggalkan karena informasinya tidak se-aktual media online.Â
Selain itu variasi berita dan informasi di media online lebih beragam dari berbagai kategori, sedangkan variasi berita di media konvensional cenderung lebih sedikit dibanding media online.Â
Tidak heran begitu banyak perusahaan media konvensional yang beralih ke digital, seperti Republika, Kompas, Tempo yang awalnya adalah perusahaan media cetak majalah dan koran, kini mereka semua berubah menjadi perusahaan media digital yang memiliki website dan laman media sosial resmi.
Hakikat Jurnalisme
Setiap informasi yang disampaikan dalam Jurnalisme harus berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan kegiatan meliputi pencarian, penulisan, perekaman berita di media, sampai penyuntingan atau editing, kemudian berita disampaikan ke publik.Â
Itu adalah arti sejati Jurnalisme menurut McDougall dalam Kusumaningrat (2006), prinsip dasar Jurnalisme adalah selalu berpihak pada kebenaran.Â
Berbagai sumber memiliki definisi masing-masing tentang Jurnalisme karena sepanjang perjalanan sejarahnya, Jurnalisme muncul dan berkembang dari catatan harian yang dirangkum menjadi serangkaian kabar mengenai suatu persitiwa.Â
Mengutip dari jurnal karya Haroni & Sukirno yang berjudul, Jurnalisme Online Sebagai Komunikasi Pariwisata Jurnalisme menurut McDougall adalah kegiatan mengumpulkan berita, mencari fakta mengenai suatu peristiwa kemudian melaporkannya ke publik.Â
Makna Jurnalisme belum bergeser hingga sekarang meskipun ada perubahan atau penyimpangan, dalam prakteknya atau bentuk medianya namun secara garis besar cakupannya masih sama, yakni intinya tentang mencari, menulis, dan menyebarkan berita.Â
Sedangkan menurut Brian McNair (2006) Jurnalisme adalah suatu media edukasi, pemberdayaan, dan hiburan, sebuah media untuk mendukung dan ikut serta dalam narasi kehidupan masyarakat yang demokratis.Â
McNair mengartikan Jurnalisme sebagai pasokan informasi bagi individu dan kelompok, untuk dapat mengamati dan memahami kondisi lingkungan sosialnya.Â
Di zaman sekarang ini diskusi tentang Jurnalisme memang seringkali dihubungkan dengan penegakan dan penguatan demokrasi, oleh karenanya Jurnalisme menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Â
Media Sosial sebagai Jurnalisme
Pers merupakan lembaga yang menaungi para Wartawan sebagai pencari sekaligus penulis berita bersifat indipenden dan bebas dari pengaruh kekuasaan/pemerintah, baik secara ekonomi maupun kepentingan politik.Â
Jika semakin banyak pers yang bergantung bahkan berpihak pada pemerintah maka masyarakat lah yang akan rugi, tantangan paling nyata dalam setiap forum rapat redaksi adalah bagaimana mengembalikan hal-hal pokok dalam Jurnalisme.Â
Melansir dari jurnal karya Dian Muhtadiah Hamna yang berjudul, Eksistensi Jurnalisme di Era Media Sosial dijelaskan bahwa informasi yang berkualitas, pengabdian dan keberpihakan pada rakyat adalah tujuan dari Jurnalisme yang sejati.Â
Wahyu Muryadi Ketua Pengurus Harian Forum Pemred pada 2012 silam, membuat satu forum yang dihadiri puluhan Pemimpin Redaksi dari berbagai perusahaan pers.Â
Di sana Wahyu menegaskan bahwa forum yang dibentuknya itu bebas dari berbagai kepentingan khususnya politik, karena begitulah seharusnya media massa dan pers bekerja sebagai wadah penampung aspirasi rakyat bukan untuk kepentingan politik.Â
Setidaknya ada 55 Pemimpin Redaksi dari media-media besar di Indonesia, ikut hadir dalam forum tersebut dan menyatakan dengan tegas berdirinya Forum Pemred secara indipenden.Â
Isi atau konten berita dari media di era media sosial sekarang ini, cenderung semakin mengindar dari resiko menjadi Jurnalisme yang berkualitas dan tidak mau mengusahakan melakukan investigasi.Â
Inilah yang disebut kerugian publik ketika berita-berita yang muncul di media, seringkali bias dan tidak menampilkan isu-isu yang penting dan bermanfaat bagi publik.
Jurnalisme Warga (Citizen Journalism)
Kegiatan Jurnalisme bertujuan untuk memperoleh infromasi secara indipenden, dapat dipercaya (kredibel), akurat bervariasi, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang demokratis, tugas mencari dan memperoleh informasi tersebut dilakukan oleh Wartawan.Â
Mengutip dari jurnal karya Dedek Hendry yang berjudul, Jurnalisme Warga untuk Perubahan Sosial mereka para Wartawan adalah orang-orang yang bekerja untuk perusahaan media secara profesional, tenaga kerja yang terlatih dan memahami bagaiamana cara membuat berita secara sistematis.Â
Namun bagaimana jika aktivitas mencari dan membuat berita ini dilakukan oleh warga sipil, yang bukan Wartawan atau tidak memiliki tanda pengenal/kartu pers?.Â
Inilah yang dalam dunia Jurnalisme dikenal dengan istilah Jurnalisme Warga atau Citizen Journalism, Boyman & Willis (2003) mengartikannya sebagai kegiatan seseorang atau kelompok yang aktif berperan dalam mengumpulkan, melaporkan, menganalisa, dan menyebarkan berita.Â
Sedangkan menurut Franklin et al (2005) Jurnalisme Warga adalah kegiatan mencari berita yang bertanggung jawab, dalam mengekspos komitmen masyarakat untuk berpartisipasi sebagai warga negara yang demokratis.Â
Jurnalisme Warga merupakan usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dengan memberi ruang kepada masyarakat untuk ikut serta dalam meramaikan berita dan informasi negara.Â
Sirianni & Friedland (2001) berpandangan bahwa Jurnalisme Warga, adalah sebuah filosofi Jurnalisme yang menegaskan bahwa Jurnalis/Wartawan memiliki tanggung jawab kepada publik.Â
Yakni melayani publik dengan memberikan informasi yang bermanfaat, sehingga membuat masyarakat dapat berdiskusi mengenai berbagai macam isu yang ada dan bersama-sama mencari solusinya. Â
Jurnalisme & Kebenaran
Sejauh ini kita bisa pahami bahwa intinya Jurnalisme adalah proses atau kegiatan mencari, mengumpulkan, menilai, membuat, dan menyebarkan berita ke publik, dikatakan juga bahwa Jurnalisme harus selalu menyampaikan berita berdasarkan kebenaran.Â
Tapi kemudian pertanyaan yang muncul adalah kebenaran yang mana?, kebenaran menurut siapa?, kebenaran yang seperti apa?, bukankah kebenaran adalah soal perspektif?.Â
Bagaimana dengan kemungkinan penyimpangan atau kesalahan yang dilakukan Wartawan dalam membuat berita? Bukankan itu bisa saja terjadi? Lagipula Wartawan juga manusia biasa.Â
Wartawan bukanlah Nabi apalagi Tuhan yang setiap tulisan dan perkataanya benar, jika sebelumnnya dijelaskan bahwa masyarakat perlu berita dan informasi untuk memahami kondisi sosialnya.Â
Berita dan informasi yang dibaca merupakan hasil pengamatan dan karya Wartawan yang juga manusia, bagaimana jika yang dibaca oleh publik dari berita tersebut adalah sebuah kekeliruan dan bukan kebenaran?.Â
Apa yang dianggap benar oleh publik selalu berubah dan diubah oleh media, sebagaimana seorang Polisi yang menemukan mayat tergeletak di tepi jalan itu adalah kebenaran.Â
Namun setalah itu Polisi tidak akan diam saja merka akan melacak apa penyebab kematian orang tersebut, kemudian ditemukan tersangka atau pembunuhnya.Â
Itulah yang dimaksud kebenaran selalu berubah dan diubah seiring waktu tidak ada kebenaran yang tetap, sebagaimana Wartawan yang mungkin saja salah dalam membuat berita Polisi juga bisa saja melakukan kesalahan.Â
Entah itu dalam menetapkan penyebab kematian orang yang ditemukan di jalan itu, atau salah menetapkan tersangka pembunuhan tersebut karena memiliki kemiripan fisik misalnya. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H