Keberhasilan pendidikan akhlak di sekolah ditentukan oleh kualitas guru agama dan kualitas kurikulum pendidikan agama, baik yang tersurat mau- pun yang tersirat pada semua atmosfir lingkungan sekolah dan resapan pendidikan akhlak pada semua bidang studi. Pendidikan akhlak tersirat berlangsung setiap waktu di berbagai tempat di lingkungan sekolah. Kurikulum tersirat (hidden curriculum) lebih mengalir, autentik, alamiah, mudah, praktis, dan bersifat informal sehingga apa yang didengar dan dilihat di luar kelas lebih efektif mempengaruhi jiwa anak dibandingkan dengan pendidikan yang disampaikan guru agama. Dengan demikian, pendidikan akhlak di sekolah akan berhasil jika pihak sekolah berhasil memadukan pendidikan akhlak di dalam kelas dengan budaya lingkungan sekolah yang menopang pendidikan akhlak.
Pendidikan Akhlak Di Adab GlobalÂ
 Modernisasi mengantarkan manusia menuju era global dan memaksa nya memasuki arus globalisasi, yakni proses kehidupan manusia menuju masyarakat dunia (desa buana). Proses globalisasi dipermudah oleh kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi. Dunia menjadi kecil dan mudah dijangkau. Apa yang terjadi di belahan bumi paling ujung dapat segera diketahui masyarakat di ujung hunian yang lain. Globalisasi menjadi faktor penting memudarnya batas-batas teritorial negara bangsa (the end of the nation state). Globalisasi memiliki dua wajah, yaitu wajah sains dan teknologi yang membawa kemudahan dalam hidup dan wajah kecemasan yang makin meresahkan umat manusia. Oleh karena itu, globalisasi melahirkan pandangan positif dan negatif. Pendidikan agama menjadi energi yang menghidupkan kembali jiwa agama generasi milenial dengan pendidikan nalar, pendidikan sikap, dan pendidikan yang menguatkan karakter bangsa yang beragama dan bertuhan. Wa Allahu a'lam bi al-awwab.
Jiwa Agama Dalam Filsafat ilmu
 jiwa agama yang harus tercermin ada 3 pilar filsafat ilmu tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut
a. Pada tataran ontologi, hakikat sains itu tidak lain adalah pengembangan nalar manusia tentang alam yang bertitik tolak dari tiga aksioma, yakni 1) bahwa alam itu ciptaan Allah ; 2) alam itu memiliki keteraturan (hukum alam); dan 3) alam itu ayat (tanda) tentang kekuasaan Allah.
b. Pada tataran epistemologi, metodologi mendapatkan dan merumuskan sains itu terbagi pada dua jalur, yakni sebagai berikut :
  1) Berawal dari pemikiran, konsep, atau ide (alasan mengapa disebut aliran idealisme) yang kemudian dilakukan pengujian pada fakta- fakta. Kegiatan ini akan melahirkan siklus (dialektika) seperti Konsep berikut.
Pengujian konsep > Teori > Pengujian teori > Teori baru tentang keteraturan alam (hukum alam).
 Siklus Kegiatan Tataran Epistemologi Bagian 1
  2) Berawal dari pengamatan terhadap fakta-fakta (alasan mengapa disebut aliran empirisme), kemudian dilakukan pengujian terhadap fakta-fakta. Kegiatan ini akan melahirkan siklus (dialektika) seperti  berikut :