Mohon tunggu...
Achmad Fauzan Syaikhoni
Achmad Fauzan Syaikhoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Kediri

Manusia setengah matang yang sedang fakir pengetahuan. Bisa menyumbang pengetahuan lewat IG: zann_sy

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stoisisme dan Islam: Bentuk Pluralisme Perspektif untuk Intensifikasi Hidup yang Lebih Sublim

28 Juli 2022   15:00 Diperbarui: 28 Juli 2022   15:03 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang ada dalam kendali kita hanyalah: Usaha menulis naskah, dan bagaimana kita menanggapi respon dari penerbit agar tidak terasa menyakiti perasaan. Inilah yang disebut dikotomi kendali.

Hal itu lagi-lagi sama persis dengan yang dikatakan oleh Islam, yang disebut dengan qada dan qadar. Pengertian dari qada ialah ketetapan Allah terhadap kehidupan makhluknya. Sedangkan qadar ialah realisasi qada terhadap kehendak bebas yang ada pada diri manusia dalam menjalani kehidupan. 

Jadi, misalnya: Allah menjadikan kita sebagai seorang penulis buku, tapi melalui peristiwa ditolak penerbit dulu sebelum akhirnya jadi penulis, ini yang disebut qada. 

Dan, Allah memberi kita qadar (kehendak bebas) dalam menuju qada-nya [red: seorang penulis buku] yaitu dengan cara menggunakan kehendak bebas kita dalam menulis sebuah naskah, dan dikirimkan kepada pihak penerbit, serta menerima apapun hasil yang ada pada keputusan pihak penerbit. Di sinilah titik temu antara dikotomi kendali dengan qada dan qadar.

Sekilas dua point yang saya paparkan di atas tadi kurang korelatif. Akan tetapi, kalau kita telaah secara kritis, kita pikirkan dengan menggunakan akal seacra maksimal, sebenarnya keduanya saling melengkapi. Stoisisme dengan prinsip "hidup selaras dengan akal", 

ia disempurnakan oleh Islam dalam Ali-Imran [190-191] yang menyuruh manusia agar mengamati segala fenomena yang ada di dunia dengan menggunakan akal. Begitupun juga dengan qada-qadar yang dispesifikasi secara eksplisit oleh dikotomi kendali.

Semua itu bukti kalau pluralitas perspektif; perbedaan perspektif, itu dapat menghasilkan sebuah intensifikasi dalam menjalani kehidupan yang lebih sublime. Hanya saja, apa yang kita lihat sekilas berbeda, tidak didasari dengan penggunaan akal secara optimal. Semoga dengan adanya tulisan ini, kita semua senantiasa dihadapkan pada situasi yang proporsional dalam memandang suatu keberagaman. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun