Sejak Peringatan kesehatan (label warning)pada kemasan (packaging) rokok di Indonesia diubah secara resmi mulai 24 Juni 2014 lalu, dari “PERINGATAN PEMERINTAH: MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN” menjadi teks yang lebih sederhana “Merokok Membunuhmu” beserta varian 5 gambar dan tambahan angka 18 +, masih menyisakan persoalan pokok, terutama soal bagaimana logika bahasa dan kebenaran konten label warning masih menjadi perdebatan publik.
Walaupun label warning tersebut mendapatkan landasan yuridis dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) nomor 28 tahun 2013 tentang Peringatan Kesehatan Dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau, persoalan mendasarnya adalah: apakah betul “merokok membunuh” (mu)? masih diragukan validitasnya.
Pangkal soalnya adanya gap ketidaksesuaian antara klaim rokok sebagai “mesin” pembunuh dengan realitas pada konsumen rokok yang tidak dengan serta merta terindikasi menjadi korban pembunuhan oleh dan akibat dari kegiatan mengkomsumsi rokok.
Dari susunan kata pada teks “merokok membunuhmu” itu saja menimbulkan problem kebahasaan yang rancu. Kerancuan terletak pada logika kebahasaan dalam penyusunan teks. Kata merokok dan membunuh keduanya merupakan predikat. Jika digabung kata “me(menghisap)rokok” dan “membunuh” tidak memiliki makna kalimat karena keduanya kata kerja. Namun Lebih tepat susunannya “rokok membuhmu”. F Rahardi menilai kalimat ”rokok membunuhmu” lebih benar karena ada subyek (rokok), predikat (membunuh), dan obyek (mu, kamu). Namun, secara logika ia tak sepenuhnya benar. (Kompas, 29 Maret 2014) Maknanya ialah rokok membubuh jika dihisap. Persoalannya, rokok pun belum tentu membunuh para pengisap rokok.
Persoalan lain apakah rokok secara realitas menyebabkan seseorang yang menghisap menjadi terbunuh. Pengamat, peneliti, dan termasuk para paramedis pun masih belum secara valid membuat simpulan bahwa rokok menjadi penyebab utama kematian seseorang.
Di sisi lain jika kita telusuri sumber justifikasi adanya klaim bahwa rokok dianggap sebagai “mesin” pembunuh, ternyata banyak didapatkan dari sumber-sumber kajian dan penelitian yang tidak berbasiskan pada realitas sosial para perokok di Indonesia, dan tidak berdasarkan kajian pada bahan rokok spesifik dan merek-merek rokok (keretek) Indonesia.
Bahkan, konten label warning berupa teks dan gambar disinyalir tidak bersumber dari produk hukum buatan pemerintah sendiri. Teks-teks dalam lampiran Permenkes nomor 28 tahun 2013 ini sebagian besar diadopsi dari tujuh peringatan serupa yang sudah terlebih dahulu diterapkan oleh Administrasi Obat dan Makanan (US Food and Drug Administration, FDA) pemerintah Amerika Serikat. Penerapan serupa di negara-negara seperti Canada, Australia, Kolumbia dan di berbagai negara lain yang telah menerapkan regulasi Graphic Health Warning (GHW) tersebut.
Untuk menguji konten GHW pada kemasan rokok sebagai “mesin” pembunuh, sebetulnya badan kesehatan dunia (World Health Organization) pada laman www.worldlifeexpectancy.com membuat laporan rangking kesehatan dunia. Jika rokok menjadi “mesin” pembunuh seharusnya negara-negara yang penduduknya menjadi konsumen perokok, maka tingkat kesehatannya rendah. Seharusnya ada kesejajaran antara negara-negara dengan jumlah perokok tertinggi dengan negara-negara dengan penderita kanker dan jantung tertinggi. Kita lihat pada data berikut ini :
Tabel. Negara-negara dengan Perokok Tertinggi, Penderita Kanker Tertinggi, serta Penderita Jantung Tertinggi di Dunia.
No
Perokok tertinggi*)
Kematian akibat Kanker**)
Kematian akibat kanker paru**)
Kematian akibat Jantung**)
Negara
Pero-kok
(juta)
% pen-duduk
Negara
Jumlah per 100 ribu
Negara
Jumlah per 100 ribu
Negara
Jumlah per 100 ribu
1
China
390
29,0
Maldives
261.5
Hungaria
51.4
Yugoslavia
138.6
2
India
144
12,5
Mongolia
206.2
Serbia
42.4
Serbia
92.9
3
Indonesia
65
28,0
Hungaria
189.5
Maldives
42.1
Bosnia
66.6
4
Rusia
61
43,0
Armenia
173.4
Polandia
41.9
Latvia
31.5
5
Amerika
58
19,0
Serbia
171.2
Armenia
39.3
Afghanistan
21.9
6
Jepang
49
38,0
Polandia
169.3
Denmark
39.2
Somalia
20.2
7
Brasil
24
12,5
Kroasia
165.5
Belanda
36.6
Malawi
20.0
8
Banglades
23,3
23,5
Uruguay
164.1
Kroasia
35.7
Sudan
19.4
9
Jerman
22,3
27,0
Rep.Cech
158.1
Amerika
35.4
Yemen
18.7
10
Turki
21,5
30,5
Slovakia
158.0
Kuba
33.8
Kazakhstan
18.1
Sumber:*) WHO, 2008; **)World Heath Rankings (www.worldlifeexpectancy.com), dihimpun dari data WHO, 2011.
Data-data di atas ternyata tidak menunjukkan korelasi antara negara-negara dengan jumlah perokok terbanyak dengan penyakit yang diderita yang diklaim disebabkan oleh rokok. Jepang, misalnya, yang konsumsi rokok per individunya terbanyak, berada pada posisi ke 80 untuk tingkat kematian akibat kanker (115,1 per 100.000 orang), dan pada posisi 165 untuk tingkat kematian karena serangan jantung (2,4 per 100.000 orang), yang tergolong sangat rendah.
Kewajiban untuk mencantumkan GHW pada Pasal 14 dan 17 ayat (3) PP 109/2012 dan Pasal 3 ayat (1) dan (8) Permenkes 28/2013) memerinci 5 (lima) paket teks dan gambar yang menginformasikan adanya ancaman penyakit tetentu. Antara lain; Merokok sebabkan kanker mulut, Merokok sebabkan kanker tenggorokan, Merokok sebabkan kanker paru-paru dan bronkitis kronis, Merokok dengan anak berbahaya bagi mereka, dan Merokok membunuhmu.
Ini sangat kontradiksi dengan temuan para peneliti yang menginformasikan adanya manfaat tembakau sebagai obat. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Arief Budi Witarto MEng, peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) yang menyatakan bahwa tembakau dapat pula menghasilkan protein anti kanker yang berguna bagi penderita kanker. Tanaman tembakau ini tidak diambil daun tembakaunya untuk memproduksi rokok, tetapi dimanfaatkan sebagai reaktor penghasil protein Growth Colony Stimulating Factor (GCSF), suatu hormon yang menstimulasi produksi darah. Selain itu, dapat menstimulasi perbanyakan sel tunas (stemcell) yang bisa dikembangkan untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak. Berkat penelitian ini Dr. Arief mendapatkan penghargaan dari Badan Riset Jerman DAAD dan Faraunhofer di Jakarta. (Antara, 14 Juni 2007)
Contoh lain adanya hasil riset yang dilakukan oleh Dr. Gretha Zahar dan kemudian dikembangkan oleh Prof. Sutiman, yang menemukan pemanfaatn asap tembakau untuk terapi kesehatan. Dengan formula scavenger dengan teknik peluruhan radikal bebas dengan cara balur (boreh), dapat menyembuhkan penyakit kanker, kardiovaskuler, stroke, alzheimer, dan autis.
Dua contoh di atas setidaknya menjadi bukti bahwa GHW pada kemasan rokok patut dipertanyakan validitasnya. Karena itu, selama masih ada problem tersebut, maka klaim soal rokok bisa menjadi “mesin” pembunuh patut diragukan. Sehingga GHW hanya sebagai teror bagi konsumen agar berhenti mengkonsumsi rokok.