Mohon tunggu...
Zamhuri
Zamhuri Mohon Tunggu... Peneliti Swasta -

Aktiif di Lembaga Studi Sosial dan Budaya (LS2B) Sumur Tolak Kudus. Dan Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Peringatan “Merokok Membunuhmu”

25 Januari 2015   04:07 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 1911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak Peringatan kesehatan (label warning)pada kemasan (packaging) rokok di Indonesia diubah secara resmi mulai 24 Juni 2014 lalu, dari “PERINGATAN PEMERINTAH: MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN” menjadi teks yang lebih sederhana “Merokok Membunuhmu” beserta varian 5 gambar dan tambahan angka 18 +, masih menyisakan persoalan pokok, terutama soal bagaimana logika bahasa dan kebenaran konten label warning masih menjadi perdebatan publik.

Walaupun label warning tersebut mendapatkan landasan yuridis dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang  Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif  Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) nomor 28 tahun 2013 tentang Peringatan Kesehatan Dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau, persoalan mendasarnya adalah: apakah betul “merokok membunuh” (mu)? masih diragukan validitasnya.

Pangkal soalnya adanya gap ketidaksesuaian antara klaim rokok sebagai “mesin” pembunuh dengan realitas pada konsumen rokok yang tidak dengan serta merta terindikasi menjadi korban pembunuhan oleh dan akibat dari kegiatan mengkomsumsi rokok.

Dari susunan kata pada teks “merokok membunuhmu” itu saja menimbulkan problem kebahasaan yang rancu. Kerancuan terletak pada logika kebahasaan dalam penyusunan teks. Kata merokok dan membunuh keduanya merupakan predikat. Jika digabung kata “me(menghisap)rokok” dan “membunuh” tidak memiliki makna kalimat karena keduanya kata kerja. Namun Lebih tepat susunannya “rokok membuhmu”. F Rahardi menilai kalimat ”rokok membunuhmu” lebih benar karena ada subyek (rokok), predikat (membunuh), dan obyek (mu, kamu). Namun, secara logika ia tak sepenuhnya benar. (Kompas, 29 Maret 2014) Maknanya ialah rokok membubuh jika dihisap. Persoalannya, rokok pun belum tentu membunuh para pengisap rokok.

Persoalan lain apakah rokok secara realitas menyebabkan seseorang yang menghisap menjadi terbunuh. Pengamat, peneliti, dan termasuk para paramedis pun masih belum secara valid membuat simpulan bahwa rokok menjadi penyebab utama kematian seseorang.

Di sisi lain jika kita telusuri sumber justifikasi adanya klaim bahwa rokok dianggap sebagai “mesin” pembunuh, ternyata banyak didapatkan dari sumber-sumber kajian dan penelitian yang tidak berbasiskan pada realitas sosial para perokok di Indonesia, dan  tidak berdasarkan kajian pada bahan rokok spesifik dan merek-merek rokok (keretek) Indonesia.

Bahkan, konten label warning berupa teks dan gambar disinyalir tidak bersumber dari produk hukum buatan pemerintah sendiri. Teks-teks dalam lampiran Permenkes nomor 28 tahun 2013 ini sebagian besar diadopsi dari tujuh peringatan serupa yang sudah terlebih dahulu diterapkan oleh Administrasi Obat dan Makanan (US Food and Drug Administration, FDA) pemerintah Amerika Serikat. Penerapan serupa di negara-negara seperti Canada, Australia, Kolumbia dan di berbagai negara lain yang telah menerapkan regulasi Graphic Health Warning (GHW) tersebut.

Untuk menguji konten GHW pada kemasan rokok sebagai “mesin” pembunuh, sebetulnya badan kesehatan dunia (World Health Organization) pada laman www.worldlifeexpectancy.com membuat laporan rangking kesehatan dunia. Jika rokok menjadi “mesin” pembunuh seharusnya negara-negara yang penduduknya menjadi konsumen perokok, maka tingkat kesehatannya rendah. Seharusnya ada kesejajaran antara negara-negara dengan jumlah perokok tertinggi dengan negara-negara dengan penderita kanker dan jantung tertinggi. Kita lihat pada data berikut ini :

Tabel. Negara-negara dengan Perokok Tertinggi, Penderita Kanker Tertinggi, serta Penderita Jantung Tertinggi di Dunia.

No

Perokok  tertinggi*)

Kematian akibat Kanker**)

Kematian akibat kanker paru**)

Kematian akibat Jantung**)

Negara

Pero-kok

(juta)

% pen-duduk

Negara

Jumlah per 100 ribu

Negara

Jumlah per 100 ribu

Negara

Jumlah per 100 ribu

1

China

390

29,0

Maldives

261.5

Hungaria

51.4

Yugoslavia

138.6

2

India

144

12,5

Mongolia

206.2

Serbia

42.4

Serbia

92.9

3

Indonesia

65

28,0

Hungaria

189.5

Maldives

42.1

Bosnia

66.6

4

Rusia

61

43,0

Armenia

173.4

Polandia

41.9

Latvia

31.5

5

Amerika

58

19,0

Serbia

171.2

Armenia

39.3

Afghanistan

21.9

6

Jepang

49

38,0

Polandia

169.3

Denmark

39.2

Somalia

20.2

7

Brasil

24

12,5

Kroasia

165.5

Belanda

36.6

Malawi

20.0

8

Banglades

23,3

23,5

Uruguay

164.1

Kroasia

35.7

Sudan

19.4

9

Jerman

22,3

27,0

Rep.Cech

158.1

Amerika

35.4

Yemen

18.7

10

Turki

21,5

30,5

Slovakia

158.0

Kuba

33.8

Kazakhstan

18.1

Sumber:*) WHO, 2008;  **)World Heath Rankings (www.worldlifeexpectancy.com), dihimpun dari data WHO, 2011.

Data-data di atas ternyata tidak menunjukkan korelasi antara negara-negara dengan jumlah perokok terbanyak dengan penyakit yang diderita yang diklaim disebabkan oleh rokok.  Jepang, misalnya, yang konsumsi rokok per individunya terbanyak, berada pada posisi ke 80 untuk tingkat kematian  akibat kanker (115,1  per 100.000 orang), dan pada posisi 165 untuk tingkat kematian karena serangan jantung (2,4 per 100.000 orang), yang tergolong sangat rendah.

Kewajiban untuk mencantumkan GHW pada Pasal 14 dan 17 ayat (3) PP 109/2012 dan Pasal 3 ayat (1) dan (8) Permenkes 28/2013) memerinci 5 (lima) paket teks dan gambar yang menginformasikan adanya ancaman penyakit tetentu. Antara lain; Merokok sebabkan kanker mulut, Merokok sebabkan kanker  tenggorokan, Merokok sebabkan kanker  paru-paru dan bronkitis kronis, Merokok dengan anak berbahaya bagi mereka, dan Merokok membunuhmu.

Ini sangat kontradiksi dengan temuan para peneliti yang menginformasikan adanya manfaat tembakau sebagai obat. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Arief Budi Witarto MEng, peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) yang menyatakan bahwa tembakau dapat pula menghasilkan protein anti kanker yang berguna bagi penderita kanker. Tanaman tembakau ini tidak diambil daun tembakaunya untuk memproduksi rokok, tetapi dimanfaatkan sebagai reaktor penghasil protein Growth Colony Stimulating Factor (GCSF), suatu hormon yang menstimulasi produksi darah. Selain itu, dapat menstimulasi perbanyakan sel tunas (stemcell) yang bisa dikembangkan untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak. Berkat penelitian ini Dr. Arief mendapatkan penghargaan dari Badan Riset Jerman DAAD dan Faraunhofer di Jakarta. (Antara, 14 Juni 2007)

Contoh lain adanya hasil riset yang dilakukan oleh Dr. Gretha Zahar dan kemudian dikembangkan oleh Prof. Sutiman, yang menemukan pemanfaatn asap tembakau untuk terapi kesehatan. Dengan formula scavenger dengan teknik peluruhan radikal bebas dengan cara balur (boreh), dapat menyembuhkan penyakit kanker, kardiovaskuler, stroke, alzheimer, dan autis.

Dua contoh di atas setidaknya menjadi bukti bahwa GHW pada kemasan rokok patut dipertanyakan validitasnya. Karena itu, selama masih ada problem tersebut, maka klaim soal rokok bisa menjadi “mesin” pembunuh patut diragukan. Sehingga GHW hanya sebagai teror bagi konsumen agar berhenti mengkonsumsi rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun