Sekilas memang rakyat Indonesia akan diuntungkan karena mendapatkan barang-barang dengan harga murah, mulai dari produk makanan hingga elektronik, namun pada saat yang bersamaan sebagian Industri Nasional akan bangkrut (paling tidak mengalami penurunan produksi) terutama pada Industri yang mengandalkan pemasaran produknya di dalam negeri seperti : industri tekstil dan produk tekstil, makanan dan minuman, petrokimia, alat-alat dan hasil pertanian, alas kaki, sintetik fiber, elektronik, industri permesinan, jasa engineering, besi dan baja, serta industri komponen manufaktur otomotif.
Dengan bangkrutnya sebagian Industri dalam negeri, maka jumlah pengangguran akan meningkat, sehingga pada akhirnya tekanan peningkatan pengganguran yang meningkat berkali lipat ini, akan menyebabkan kesejahteraan kaum buruh yang masih bekerja akan menurun, sehingga barang-barang yang murah—baik import maupun produk lokal—tidak akan mampu lagi terbeli. Artinya perdagangan bebas ini justru menjadi ancaman bagi seluruh kaum buruh, bahkan ancaman bagi seluruh rakyat.
Perlawanan kaum buruh dan rakyat miskin terhadap perdagangan bebas China-Asea.
Di Jawa Barat, lebih dari lima ribuan buruh dari berbagai serikat buruh melakukan aksi massa menolak pemberlakuan ACFTA, serta mengecam sejumlah mentri bidang ekonomi yang dianggap sebagai biangkerok pemberlakukan ACFTA dan juga menteri tenaga kerja yang dianggap tidak melindungi kepentingan kaum buruh. Aksi ini dilakukan oleh buruh-buruh dari empat kabupaten, dengan metode sweeping pabrik-pabrik di sepanjang jalan menuju Gedung Sate, Bandung.
Dalam orasinya, massa secara tegas menolak pemberlakukan ACFTA. Perjanjian perdagangan itu dinilai hanya akan menghancurkan industri dalam negeri. Sebab, produk China yang relatif lebih rendah akan merusak pasaran produk dalam negeri. Hal itu berbuntut pada kehancuran pabrik atau industri dalam negeri dan itu akan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh.
Selain buruh, para petani jawa barat yang tergabung dalam Dewan Tani Indonesia dan Front Rakyat Oposisi mengadakan aksi demonstrasi menolak ACFTA (ASEAN China Free Trade Agreement ) dengan berjalan kaki mundur dari Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat menuju Gedung Sate Bandung. Selain menolak menolak ACFTA, mereka juga mengecam pemerintahan SBY-Boediono sebagai pemerintahan neoliberal, serta mengecam lambatnya penanganan kasus Bank Century
Di Jawa Timur, lebih dari 300 buruh dari Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, dan Jombang yang tergabung dalam Serikat Serikat Pekerja Nasional (SPN) itu berunjuk rasa di depan gedung DPRD Jatim di Jalan Indrapura, Surabaya.
Menurut Sudarmaji, selaku koordinator aksi, ACFTA menjadi ancaman serius bagi para buruh karena dikhawatirkan produk-produk dalam negeri nantinya kalah bersaing dengan produk-produk China yang semakin membanjiri pasar domestic, sehingga pada akhirnya akan terjadi PHK massal terhadap kaum buruh.
Sementara itu, Asisten III Sekdaprov Jatim Hary Soegiri mengatakan pada perwakilan buruh, bahwa ACFTA yang implementasinya dimulai tahun ini merupakan keuntungan bagi sektor usaha.
Tangerang-Banten, sedikitnya 200 buruh dari berbagai serikat buruh melakukan aksi di DPRD Kabupaten Tangerang untuk menuntut DPRD Kabupaten Tangerang membuat rekomendasi ke Presiden terkait penolakan kerjasama perdagangan Asean-Cina Free Trade Area (ACFTA).
Para buruh membawa spanduk yang berisi penolakan ACFTA, selain spanduk yang bertuliskan "Kabinet SBY Pro Neolib/Kapitalis".