Meskipun Standpoint Theory menawarkan pendekatan yang penting dan inovatif untuk memahami serta mengatasi ketidaksetaraan sosial, teori ini tidak luput dari berbagai tantangan dan keterbatasan dalam penerapannya. Dalam praktiknya, Standpoint Theory menghadapi beberapa hambatan, baik dari segi penerimaan konsep, keberagaman perspektif yang sulit dijangkau, hingga potensi subjektivitas berlebihan (Irsyadillah & Sunarto, 2024). Berikut adalah beberapa tantangan dan keterbatasan utama Standpoint Theory dalam mencapai kesetaraan.
- Tantangan dalam Mengakui Validitas Pengalaman Kelompok Marjinal
Salah satu tantangan utama Standpoint Theory adalah kurangnya pengakuan atas validitas pengalaman kelompok marjinal oleh kelompok dominan atau masyarakat luas. Dalam banyak kasus, pandangan dari kelompok marjinal sering kali dianggap kurang sah atau kurang objektif dibandingkan dengan pandangan yang berasal dari kelompok dominan. Perspektif dari kelompok dominan masih sering menjadi standar atau norma dalam pengetahuan dan kebijakan. Akibatnya, pengalaman yang diangkat oleh kelompok yang terpinggirkan cenderung diabaikan atau tidak dianggap sebagai sumber pengetahuan yang sah.
- Kesulitan dalam Mencakup Keberagaman Perspektif yang Kompleks
Salah satu kekuatan Standpoint Theory adalah kemampuannya untuk mengungkap pengalaman yang beragam dan berbeda dari kelompok marjinal. Namun, keragaman ini juga menjadi tantangan. Setiap individu atau kelompok memiliki pengalaman yang unik, bahkan dalam satu kelompok marjinal yang sama. Misalnya, pengalaman perempuan kulit putih bisa sangat berbeda dari perempuan kulit berwarna, atau pengalaman pekerja berpenghasilan rendah berbeda dengan mereka yang memiliki pendapatan lebih tinggi. Dengan demikian, Standpoint Theory menghadapi keterbatasan dalam mencakup seluruh spektrum pengalaman yang kompleks ini.
- Potensi Subjektivitas yang Berlebihan dalam Pengetahuan
Standpoint Theory berpendapat bahwa setiap individu memiliki perspektif unik berdasarkan posisi sosialnya, yang memengaruhi cara mereka melihat dunia. Namun, ini juga membuka peluang untuk munculnya subjektivitas berlebihan. Dengan menekankan pentingnya pengalaman individu, ada risiko bahwa setiap pandangan dianggap sah tanpa batasan, yang dapat mempersulit upaya untuk mencapai konsensus dalam isu-isu sosial. Terlalu mengandalkan subjektivitas berisiko mengarah pada relativisme, di mana setiap sudut pandang diperlakukan sama tanpa mempertimbangkan kriteria atau prinsip yang lebih luas untuk menilai ketidakadilan sosial.
- Tantangan dalam Mengaplikasikan Standpoint Theory di Ranah Kebijakan
Menerapkan Standpoint Theory dalam pembuatan kebijakan publik juga menghadapi tantangan yang signifikan. Kebijakan publik sering kali harus diterapkan pada skala luas, dan memerlukan prinsip-prinsip yang dapat berlaku untuk banyak kelompok sekaligus. Pendekatan Standpoint Theory yang sangat bergantung pada pengalaman kelompok marjinal dapat sulit untuk diterapkan secara langsung dalam kebijakan yang harus menyasar populasi yang sangat beragam. Menyatukan berbagai perspektif menjadi satu kebijakan yang komprehensif sering kali membutuhkan kompromi yang tidak selalu sejalan dengan prinsip dasar teori ini.
- Keterbatasan dalam Menjangkau Struktur Kekuasaan yang Kompleks
Standpoint Theory mendorong adanya pengakuan terhadap perspektif dari kelompok terpinggirkan. Namun, dalam masyarakat yang memiliki struktur kekuasaan kompleks, mengakomodasi suara kelompok marjinal dalam pengambilan keputusan sering kali terhambat oleh sistem kekuasaan yang ada. Struktur sosial dan politik yang hierarkis sering kali memberikan kekuatan lebih besar pada kelompok dominan, sehingga pandangan kelompok marjinal tidak selalu dipertimbangkan atau memiliki dampak yang signifikan. Dalam situasi ini, Standpoint Theory berfungsi sebagai kritik terhadap struktur kekuasaan, tetapi tantangannya tetap ada pada bagaimana memastikan agar perspektif kelompok terpinggirkan benar-benar dapat memengaruhi perubahan yang berarti.
- Risiko Fragmentasi dalam Gerakan Sosial
Karena Standpoint Theory menekankan perbedaan perspektif berdasarkan posisi sosial, terdapat potensi untuk terjadinya fragmentasi dalam gerakan sosial. Dengan adanya beragam pengalaman dan pandangan dalam satu kelompok, Standpoint Theory dapat menyebabkan perpecahan internal dalam gerakan sosial karena perbedaan pandangan mengenai prioritas atau pendekatan. Misalnya, dalam gerakan feminisme, perempuan dengan latar belakang ras atau kelas yang berbeda mungkin memiliki prioritas yang berbeda dalam isu yang ingin diperjuangkan.
Dengan memahami keterbatasan ini, Standpoint Theory dapat terus dikembangkan dan disesuaikan untuk mengakomodasi keberagaman perspektif, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih efektif dalam upaya mencapai masyarakat yang lebih adil dan setara.
Kesimpulan
Standpoint Theory menawarkan pendekatan unik untuk memahami dan mengatasi ketidaksetaraan dalam masyarakat yang beragam. Teori ini menekankan pentingnya melihat realitas sosial dari perspektif kelompok yang terpinggirkan, yang sering kali memiliki pengalaman langsung dengan ketidakadilan. Dengan menghargai dan mengakui perspektif yang berbeda, Standpoint Theory membantu kita mengidentifikasi bentuk-bentuk ketidaksetaraan yang mungkin tidak terlihat oleh kelompok dominan. Melalui penerapan teori ini, pandangan kelompok marjinal dianggap sebagai sumber pengetahuan yang sah, yang dapat memperkaya kebijakan dan praktik sosial sehingga lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan semua kelompok. Namun, Standpoint Theory juga memiliki keterbatasan yang perlu diperhatikan. Tantangan-tantangan seperti kurangnya pengakuan terhadap validitas pengalaman kelompok marjinal, risiko subjektivitas yang berlebihan, dan kesulitan dalam penerapan kebijakan pada skala luas menunjukkan bahwa teori ini tidak selalu mudah untuk diterapkan. Di samping itu, perbedaan perspektif yang besar dalam satu kelompok dapat memicu fragmentasi, yang dapat mengurangi kekuatan kolektif dalam upaya mencapai perubahan sosial.
 Meskipun demikian, Standpoint Theory tetap memiliki peran penting dalam mendorong pemahaman kesetaraan yang lebih inklusif. Dengan pendekatan yang seimbang dan terbuka, teori ini dapat menjadi alat yang efektif untuk menantang dan mengubah struktur sosial yang ada. Pada akhirnya, Standpoint Theory mengajarkan bahwa kesetaraan hanya dapat dicapai jika kita berani mendengarkan dan mempertimbangkan perspektif dari berbagai kelompok, terutama mereka yang telah lama terpinggirkan. Dengan cara ini, masyarakat yang lebih adil dan inklusif dapat tercipta, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa hambatan sosial yang tidak adil.