Ungkapan bahwa poligami itu sunnah, merupakan bentuk reduksi yang sangat besar, karena menikah saja dalam tataran ilmu fikih, memiliki berbagai predika hukum, tergantung kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi mayarakatnya. Nikah bias wajib, sunnah, mubah (boleh), atau sekedar diizinkan.Â
Bahkan nikah bias diharamkan ketika calon suami tau dirinya tidak akan bisa memenuhi hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Demikian halnya dengan poligami. Karena alasan ini pula, Muhammad Abduh dengan melihat kondisi mesir kala itu, memilih untuk mengharamkan poligami. Namun jika benar para pelaku poligami beralasan ingin menjalankan perintah terhadap sunnah rasul, maka seharusnya mereka konsisten dengan benar-benar mengikuti poligami sebagaimana yang Rasulullah jalankan.
b. Pandangan Ulama Terhadap Poligami
1. Pandangan Ulama Klasik Tentang Poligami
Imam Syafii hanya menjelaskan tentang perempuan yang boleh atau tidak boleh untuk dinikahi, dan batasan jumlah istri. Adapun mengenai jumlah istri yang boleh dinikahi sesuai syariat Islam adalah empat orang perempuan. Batasan ini hanya berlaku pada perempuan merdeka saja, sedangkan pada perempuan hamba sahaya boleh dipoligami tanpa ada batasan.Â
Sedangkan poligami menurut 4 madhzab yaitu Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan Imam Syafi'i memperbolehkan berpoligami namun dengan syarat harus adil serta dengan batasan empat orang istri. Adil dalam konteks ini harus memenuhi beberapa kriteria yaitu sanggup berbuat adil terhadap istri, baik dalam bidang ekonomi, fisik, rumah, pakaian, pendidikan, perhatian, dan lain- lain.
Menurut Imam Hanafi berpendapat poligami dibolehkan tetapi syaratnya harus berlaku adil kepada istri satu dengan lainnya. Namun jika seorang suami ditakutkan tidak mampu berlaku adil dalam bidang sandang, pangan dan papan (nafkah lahir) serta membagi giliran tidur (nafkah batin) kepada istri satu dengan yang lainnya maka tidak ada kebolehan untuknya untuk berpoligami.
Menurut Imam Maliki perempuan yang bisa untuk dipoligami adalah hamba sahaya artinya dalam keadaan lemah dan sangat memerlukan perlindungan, sedangkan menurut Imam Syafi'i menegaskan bahwa seorang suami harus bersikap adil terhadap istri- istrinya. Sikap adil yang dimaksud adalah dalam memberikan jatah kunjungan kepada semua istrinya dengan perhitungan berdasarkan kuantitas.
2. Pandangan Ulama Kontemporer Tentang Poligami
Muhammad Syahrur dikenal sebagai tokoh pemikir muslim kontemporer yang banyak melakukan penafsiran terhadap al-Quran. Diantaranya adalah persoalan poligami. Dalam analisisnya, Syahrur memulai dengan Al-Qur'an surat An-Nisa Ayat 3-4, menganalisis dua pemaknaan mendasar. Pertama, secara kuantitas, ayat itu menjelaskan bahwa jumlah minimal istri yang diperbolehkan adalah satu, sebab tidak mungkin seseorang beristri separuh.Â
Adapun jumlah maksimum yang diperbolehkan adalah empat. Sebagaimana ditegaskan dalam ayat 3-4 Surat An-Anisa, jika seseorang boleh beristri lebih dari seorang, yakni dua, tiga hingga empat orang. Penyebutan satu persatu jumlah perempuan menurut Syahrur, harus dipahami sebagai penyebutan bilangan bulat secara berurutan, karena itu tidak bisa dipahami 2+3+4 yang berjumlah sembilan.