Mohon tunggu...
Zalfa Qodisah Arindita
Zalfa Qodisah Arindita Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

topik konten yang akan kami bawakan mengenai hukum perdata Islam di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Wanita Hamil

29 Februari 2024   21:00 Diperbarui: 29 Februari 2024   21:08 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengapa pernikahan wanita hamil terjadi dalam Masyarakat?

Banyak temukan di berbagai daerah

Pernikahan wanita hamil dalam masyarakat bisa terjadi karena berbagai alasan, termasuk faktor budaya, agama, sosial, ekonomi, dan personal. Beberapa masyarakat mungkin menganggap pernikahan sebagai solusi atas kehamilan di luar nikah, sementara yang lain mungkin memandangnya sebagai tanggung jawab moral atau religius untuk perlindungan hukum dan status sosial bagi ibu dan anak yang akan lahir. 

Sebagai contoh seseorang di jatinom klaten, ada suatu kasus pernikahan wanita hamil yang hanya digunakan sebagai formalitas saja, karena menjadi aib keluarga, yang setelah beberapa bulan ditinggal pergi oleh pihak laki-laki. Selain itu, ada 2 kasus pernikahan wanita hamil di suatu desa "x" kabupaten banjarnegara yang melangsungkan pernikahan dengan alasan untuk menutupi aib seluarga dan sebagai bentuk pertanggungjawaban pria karena telah menghamiliki perempuan tersebut di luar nikah.

Apa yang menjadi penyebab terjadi pernikahan wanita hamil?

Ada beberapa alasan yang mungkin menyebabkan pernikahan wanita hamil, termasuk faktor budaya, agama, dan sosial. Beberapa di antaranya termasuk:

1. Kehormatan dan Stigma Sosial: Dalam beberapa budaya, kehamilan di luar nikah masih dianggap sebagai tabu atau hal yang memalukan. Untuk menghindari stigma sosial dan menjaga kehormatan keluarga, pernikahan seringkali dianggap sebagai solusi.

2. Pemahaman Agama: Beberapa agama mengajarkan bahwa pernikahan sebelum melahirkan adalah lebih baik daripada menjalani kehamilan di luar nikah. Hal ini dapat mendorong pasangan yang menghadapi kehamilan untuk menikah.

3. Kesepakatan Keluarga: Kadang-kadang, pernikahan terjadi sebagai hasil dari kesepakatan antara keluarga kedua belah pihak, terutama jika kehamilan di luar nikah dianggap melanggar norma atau adat.

4. Kesadaran Tanggung Jawab: Beberapa pasangan memilih untuk menikah karena merasa memiliki tanggung jawab moral atau sosial terhadap anak yang akan dilahirkan.

5. Perlindungan Hukum dan Sosial: Pernikahan dapat memberikan perlindungan hukum dan sosial, seperti hak asuh, warisan, dan akses ke layanan kesehatan yang lebih baik bagi ibu dan anak.

Dalam konteks yang berbeda, kombinasi dari faktor-faktor ini dapat mempengaruhi keputusan untuk menikah saat seorang wanita hamil.

Bagaimana argument pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil?

Pandangan para tokoh ulama madzhab tentang pernikahan wanita hamil dapat bervariasi tergantung pada madzhab yang mereka anut. Secara umum, beberapa argumen yang mungkin diutarakan adalah:

Dalam Mazhab Hanafi: Wanita hamil dianggap boleh menikah jika kehamilannya sudah terlihat atau diketahui, namun pernikahan sebaiknya ditunda hingga setelah melahirkan agar tidak menimbulkan keraguan terhadap status anak yang dilahirkan.

Dalam Mazhab Maliki: Pernikahan wanita hamil dianggap sah, asalkan kehamilannya terjadi dalam pernikahan yang sah. Namun, jika kehamilan terjadi di luar pernikahan, mereka mungkin mengharuskan penundaan pernikahan hingga melahirkan untuk menghindari kebingungan tentang keturunan.

Dalam Mazhab Syafi'i: Terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan wanita hamil boleh dilakukan, sementara yang lain berpendapat pernikahan sebaiknya ditunda hingga setelah melahirkan untuk menghindari keraguan tentang status anak.

Dalam Mazhab Hanbali: Pernikahan wanita hamil umumnya dianggap sah, terutama jika kehamilan terjadi dalam pernikahan yang sah. Namun, beberapa ulama menyarankan untuk menunda pernikahan hingga setelah melahirkan demi menghindari keraguan tentang status anak.

Pendapat ulama tentang pernikahan wanita hamil bisa dipengaruhi oleh pertimbangan moral, kepentingan sosial, dan hukum agama yang berlaku dalam mazhab tersebut.

Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religious, dan yuridis pernikahan wanita hamil?

Sosiologis: Pernikahan wanita hamil dapat dilihat sebagai refleksi dari norma-norma sosial dalam masyarakat tertentu. Dalam beberapa budaya, pernikahan ini mungkin dianggap sebagai upaya untuk menghindari stigma atau untuk memastikan perlindungan sosial bagi wanita dan anak yang belum lahir. Namun, dalam konteks lain, hal ini dapat dianggap sebagai tindakan yang dipandang negatif atau sebagai tindakan yang mengesampingkan pentingnya persetujuan dan komitmen yang lebih mendalam dalam hubungan.

Religius: Perspektif agama juga memainkan peran penting dalam menilai pernikahan wanita hamil. Berbagai agama memiliki pandangan yang berbeda terkait pernikahan di luar perkawinan atau di tengah-tengah kehamilan. Beberapa agama mungkin melarang pernikahan semacam itu sementara yang lain mungkin memberikan pemahaman atau pengecualian tertentu.

Yuridis: Secara yuridis, pernikahan wanita hamil dapat memiliki implikasi hukum yang berbeda-beda tergantung pada yurisdiksi masing-masing. Beberapa negara mungkin memiliki undang-undang yang mengatur pernikahan dalam situasi seperti ini, termasuk persyaratan khusus atau pembatasan terkait usia atau persetujuan.

Penting untuk diingat bahwa perspektif-perspektif ini dapat sangat bervariasi tergantung pada budaya, agama, dan konteks hukum masing-masing. Pemahaman yang komprehensif terhadap tinjauan ini memerlukan penelitian yang cermat dan pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor sosial, agama, dan hukum yang terlibat.

 Apa yang seharusnya dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam?

1. Pasangan suami istri memiliki pondasi atau bekal agama yang baik

Pernikahan merupakan salah satu diantara ibadah yang pahalanya luar biasa, bahkan pahala ibadah pernikahan ini tidak berhenti dengan durasi waktu seperti sholat yang hanya dilakukan sekitar 1o menit, atau ibadah puasa yang dilakukan hanya 1 bulan, atau ibadah haji yang dilakukan selama beberapa hari dengan ritual thawaf sai wukuf dan seterusnya. Pernikahan ini adalah ibadah seumur hidup atau ibadah sepanjang ikatan pernikahan itu masih ada, dan dalam sehari ibadahnya berlaku 24 jam. Jadi suami istri ketika mereka mengikat janji dengan syariat Allah yang halal maka sejak saat itu mereka sudah mulai beribadah. Dan Allah suka jika hambanya itu melakukan ibadah secara istiqomah, sehingga bisa dikatakan Allah membenci perceraian karena sesungguhnya perceraian itu menghentikan seseorang dari ibadah dan justru banyak membawa nya kepada fitnah dan syubhat. Sehingga pasangan suami isti sangat perlu memiliki pemahaman agama yang baik untuk melaksanakan ibadah yang panjang ini.

2. Memahami akan hak dan kewajiban suami istri

Hubungan suami istri ini harus memiliki fokus masing-masing kepada kewajiban bukan kepada hak. Karena ketika kita fokus dengan dengan kewajiban maka insyaallah kita akan memenuhi hak, dan sebaliknya apabila kita hanya fokus kepada hak, kita akan cenderung lebih mudah untuk meninggalkan kewajiban. Suami yang fokus dengan kewajibannya terhadap istri maka dia akan memenuhi hak istri dan istri yang fokus dengan kewajibannya terhadap suami maka dia akan memenuhi hak suami. Sehingga ketika pasangan suami istri sama-sama fokus dan berusaha memenuhi kewajiban mereka, maka hak pasangan suami istri akan terpenuhi.

3. Pasangan suami istri saling mencintai

Dalam menjalankan hubungan rumah tangga, sangat diperlukan cinta yang timbal balik. Dengan adanya cinta yang timbal balik ini, pasangan suami istri akan merasa lebih dihargai, dan disayangi sehingga menciptakan suasana keluarga yang lebih nyaman dan harmonis.

Kelompok 7

- Afifah Nur Ramadhani_192121165

- Rosyidah Ayu Nurfathin_222121116

- Zalfa Qodisah Arindita_222121106

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun