Mohon tunggu...
Zalfa Qodisah Arindita
Zalfa Qodisah Arindita Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

topik konten yang akan kami bawakan mengenai hukum perdata Islam di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Wanita Hamil

29 Februari 2024   21:00 Diperbarui: 29 Februari 2024   21:08 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam konteks yang berbeda, kombinasi dari faktor-faktor ini dapat mempengaruhi keputusan untuk menikah saat seorang wanita hamil.

Bagaimana argument pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil?

Pandangan para tokoh ulama madzhab tentang pernikahan wanita hamil dapat bervariasi tergantung pada madzhab yang mereka anut. Secara umum, beberapa argumen yang mungkin diutarakan adalah:

Dalam Mazhab Hanafi: Wanita hamil dianggap boleh menikah jika kehamilannya sudah terlihat atau diketahui, namun pernikahan sebaiknya ditunda hingga setelah melahirkan agar tidak menimbulkan keraguan terhadap status anak yang dilahirkan.

Dalam Mazhab Maliki: Pernikahan wanita hamil dianggap sah, asalkan kehamilannya terjadi dalam pernikahan yang sah. Namun, jika kehamilan terjadi di luar pernikahan, mereka mungkin mengharuskan penundaan pernikahan hingga melahirkan untuk menghindari kebingungan tentang keturunan.

Dalam Mazhab Syafi'i: Terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan wanita hamil boleh dilakukan, sementara yang lain berpendapat pernikahan sebaiknya ditunda hingga setelah melahirkan untuk menghindari keraguan tentang status anak.

Dalam Mazhab Hanbali: Pernikahan wanita hamil umumnya dianggap sah, terutama jika kehamilan terjadi dalam pernikahan yang sah. Namun, beberapa ulama menyarankan untuk menunda pernikahan hingga setelah melahirkan demi menghindari keraguan tentang status anak.

Pendapat ulama tentang pernikahan wanita hamil bisa dipengaruhi oleh pertimbangan moral, kepentingan sosial, dan hukum agama yang berlaku dalam mazhab tersebut.

Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religious, dan yuridis pernikahan wanita hamil?

Sosiologis: Pernikahan wanita hamil dapat dilihat sebagai refleksi dari norma-norma sosial dalam masyarakat tertentu. Dalam beberapa budaya, pernikahan ini mungkin dianggap sebagai upaya untuk menghindari stigma atau untuk memastikan perlindungan sosial bagi wanita dan anak yang belum lahir. Namun, dalam konteks lain, hal ini dapat dianggap sebagai tindakan yang dipandang negatif atau sebagai tindakan yang mengesampingkan pentingnya persetujuan dan komitmen yang lebih mendalam dalam hubungan.

Religius: Perspektif agama juga memainkan peran penting dalam menilai pernikahan wanita hamil. Berbagai agama memiliki pandangan yang berbeda terkait pernikahan di luar perkawinan atau di tengah-tengah kehamilan. Beberapa agama mungkin melarang pernikahan semacam itu sementara yang lain mungkin memberikan pemahaman atau pengecualian tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun